Indra Rudiansyah, Mahasiswa Indonesia di Balik Vaksin AstraZeneca

YouTube: Deutsche Bank
Indra Rudiansyah
Penulis: Maria Margaretha
21/7/2021, 21.29 WIB

ZIGI – Nama Indra Rudiansyah ramai dibicarakan karena kontribusinya dalam pengembangan vaksin AstraZeneca. Mahasiswa doktoral di Oxford University ini merupakan anggota peneliti dalam tim yang dipimpin oleh Profesor Sarah Gilbert dari Jenner Institute, Kampus Oxford, Inggris.

Sarah Catherine Gilbert adalah penemu vaksin AstraZeneca yang teruji mampu melawan virus Covid-19. Belakangan, sosoknya viral setelah menerima penghormatan khusus di pembukaan turnamen tenis Wimbledon pada 28 Juni 2021. 

Siapa sangka, ada putra bangsa yang ikut andil dalam kesuksesan vaksin AstraZeneca. Seperti apa sosok Indra Rudiansyah? Yuk simak artikel selengkapnya!

Pengalaman Indra Rudiansyah

Indra Rudiansyah adalah salah satu mahasiswa penerima program beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) dari Kementerian Keuangan. Saat ini ia menempuh pendidikan doktoral (S3) Clinical Medicine di Universitas Oxford, Inggris.

Alumnus S2 Bioteknologi Institut Teknologi Bandung (ITB) ini sedang mengerjakan thesis penelitian vaksin malaria. Sebelumnya, Indra juga terlibat dalam pengembangan vaksin rotavirus dan novel polio di Biofarma.

Dalam video perkenalan berjudul “The Oxford Vaccine: Meet The Team Behind The Breakthrough” di kanal YouTube Deutsche Bank, Indra menjelaskan selama ini dirinya berfokus pada vaksin virus penyakit menular seperti HIV, ebola dan penyakit lain yang berpotensi menjadi pandemi.

Melihat dari pengalaman tersebut, Indra Rudiansyah berhasil diterima dalam tim pengembangan vaksin AstraZeneca sejak awal tahun 2020. Sarah Gilbert mempercepat pembuatan vaksin dengan merekrut sejumlah mahasiswa pasca sarjana lintas disiplin ilmu di Oxford.

“Saya merasa sangat bangga dan bersyukur bisa ikut serta dalam projek ini. Karena saya bisa berkontribusi untuk masyarakat dan melawan pandemi ini. Saya bersyukur bisa bekerja dengan orang-orang yang bertalenta dan ahli di bidangnya,” ungkap Indra.

Tantangan yang Dihadapi Indra Rudiansyah

Dalam tim vaksin AstraZeneca, Indra Rudiansyah fokus meneliti respon antibodi relawan menggunakan metode ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay). Metode ini sebelumnya digunakan untuk mengevaluasi vaksin malaria.

Selama 11 bulan mengembangkan vaksin AstraZeneca, tantangan terbesar yang dirasakan Indra adalah bagaimana mereka berlomba dengan waktu. Fleksibilitas di laboratorium juga cukup terbatas akibat sosial distancing.

“Mengerjakan projek ini cukup menantang, kita balapan dengan waktu dan virus. Kami tahu banyak orang meninggal karena pandemi Covid-19. Tantangan lainnya, kami harus bekerja dalam kondisi yang berbeda akibat pandemi, sosial distancing menyebabkan keterbatasan ruang gerak di laboratorium,” tuturnya.

Dilansir dari Katadata.co.id, vaksin AstraZeneca mulai diproduksi pada September 2020. Sebulan kemudian, vaksin ini disetujui oleh pemerintah Inggris dan mulai diberikan ke warga pada 4 Januari 2021. 

Normalnya vaksin baru paling tidak memerlukan waktu lima tahun hingga tahapan uji preklinis. Namun vaksin dapat digunakan di tengah kondisi darurat sambil terus melalui percobaan klinis.

“Menurutku Oxford sangat istimewa karena sebagai universitas kami independen. Setiap rencana dan keputusan apapun yang dibuat berdasarkan data hasil uji ilmiah di lapangan. Hal ini sangat penting karena kami ingin membuat vaksin yang dipercaya oleh masyarakat, kami tidak ingin masyarakat meragukan vaksin ini. Sebab vaksin bisa menyelamatkan banyak nyawa,” tutur Indra Rudiansyah.