Terik matahari menemani perjalan tim Jelajah Jalanan Raya Pos di titik 1.000 kilometer Panarukan, Situbondo. Dulu, pada awal September 1808, Herman Willem Daendels memerintahkan F. Rothenbuhler untuk melanjutkan pembangunan Jalan Raya Pos hingga wilayah Ujung Timur (Oosthoek). De Groote Postweg untuk memacu pertumbuhan ekonomi wilayah yang berpotensi menghasilkan komoditas tinggi, seperti kopi, gula dan nila.
Bagunan-bangunan tua peninggalan jaman kolonial di daerah tersebut telihat jelas. Seperti di Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur. Ada pula Pelabuhan Panarukan yang diyakini memberikan peluang besar bagi pendaratan pasukan Inggris pada masanya.
Kini hampir tidak ada jejak-jejak pembangunan era kolonial di pelabuhan, yang dulu memiliki potensi menjadi pelabuhan ekspor di sekitar selat Madura. Halimah (35) warga Panarukan yang tinggal di Gedung Eks Stasiun Panarukan mengatakan masa jaya orang tuanya tinggal kenangan.
"Dulu bapak saya cerita, kalo sakit sering ke sini, cuma untuk mendengar palang pintu kereta api yang sibuk mengangkut barang-barang hasil panen di Besuki," kata Halimah kepada Katadata, Senin (16/8/2021). Besuki sebuah daerah yang berada tak jauh dari titik 1000 kilometer Jalur Daendels yang mebentang dari Anyer hingga Panarukan.
Kini, masyarakat setempat tinggal sedikit yang bertani dan lebih memilih untuk berjualan dengan cara membuka warung-warung kelontong. Profesi lain menjadi nelayan ikan-ikan kecil. Beny (45), seorang nelayan, mengatakan tak banyak peluang untuk berusaha," kata Beny saat ditemui di Pelabuhan seuasi memilah ikan-ikan kecil dari kapalnya.
Di lain sisi, terlihat semakin dilupakannya riwayat sejarah pertumbuhan ekonomi di wialayah itu. Misalnya, eks stasiun, gudang, dan ikon-ikon lain hanya tersisa bangunaan yang penuh kerusakan.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Perahu nelayan bersandar di Pelabuhan Panarukan,Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah nelayan membawa ember berisi ikan tangkapannya menggunakan sepeda di Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah nelayan memilah ikan hasil tangkapannya di Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah nelayan membawa ember berisi ikan tangkapannya di Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Ikan hasil tangkapan nelayan di Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah nelayan berpose diatas becak motor selepas menangkap ikan di Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah warga beraktivitas di bangunan bekas Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada September 1808 atas perintah F. Rothenbuhler pembangunan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) dilanjutkan hingga Panarukan karena dianggap wilayah potensial untuk dijadikan pelabuhan ekspor.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sofa rusak dipenuhi debu berada di sudut bangunan bekas Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Di dalam bangunan yang memiliki riwayat sejarah pertumbuhan ekonomi di Timur Pulau Jawa yang kini dijadikan gudang bongkar muat ikan tangkapan nelayan setempat dan seolah terlupakan.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah warga merajut jaring ikan di bangunan bekas Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada September 1808 atas perintah F. Rothenbuhler pembangunan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) dilanjutkan hingga Panarukan karena dianggap wilayah potensial untuk dijadikan pelabuhan ekspor.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Sejumlah warga merajut jaring ikan di bangunan bekas Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada September 1808 atas perintah F. Rothenbuhler pembangunan Jalan Raya Pos (De Groote Postweg) dilanjutkan hingga Panarukan karena dianggap wilayah potensial untuk dijadikan pelabuhan ekspor.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Halimah dengan purtinya berpose di atas pendopo yang terbuat dari bambu di Stasiun Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Di bagunan yang memilki riwayat sejarah pertumubuhan ekonomi di Panarukan tersebut Halimah bersama keluarga tinggal.
Muhammad Zaenuddin|Katadata
Dua helai kain digantungkan pada benang jemuran yang mebentang di sisi tembok bangungan bekas Gedung Gula di dekat Pelabuhan Panarukan, Situbondo, Jawa Timur, Senin, (16/8/2021). Pada awal September 1808 pembangunan Jalan Raya Pos dilanjutkan ke ujung Timur Pulau Jawa termasuk Pelabuhan Panarukan karena perairan di Selat Madura dianggap berpeluang sebagai pendaratan pasukan Inggris.