Sejak 2010, Indonesia Mengajar hadir melalui terobosan para pengajar muda yang datang silih berganti di wilayah Timur Indonesia.
Selama 12 tahun perjalanan, Indonesia Mengajar telah menyaksikan potret-potret perjuangan yang diinisiasi dan digaungkan oleh para penggerak pendidikan di Timur Indonesia.
Indonesia Mengajar ikut bekerja bersama penggerak pendidikan dan mendapat berbagai cerita yang menampik asumsi terhadap kenyataan pembangunan SDM Timur Indonesia.
Meskipun tak bisa dibenarkan (terlebih lagi dinormalisasi), kemunculan asumsi-asumsi miring tentang Timur Indonesia dihadirkan melalui pemberitaan tentang perspektif yang cenderung negatif: intoleran, serba kekurangan, bahkan rentan terhadap kekerasan.
Kondisi di lapangan tidak selalu sesuai dengan asumsi-asumsi yang sering diberitakan di berbagai media. Sejauh ini, langkah paling ideal untuk bisa memahami Timur Indonesia, yakni dengan mendalami secara langsung upaya pengembangan di Indonesia Timur.
Ketua Yayasan Gerakan Indonesia Mengajar, Hikmat Hardono, Indonesia Mengajar kali ini melakukan langkah sebaliknya, yakni menghadirkan masyarakat dari berbagai wilayah Timur Indonesia untuk membagi pengalaman membangun SDM di Timur Indonesia melalui Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia.
Menurut dia, penting untuk mendengar lebih baik dari masyarakat, tidak hanya mendengar dari akademisi. Apalagi, masalah ketertingalan di Indonesia Timur adalah benang kusut yang harus diurai pelan-pelan.
“Saya khawatirnya justru karena kita suka buru-buru membayangkan harus ada satu solusi tunggal dan raksasa,” kata Hikmat,” sehingga harus berpikir dan bersepakat atas satu solusi jangan-jangan tekniknya atau pendekatannya lebih terbuka saja dan lebih beragam.”
Apalagi, kata dia, tantangan manusia dan budaya di Timur Indonesia cukup berat. Karena itu, Indonesia mengajar menginginkan sebuah langkah yang lebih terbuka, mendengar dan turun langsung ke lapangan, turut merasakan langsung saja yang terjadi di sana. “Syaratnya untuk berani beragam dengan pendekatan di lapangan harus terbuka dulu,” ujarnya.
Dia melanjutkan, pada umumnya seseorang tak pernah bisa memahami bahwa pendekatan pengembangan pendidikan bisa dan harus beragam, “tanpa kita berani mendengar dan bersikap terbuka lebih dalam tentang apa yang sesungguhnya terjadi di lapangan.”
Adapun Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia dikemas dalam sajian berbagai ruang untuk wahana interaksi dan diskusi. Menghadirkan berbagai pembicara yang mengalami dan menyelami bagaimana sesungguhnya pendidikan di Timur Indonesia.
Dalam konferensi ini, pembicara menuturkan fakta-fakta, membagikan potret-potret perjuangan di daerah, mengajak seluruh peserta untuk bersama-sama menyelami realita.
Konferensi ini akan menyediakan ruang-ruang untuk berdiskusi dan melihat lebih dekat tentang pendidikan di Timur melalui Ruang Kebijakan, Ruang Budaya dan Pendidikan, Ruang Dampak Berkelanjutan, Ruang Inisiatif, dan Ruang Interaksi.
“Kami buat semacam forum di mana orang -orang ini, penggerak-penggerak riil di lapangan bercerita dengan perspektif mereka tanpa di-just lebih dahulu, tanpa dihakimi lebih dahulu,” ujar Hikmat,”dan kami mencoba mendengarkan lebih dingin dan terbuka.”
Selain berdiskusi dan bertemu langsung dengan penggerak pendidikan, konferensi ini juga menghadirkan Pesta Dansa untuk merasakan budaya dan tradisi masyarakat Timur Indonesia.
Amos Atkana, salah satu narasumber yang dihadirkan langsung dari Kabupaten Maybrat akan menceritakan upayanya mendirikan Rumah Belajar Atmatu dan mengajak orang lain untuk turut berkontribusi bagi pendidikan dengan mengadakan kegiatan Nama Bacita-Cita.
Kegiatan ini merupakan sebuah perkenalan beragam profesi kepada siswa Paud hingga SMA di Maybrat, Papua Barat.
Selain itu, para peserta konferensi akan juga akan mendengar cerita dari Tersiana Tade, orang tua siswa dan guru di Kabupaten Sabu Raijua yang menghadirkan pembelajaran kreatif dan kontekstual berdasarkan potensi daerah di kelas.
Narasumber lainnya dari Kepulauan Aru, Musa Labetubun, seorang Kepala Sekolah di SD Inpres Kolijabi yang juga penempatan Pengajar Muda.
Musa Labetubun akan membagikan pandangan tentang melibatkan orang tua dalam proses belajar anak dengan membagikan tablet yang merupakan faslitas sekolah (sebelumnya hanya diletakan dl gudang) untuk ikut mendampingl anak-anak belajar di rumah.
Adapun Konferensi Pendidikan di Timur Indonesia berlangsung selama dua hari, mulai 24 sampai 25 September di Kementerlan Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Jakarta.
Kegiatan ini akan menghadirkan berbagai pihak, mulai dari masyarakat Timur Indonesia, para penggerak pendidikan, pemerintah daerah dan pusat, NGO, media, hingga akademisi dan peneliti pendidikan di wilayah Timur.