Bank Indonesia telah menginjeksi likuiditas sebesar Rp 738,7 triliun kepada perbankan sejak tahun lalu hingga 27 Januari 2021. Gubernur BI Perry Warjiyo pun optimistis kucuran dana tersebut bisa mendukung perbankan dalam menyalurkan pembiayaan tahun ini.
"Tidak hanya mendukung perbankan menyalurkan pembiayaan, tetapi juga mendukung stabilitas sistem keuangan," ujar Perry dalam Mandiri Investment Forum, Rabu (3/2).
Ia pun menyebutkan bahwa besaran injeksi likuiditas tersebut mencapai 4,77% dari Produk Domestik Bruto Indonesia. Angka tersebut merupakan salah satu yang terbesar di tingkat regional.
Kucuran dana yang diberikan bank sentral tersebut, terdiri dari Rp 726,6 triliun pada tahun 2020 dan Rp 12,08 triliun sejak awal Januari hingga 27 Januari 2021.
Injeksi likuiditas pada tahun lalu berupa pembelian Surat Berharga Negara dari pasar sekunder Rp 166,2 triliun, term repo dan FX Swap Rp 389,6 triliun, penurunan Giro Wajib Minimum dalam rupiah sebesar 300 basis poin sekitar Rp 155 triliun, dan tidak diberlakukannya persyaratan cadangan tambahan untuk Rasio Intermediasi Makroprudensial sebanyak Rp 15,8 triliun
Selain itu, bank sentral memastikan terus mengadopsi tingkat suku bunga yang rendah untuk mendukung pemulihan ekonomi. Saat ini, bunga acuan tercatat berada pada level 3,25%, terendah sejak 2013.
Perry meyakini kebijakan likuiditas yang longgar dan suku bunga yang rendah akan mendukung pemulihan ekonomi RI dari pandemi Covid-19. "Kebijakan ini akan terus kami lanjutkan sampai terdapat tanda meningkatnya tekanan inflasi," kata dia.
Tingkat inflasi Indonesia pada bulan Januari tercatat sebesar 1,55% secara tahunan. Inflasi sepanjang tahun ini akan dijaga pada target sasaran 2-4% .
Di sisi lain, ia menilai imbal hasil alias yield SBN RI tenor 10 tahun masih sangat menarik. Yield surat utang pemerintah Indonesia berada di level 6,22% pada 29 Januari 2021, sedangkan yield surat utang pemerintah Amerika Serikat hanya sebesar 1,045%.
Peneliti Institute of Development for Economics and Finance Sugiyono Madelan Ibrahim mengatakan, bahwa penyaluran kredit perbankan tahun 2020 hingga Januari 2021 masih lebih rendah dibandingkan 2019, meski tambahan likudiitas bank sentral bertaburan. Tidak efektifnya kucuran dana dari bank sentral tersebut disebabkan oleh krisis pandemi Covid-19.
"Injeksi likuiditas itu bukan dipakai untuk menumbuhkan sektor perekonomian, melainkan digunakan oleh debitur yang mengalami persoalan likuiditas sehubungan dengan adanya masalah krisis ekonomi pada tahun 2020," kata Sugiyono kepada Katadata.co.id, Rabu (3/2).
Permintaan kredit yang besar biasanya berasal dari sektor perdagangan, industri pengolahan, pertanian, dan konstruksi. Namun, hanya sektor pertanian yang berhasil tumbuh cukup baik di tengah pandemi.
Karena itu, sambung Sugiyono, sekalipun suku bunga kredit sudah lebih rendah dibandingkan periode tahun 2019, perbankan tetap tidak akan mudah menyalurkan kredit ke debitur akibat anjloknya kinerja berbagai sektor di Tanah Air. "Sekarang bank umum setidaknya memasang suku bunga kredit 9,25% untuk kredit modal kerja, 8,96% untuk kredit investasi, dan 11% untuk kredit konsumsi," ujar dia.
Otoritas Jasa Keuangan mencatat penyaluran kredit perbankan terkontraksi 2,49% pada tahun 2020. Sementara sepanjang 2019, pertumbuhan kredit perbankan tumbuh 6,08%.