KATADATA - Pemerintah sudah berulang kali mengutarakan harapannya agar suku bunga perbankan diutarakan. Menjelang pengumuman suku bunga acuan Bank Indonesia (BI rate), Selasa sore ini (17/11), Wakil Presiden Jusuf Kalla kembali menyuarakan harapan yang sama.
Menurut Kalla, pandangan suku bunga tinggi bertujuan menahan laju inflasi merupakan teori masa lampau yang saat ini sulit diterapkan. Sebaliknya, tingkat suku bunga yang tinggi saat ini justru mempengaruhi investasi sehingga harga barang semakin naik. Ujung-ujungnya inflasi akan meningkat.
Karena itu, BI harus mengevaluasi tingkat suku bunga saat ini. Dengan menurunkan suku bunga maka dana simpnanan di perbankan dapat digunakan untuk investasi dan mendorong perekonpomian. "Bunga ini harus turun karena bagian dari high cost, kalau biaya kita turun maka inflasi juga pasti turun," kata Kalla di Jakarta, Selasa (17/11).
Ia pun mencatat kesalahan di masa lampau, yaitu pascakrisis ekonomi tahun 1998. Kala itu, bank sentral gemar memainkan instrumen tingkat suku bunga untuk meredam laju inflasi. Namun, di sisi lain, kebijakan tersebut membuat sektor swasta dan investor khawatir untuk berinvestasi lantaran tingkat suku bunganya tinggi. Alhasil, inflasi naik seiring tingginya suku bunga. “Inflasi waktu itu 70 persen, bunga 60 persen. Artinya kejar-kejaran.”
"Saya katakan kepada Christine Lagarde (Managing Director Dana Moneter Internasional / IMF saat ini), kamu-lah yg menjebloskan ekonomi Indonesia menjadi begini. Kamu membuat spion yg salah, tidak benar itu kalau memerangi inflasi dengan menaikkan suku bunga,” tutur Kalla.
Permintaan penurunan suku bunga ini bukan pertama kalinya dilontarkan JK. Pertengahan tahun ini, dia perbah meminta BI melonggarkan kebijakan moneternya. Tujuannya adalah memacu pertumbuhan di tengah tren pelambatan ekonomi. Apalagi, menurut Kalla, kondisi moneter saat ini sudah cukup longgar sehingga secara perlahan bank sentral dapat menurunkan suku bunga.
Meski begitu, dia tidak menginginkan BI rate turun drastis karena dikhawatirkan akan memunculkan risiko baru. “Kalau turun, turun sedikit, karena nanti kalau diturunkan lagi, orang tidak mau menabung,” katanya.
(Baca: Para Ekonom Meramal BI Belum Berani Turunkan Suku Bunga Acuan)
Selain suku bunga BI rate, Kalla juga pernah meminta perbankan menurunkan suku bunga deposito. Bunga deposito yang tinggi saat ini membuat para pemilik dana dan investor lebih memilih menyimpan dananya di perbankan ketimbang berinvestasi di pasar saham. Alhasil, 65 persen saham perusahaan terbuka di Indonesia saat ini dimiliki oleh investor asing. “Suku bunga deposito perbankan masih cukup tinggi,” katanya.
Namun, para ekonom memperkirakan BI masih belum berani memangkas suku bunga karena masih khawatir terhadap risiko keluarnya dana asing (capital outflow) dari pasar keuangan domestik. “Kalau ditanya, saya maunya (BI rate) turun. Tapi kalau lihat gelagatnya (BI), rasanya belum berani (menurunkan BI rate),” kata Ekonom Universitas Indonesia, Anton Gunawan, kepada Katadata, Senin (16/11). Padahal, dia menilai, kalau BI rate turun sekitar 25-50 basis poin maka akan dapat membangkitkan investasi meskipun pengaruh terhadap konsumsi rumahtangga belum langsung dirasakan. “Yang penting ekonominya, dalam negeri melambat sehingga harus di-support.”