Bagi sebagian pasangan suami istri di Indonesia, kehadiran anak di dalam keluarga masih menjadi dambaan. Namun demikian, para calon ayah dan ibu kerap dihantui banyaknya dana yang perlu disiapkan untuk sang buah hati, terutama untuk keperluan pendidikan. Menurut data Badan Pusat Statistik, terjadi rata-rata kenaikan biaya pendidikan sebanyak enam persen dalam rentang 2015 hingga 2017, terutama di tingkat perguruan tinggi.
Tingginya biaya pendidikan di Indonesia menyebabkan anak-anak putus sekolah, bahkan sebagian dari mereka yang tidak beruntung tersebut harus ikut bekerja untuk mencari nafkah. Setidaknya ada 1,6 juta pekerja anak di Tanah Air. Hal ini berbanding lurus dengan tingkat putus sekolah yang juga cukup besar di berbagai daerah di Indonesia. Di level SD pada tahun ajaran 2017/2018 tercatat 32 ribu anak yang putus sekolah. Di level SMP, jumlah siswa yang tidak bisa melanjutkan pendidikannya mencapai 51 ribu anak. Sedangkan untuk SMA dan SMK tercatat masing-masing 31 ribu dan 73 ribu anak.
Selain urusan pendidikan, mahalnya biaya kesehatan juga menjadi hal yang menjadi pertimbangan para calon orang tua. Terjadi peningkatan biaya pada tarif dokter umum, tarif rumah sakit, biaya laboratorium dan biaya check-up. Kenaikan paling signifikan terjadi pada biaya check-up, mencapai 89,5 persen dari 2015 ke 2017.
Tak hanya itu, satu dari sepuluh anak Indonesia mengalami kekurangan gizi akut dan satu dari tiga anak Indonesia mengalamai stunting. Indikator-indikator tersebut menjelaskan bahwa kondisi anak-anak di Indonesia masih dalam keadaan vulnerable atau masih berisiko cukup tinggi atas eksploitasi, pelecehan, kekerasan dan penelantaran.