Dirjen Pajak, Fuad Rahmany memejamkan mata menyimak dengan serius jalannya sidang sengketa pajak perusahaan Asian Agri di Pengadilan Pajak, Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat. Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) dan Komisi Yudisial mengawasi jalannya sidang banding Asian Agri Group (AAG) di Pengadilan Pajak. Putusan kasus pajak terbesar dalam sejarah itu penting bagi catatan perpajakan nasional dalam penanganan kasus serupa.
Ditjen Pajak memutuskan besaran pajak terutang yang harus dipenuhi AAG sepanjang periode 2002-2005 sebesar Rp1,94 triliun. Pihak AAG kemudian melakukan banding atas besaran pajak tersebut dengan alasan melebihi total keuntungan perusahaannya yang pada 2002-2005 hanya mencapai Rp 1,24 triliun.
Pajak terutang tersebut belum termasuk denda yang dijatuhkan Mahkamah Agung sesuai vonis pada 18 Desember 2012 terhadap mantan manajer Pajak Asian Agri Suwir Laut, dengan hukuman dua tahun penjara yang terbukti menggelapkan pajak sepanjang periode 2002 hingga 2005 senilai Rp 1,259 triliun.
Proses persidangan banding PT. Saudara Sejati Luhur, anak perusahaan Asian Agri Group (AAG), dinyatakan cukup oleh Pengadilan Pajak. Dengan demikian, hingga saat ini 4 dari 14 anak perusahaan AAG yang mengajukan banding terhadap ketetapan pajak telah cukup proses persidangannya.
Keempatbelas anak perusahaan AAG itu menyatakan keberatannya terhadap 108 SKP yang diterbitkan Ditjen Pajak. Dengan rampungnya sidang keempat perusahaan tadi maka terdapat keberatan terhadap 30 SKP kini tinggal menunggu keputusan.
Foto & Teks: KATADATA|Arief Kamaludin