Komoditas sutra sempat berjaya di Sulawesi Selatan (Sulsel) pada periode 1970-an. Kala itu, sekitar 3,5 ribu petani yang tersebar di 13 kabupaten mengembangkan komoditas ini. Namun, pengembangannya terus meredup hingga hanya tersisa 75 petani di 2 kabupaten pada saat ini.
Melihat situasi tersebut, Pemerintah Provinsi Sulsel berupaya menghidupkan kembali kejayaan sutra. Caranya dengan pendekatan kebijakan berbasis bukti yang bekerja sama dengan Yayasan BaKTI dan didukung oleh Knowledge Sector Initiative (KSI).
Strategi yang dilakukan adalah dengan menggandeng berbagai pihak seperti peneliti dan ahli dari universitas, pemerintah daerah, dan organisasi masyarakat sipil. Selanjutnya, Badan Perencanaan Pembangunan, Penelitian dan Pengembangan Daerah (Bappelitbangda) Pemprov Sulsel menyusun kajian yang komprehensif.
Kajian tersebut menetapkan isu penting, melakukan identifikasi masalah, dan memberikan rekomendasi program untuk dijadikan pertimbangan dalam penyusunan kebijakan. Kajian ini bersifat menyeluruh dari sektor hulu, manufaktur, hilir, dan lintas sektor.
Melalui pendekatan kebijakan berbasis bukti, sutra Sulsel diharapkan bisa berjaya kembali. Selain sebagai warisan budaya yang perlu dilestarikan, keberadaan sutra juga dapat dikembangkan untuk menyejahterakan masyarakat.