Emas Olimpiade, Penyelamatan Anak Indonesia, dan Perayaan Kemerdekaan


ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan
Pebulutangkis ganda putri Indonesia Greysia Polii/Apriyani Rahayu terharu saat mendapatkan medali emas Olimpiade Tokyo 2020 di Musashino Forest Sport Plaza, Tokyo, Jepang, Senin (2/8/2021). Greysia Polii/Apriyani Rahayu meraih medali emas setelah mengalahkan ganda putri China Chen Qing Chen/Jia Yi Fan 21-19 dan 21-15. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/hp.
Penulis: Luki Safriana
Editor: Sorta Tobing
30/8/2021, 10.40 WIB

Terlepas pro kontra pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat atau PPKM level 4 dan statistik korban akibat pagebluk yang masih tinggi sebarannya secara nasional, maka raihan emas Indonesia di Olimpiade Tokyo 2020 seolah menjadi oase segar yang terasa memperkuat imunitas masyarakat di seantero negeri.  Emas tersebut diperoleh secara cukup meyakinkan melalui pertandingan 2 set langsung.

Indonesia berhasil memperpanjang tradisi medali emas olimpiade cabang olahraga (cabor) bulu tangkis lewat pentas Olimpiade Tokyo 2020 pada nomor ganda putri. Pemain ganda putri Indonesia berhasil menghempaskan ganda putri asal Tiongkok, Chen Qingchen/Jia Yifan, di partai final, dengan skor 21-19, 21-15.

Pasangan ganda putri, Greysia Polii/Apriyani Rahayu, menjadi wakil Tanah Air ke-8 yang mampu memberikan medali emas Olimpiade untuk Indonesia. Semua bersorak. Semua bergembira menyambut kemenangan tersebut. Tradisi emas olimpiade masih terjaga. Atlet peraih medali dan Presiden Jokowi tersenyum riang. Beliau langsung menyerahkan bonus di Istana Kepresiden Bogor. Sebuah kado manis untuk hari kemerdekaan Indonesia ke-76.

Sayangnya, kegembiraan ini di sudut lain menjadi paradoks karena pada saat bersamaan justru bahaya pagebluk jilid dua mengancam, khususnya kelompok usia anak. Penyelenggaraan Olimpiade Tokyo dari tanggal 23 Juli hingga 8 Agustus 2021 sesungguhnya sangat bertepatan dengan peringatan hari Anak Nasional (23 juli).

Gemuruh ajang akbar olahraga empat tahunan sekali tersebut seolah sedikit meredupkan nyala perayaan khusus anak-anak berskala nasional. Meski demikian, setidaknya anak-anak di rumah mendapat tontonan berkualitas tentang semangat ksatria dan sportivitas dari pelaksanaan olahraga.

Dalam konferensi pers perhimpunan lima profesi dokter Indonesia pada 18 Juni, Ikatan Dokter Anak Indonesia, merilis, di tengah lonjakan kasus baru harian Covid-19, terjadi pula peningkatan tajam penularan dan bahkan kematian pada anak-anak. Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Profesor Aman Bhakti Pulungan mengatakan, data nasional menunjukkan konfirmasi virus corona pada anak berusia nol sampai 18 tahun mencapai 12,5%.

Artinya, satu dari delapan kasus konfirmasi Covid-19 adalah anak-anak. Data IDAI juga menunjukkan case mortality atau tingkat kematiannya mencapai 3% sampai 5% sehingga Indonesia menjadi salah satu negara dengan  tingkat kematian tertinggi di dunia.

Fenomena menarik yang terjadi bersamaan adalah terjadinya lonjakan tajam akibat varian Delta di era PPKM ternyata baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dampak terburuk yaitu meningkatnya kerentanan anak menjadi korban kekerasan. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak melalui Sistem Informasi Perempuan dan Anak (Simfoni PPA) pada periode 1 Januari hingga 9 Juni 2021, mencatat sebanyak 3.314 kasus dengan jumlah korban sebanyak 3.683 anak. Sebuah angka yang cukup besar.

Sebelum pandemi, tercatat ada 1.888 anak perempuan menjadi korban kekerasan, setelah pandemi angka ini meningkat menjadi 5.242 anak perempuan. Untuk anak laki-laki jumlahnya memang tidak sebanyak anak perempuan, tapi tetap mengalami peningkatan. Sebelum pandemi terdapat 997 anak laki-laki menjadi korban kekerasan, setelah pandemi meningkat menjadi 2.616 anak. 

Lonjakan tajam ini tentu memicu keprihatinan banyak pihak dan terasa luput dari sorotan media massa. Dugaan kuat terjadinya stress, himpitan ekonomi, dan rendahnya akses sosialisasi bermain, sangat mungkin, menjadi akar penyebab terjadinya kenaikan drastis angka tersebut. 

Persoalan lain yang sangat serius untuk diperbaiki adalah lemahnya pencatatan data valid berjenjang, Tidak mudah mendapatkan data kekerasan terhadap anak . Ada kemungkinan banyak kasus yang belum terdata dan tidak terungkap. Faktor sebaran data yang tersedia di berbagai unit layanan penanganan kekerasan rentan miss calculation dan peliknya lagi belum ada standar data. Otomatis sinkronisasi dan integrasi yang real time adalah kunci.

Setali tiga uang, analisa tersebut diperkuat oleh Kepala Biro Data dan Informasi Kemen PPPA Lies Rosdianty dan dikutip dari laman Ruang Guru PAUD Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (24/6). Beliau mengatakan data valid sangat bermanfaat sebagai dasar dalam penyusunan kebijakan, program, dan kegiatan penanganan kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Darurat Literasi dan Solusi

Dalam Teori Sigmund Freud tentang mimpi, dari perspektif psikologi merupakan sebuah pemahaman yang baru dalam hal pendekatan terhadap analisis psikologi melalui mimpi dalam psikologi tersebut. Mimpi dalam psikologi yang dikatakan oleh Freud adalah hal yang tidak berhubungan dengan hal mistis seperti ilham atau untuk meramalkan masa depan. Momen himpitan kekerasan terhadap anak yang juga bersamaan dengan raihan medali terkhusus emas dan nyanyian Indonesia Raya yang tersiar ke seantero negeri adalah paradoksial menarik. Tumbukan antara mimpi anak meraih medali dan realitas kekerasan terasa berbenturan.

Secara psikologis tontonan masif Olimpiade diyakini meningkatkan kekuatan sebagai bangsa besar bahwa kita bisa.  Kebanggaan sebagai bangsa dengan semangat nasionalisme membara dan dorongan mimpi kuat untuk setiap anak Indonesia bahwa menjadi atlit kelas dunia adalah dapat diraih siapa saja dengan perjuangan keras membara terefleksi kuat pada tontonan tersebut.

Upaya perlindungan anak dari hal–hal seperti kekerasan terhadap anak, pelecehan seksual, tontonan tidak memenuhi standar usia, rendahnya bacaan, ancaman hoaks yang menyerbu serta  minimnya acara atau event berkualitas adalah pekerjaan yang menuntut Kemen PPPA harus dapat kreatif secara progresif mensolusikannya.

Sosialisasi terus menerus dan kampanye yang variatif dengan didukung para pemangku kepentingan lain, diharapkan mampu memberi pemahaman kuat bagi orang tua khususnya.  Salah satu contoh menjanjikan adalah bentuk kreatif garapan Universitas Prasetiya Mulya S1 Branding dengan tiga brand anak terkemuka PIBO, Semesta Anak, dan Pandawa Junior yang mengadakan aktivitas serius melibatkan sekaligus ibu dan anak dalam berbagai ragam kegiatan Juli lalu membawa angin segar bagi kemajuan literasi anak Indonesia yang dinilai sudah memasuk fase darurat nasional.

Besarnya peranan dan kontribusi orang tua, menjadi kunci awal yang penting dalam memfilter, mengkurasi dan sekaligus melindungi anak dari berbagai ancaman menghadang. Kemen PPA harus segera bergegas merumuskan suatu road map, aksi kolaborasi dan membangun jejaring kuat bekerjasama dengan kementerian semisal Kemendikbud dan Kominfo, pemerintah daerah, LSM, media massa dan sekolah atau universitas sudah harus ditingkatkan volumenya, tidak hanya sekedar terjebak pada aktivitas rutin.

Pada bulan kemerdekaan ini, ada satu kutipan menarik dari Presiden Amerika Serikat ke-35 John F. Kennedy yang menarik untuk diingat. "Anak-anak adalah pesan yang kita kirimkan ke masa yang tak akan kita temui dan mempersiapkannya semenjak dini sebagai tunas bangsa adalah harga mati untuk sebuah peradaban gemilang dimasa datang," ucapnya. 

Luki Safriana
Pengajar Paruh Waktu Prodi S1 Event Universitas Prasetiya Mulya, Mahasiswa Doktoral PSL-IPB University

Catatan Redaksi:
Katadata.co.id menerima tulisan opini dari akademisi, pekerja profesional, pengamat, ahli/pakar, tokoh masyarakat, dan pekerja pemerintah. Kriteria tulisan adalah maksimum 1.000 kata dan tidak sedang dikirim atau sudah tayang di media lain. Kirim tulisan ke opini@katadata.co.id disertai dengan CV ringkas dan foto diri.