UNDP: BI Mesti Bantu Pemerintah Kurangi Pengangguran

Arief Kamaludin|KATADATA
Aktifitas pekerja Pabrik Sepatu dilokasi pabrik PT Adis Dimension Footwear di Balaraja Barat, Tangerang, Provinsi Banten, Senin (5/10).
Penulis: Muchamad Nafi
16/12/2015, 16.58 WIB

KATADATA - Badan Pembangunan PBB (UNDP) meminta bank sentral berfokus membantu pemerintah dalam mengurangi pengangguran. Langkah ini perlu diutamakan di samping kewajiban BI dalam menjaga stabilitas moneter seperti pengendalian inflasi.

Hal tersebut penting dilakasanakan agar masyarakat menikmati pekerjaan layak sehingga memperoleh pemasukan yang pantas untuk meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia. “Terutama dengan membuat situasi sektor perbankan pro investasi yang memperluas tenaga kerja,” kata Analis Pembangunan Manusia, SDGs, dan Pengentasan Kemiskinan UNDP Harry Seldadyo di kantornya, Jakarta, Selasa, 15 Desember 2015.

Soal lapangan pekerjaan ini memang menjadi catatan tersendiri bagi sejumlah lembaga dunia seperti Bank Dunia dan UNDP. Pasalnya, pengangguran di Indonesia meningkat dari 5,9 persen pada 2014 menjadi 6,2 persen tahun ini. Hal itu dipicu oleh rendahnya produktivitas industri yang menyerap banyak tenaga kerja. Apalagi unit usaha tersebut hanya memberi pendapatan terbatas, seperti sektor konstruksi dan perdagangan.

Karena itu, sokongan BI terhadap program pemerintah dibutuhkan. “Saatnya otoritas moneter memberikan dukungan berupa kebijakan yang dapat mempengaruhi perbankan agar mau membiayai sektor-sektor yang memperluas tenaga kerja,” kata Harry. (Baca juga: Cegah PHK, Paket Kebijakan Ketujuh Pangkas Pajak Karyawan).

Lebih lanjut, UNDP menekankan kebijakan moneter BI harus mengimbangi kebijakan fiskal yang diambil Pemerintah. UNDP memuji proporsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara yang berada di jalur tepat untuk meningkatkan kualitas Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Saat ini pemerintah mengalokasikan 20 persen anggaran untuk pendidikan dan lima persen untuk kesehatan.

Menurut Harry, dua sektor tersebut merupakan resep utama pengembangan IPM beberapa tahun mendatang. “Kalau lihat APBN ada tanda yang meyakinkan bahwa pemerintah akan mencapai target peningkatan IPM,” kata Harry. (Liha: Kurangi Pengangguran, Jokowi Luncurkan Program Padat Karya).

Dalam Indeks Pembangunan Manusia yang dirilis UNDP kemarin, skor IPM Indonesia sebesar 0,684. Angka tersebut menempatkan Indonesia berada pada urutan 110 dari 188 negara. Posisi ini jauh tertinggal dari Singapura yang berada posisi 11, Brunei Darusalam di tangga 31, Malaysia di urutan 62, serta Thailand di posisi 93. Walau termasuk di posisi buncit, peringkat tersebut tergolong lebih baik dari dua tahun lalu yang berda di urutan 121.

Untuk diketahui, ada empat faktor dalam menilai IPM. Pertama ngka harapan hidup di mana skor Indonesia 68,9, kedua harapan tahun bersekolah dengan nilai 13, lalu rata-rata waktu sekolah usia 25 tahun ke atas dengan skor 7,6, dan terakhir pendapatan per kapita yang mencapai 9,7.

Selain membaiknya alokasi anggaran pemerintah dalam sektor yang mendorong IPM, Harry mengapresiasi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) yang menjamin sektor usaha informal. “Tidak banyak negara punya kemampuan (penjaminan) seperti ini,” katanya.

Sementara itu, Direktur UNDP untuk Indonesia Christophe Bahuet mendorong pemerintah memperbanyak lapangan pekerjaan yang berkelanjutan. Misalnya, dengan membuat kualifikasi pasar tenaga kerja. “UNDP juga mendukung investasi di Indonesia ke arah pendidikan dan kesehatan,” ujarnya.

Reporter: Ameidyo Daud Nasution