Bermula dari laporan utama Majalah TEMPO berjudul "Kantong Bocor Dana Umat" pada akhir pekan lalu, menyita perhatian publik terhadap lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang berbuntut tagar #AksiCepatTilep di media sosial. Laporan TEMPO membongkar dugaan penyelewengan dana organisasi untuk kepentingan pribadi dan aktivitas terlarang.

Lembaga nirlaba itu dilaporkan bisa menggaji para petingginya ratusan juta rupiah beserta fasilitas mobil mewah. Terkuak jika gaji Presiden ACT sebelumnya, Ahyudin mendapat gaji Rp 250 juta per bulannya. Sementara petinggi-petinggi di bawah jabatan Presiden diupah Rp 30-150 juta per bulan.

Di indikasi dengan fasilitas dan kemewahan yang diberikan untuk para pemimpinnya, membuat ACT berada dalam krisis keuangan. Namun, Ibnu Khajar menjelaskan fasilitas tersebut sudah dicabut karena donasi yang masuk ke lembaga ini menurun.

"Jadi kalau pertanyaan apa sempat berlaku (gaji Rp 250 juta), kami sempat memberlakukan di Januari 2021 tapi tidak berlaku permanen. filantropi kami minta kepada karyawan minta dikurangi gajinya. Saya saja, kami yang berada di pimpinan presidium, yang diterima tidak lebih dari Rp 100 juta yg mengelola 1.200 karyawan," terang Ibnu dalam jumpa pers di Menara 165, Jakarta Selatan pada (4/7).

Sebagai perbandingan, donasi yang diterima oleh ACT berdasarkan laporan keuangan yang dirilisnya, bisa melebihi Rp 500-an miliar sepanjang 2018-2020. Lembaga sosial ini memotong 13,5% dari donasi untuk kegiatan operasionalnya.