Direktur Pengelolaan Uang Bank Indonesia Decymus meminta masyarakat mewaspadai peredaran uang palsu saat menjelang Lebaran. Dia mengatakan saat Ramadhan, Lebaran, dan kampanye pemilihan kepala daerah merupakan masa paling rawan peredaran uang palsu.
Decymus menyarankan masyarakat bertransaksi dengan meneggunakan uang non-tunai untuk menghindari uang palsu. "Kalau transaksi besar tidak perlu lah menggunakan uang kartal. Lebih baik menggunakan uang elektronik atau giro," kata Decymus kepada wartawan, di Jakarta, Jumat (16/6).
Selain itu untuk menghindari uang palsu, dia meminta masyarakat menerapkan prinsip 3D (Dilihat, Diraba, Diterawang) saat menerima uang. Uang Rupiah asli, kata dia, masih sulit untuk dipalsukan, terutama pada edisi baru. "Kami pastikan kualitas bahan dan unsur pengaman kita tidak kalah dengan negara lain," ucap Decymus.
Kepolisian baru-baru ini meringkus pencetak uang palsu berinisial MA yang terbukti mencetak 1.000 lembar pecahan Rp 50 ribu uang palsu atau sebesar Rp 50 juta. Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus, Brigjen (Pol) Agung Setya mengatakan, MA ditangkap di di Jalan Bengawan, Rajabasa, Lampung Selatan, Rabu (14/6), saat sedang bertransaksi penjualan uang palsu dengan perbandingan 1:5.
MA bekerjasama dengan rekannya, LK membuat uang tersebut di rumahnya. Dalam seminggu, MA diperkirakan mencetak uang dua kali dengan jumlah 500 lembar setiap kali cetak. MA dan LK bekerjasama mengedarkan uang palsu di sekitar Jakarta. Selain Jakarta, wilayah Jawa Barat merupakan area yang rawan peredaran uang palsu,"kata Agung, saat konferensi pers, hari ini.
MA yang merupakan residivis mengklaim belajar membuat uang palsu saat berada di Lembaga Pemasyarakatan Salemba, Jakarta. MA, lanjut Agung, mendapatkan pelajaran membuat uang oalsu dari B, narapidana kasus pemalsuan uang yang mendekam di penjara yang sama. MA diduga melanggar Pasal 36 ayat (1) dan atau ayat (2) dan atau ayat (3) UU Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang dengan ancaman hukuman maksimal 10 tahun penjara.