Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati menjelaskan, gempa di Cianjur terjadi karena adanya pergerakan patahan.
“kami menduga sesar itu bukan sesuatu yg sendirian. Patahan tunggal. Barangkali itu merupakan sistem sehingga memang benar pusat gempa tidak tepat berada di garis patahan,” ujarnya dalam konferensi pers, Kamis (24/11) sore.
Ia menjelaskan ada dua kemungkinan, yang pertama patahan memiliki bidang miring, sehingga ketika diproyeksikan ke atas permukaan, pusat gempa cianjur tidak tepat berada di atas garis patahan karena bidang yang miring, kedua, ada kemungkinan berkembangnya patahan baru yang masih merupakan bagian dari sistem patahan Cimandiri.
Namun Dwikorita menegaskan bahwa hipotesis tersebut sifatnya sementara dan kemungkinan masih akan berkembang sejalan dengan proses pengumpulan data yang masih terus dilakukan oleh BMKG.
Selain dari letaknya yang berada di atas episenter, banyaknya kerusakan parah yang terjadi akibat gempa Cianjur ini juga dipengaruhi oleh struktur bangunan. Menurutnya kondisi tanah tidak terlalu signifikan berpengaruh, sehingga rumah-rumah yang nanti akan dibangun kembali, masih bisa dibangun di tanah yang sama, asalkan dengan struktur bangunan tahan gempa.