Pariwisata di Indonesia merupakan sektor yang memiliki posisi penting bagi pertumbuhan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Jika melihat Sasaran Pembangunan Pariwisata 2015-2019, Badan Perencanaan Pembangunan Nasional atau Bappenas menargetkan kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB dapat mencapai 8 persen dengan target kunjungan wisatawan nusantara sebanyak 275 juta pada tahun 2019.
Potensi perkembangan pariwisata di Indonesia cukup besar, apalagi jika mengacu pada data kinerja pertumbuhan pariwisata dari World Trade Tourism Council (WTTC) yang menempatkan Indonesia di peringkat sembilan besar dunia.
Data perjalanan wisatawan nusantara dan total pengeluaran sepanjang tahun 2013-2017 menunjukkan tren positif pada setiap tahunnya. Demikian pula, data BPS yang mencatat terdapat 250,04 juta perjalanan pada 2013 dan meningkat 20 juta perjalanan menjadi 270,2 juta perjalanan pada 2017 dengan total pengeluaran mencapai Rp 253,45 triliun. Kenaikan jumlah perjalanan tersebut meningkatkan pengeluaran pariwisata yang mencapai 9 persen per tahun.
Kenaikan jumlah pengeluaran dan jumlah perjalanan di sektor pariwisata tersebut menunjukkan adanya pertumbuhan ekonomi, peningkatan daya beli, dan situasi keamanan yang kondusif. Data tersebut semakin menguatkan potensi perkembangan pariwisata, apalagi dengan ditetapkannya 10 Destinasi Wisata Prioritas yaitu: Danau Toba, Tanjung Kelayang, Mandalika, Wakatobi, Pulau Morotai, Kepulauan Seribu, Tanjung Lesung, dan Borobudur.
Potensi Pertumbuhan Pariwisata Melalui Budget Travelling
Salah satu jenis perjalanan yang dapat mendongkrak pertumbuhan pariwisata adalah dengan mengoptimalisasi perkembangan tren budget travel. Budget travel merupakan bentuk wisata yang menempatkan anggaran sebagai pertimbangan penting, terutama dengan memilih akomodasi dan transportasi dengan harga terjangkau.
Milenial yang lahir pada rentang tahun 1980-an sampai pertengahan 1990-an sebagian besar masuk dalam kategori budget traveller. Laporan dari Asia Travel Leaders Summit menyebutkan bahwa karakter wisatawan milenial Indonesia merupakan yang paling memperhatikan keterjangkauan harga jika dibandingkan dengan karakter wisatawan China, Singapura, dan India.
Kelompok anak muda ini juga memiliki karakter tersendiri yakni lebih memilih untuk melakukan perjalanan wisata berbasis penggunaan teknologi digital saat memesan budget hotel dan tiket transportasi. Jika dilihat dari distribusi perjalanan wisatawan nusantara menurut kelompok umur, 31% wisatawan nusantara berada pada rentang umur 15-34 tahun.
Fenomena budget travelling memunculkan pertumbuhan bisnis budget hotel yang sebagian besar dipilih karena keterjangkauan harga. Survei Jakpat dengan judul “What do Indonesians Seek in Budget Hotel” menunjukkan bahwa 91% wisatawan memesan budget hotel karena harga kamar yang terjangkau, selain faktor lokasi dan jaminan kenyamanan kamar.
Teknologi 4.0 untuk Bisnis Perhotelan di Indonesia
Kajian GfK Consulting dan Google pada 2015 menyebutkan bahwa pemesan hotel di Indonesia bergantung pada penggunaan digital untuk mencari inspirasi perjalanan, riset, dan melakukan pemesanan. Hal ini sejalan dengan temuan survey Jakpat yang bertajuk “Travelling Trends 2018” yang menyebutkan bahwa para pelancong biasanya lebih memanfaatkan saluran daring dalam melakukan pemesanan untuk kebutuhan wisata.
Survei tersebut melibatkan 2.905 responden yang tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali dan Nusa Tenggara, serta Papua dan Maluku. Hasilnya, sebanyak 81,47% responden menyatakan bahwa mereka menggunakan saluran daring untuk merencanakan perjalanan. Beberapa aplikasi perjalanan yang digunakan ialah Airy, Traveloka, Tiket.com, Pegipegi, Agoda, dan Booking.com. Sebagian besar dari mereka memanfaatkan dua layanan aplikasi perjalanan yang berbeda.
Maraknya penggunaan online travel booking di Indonesia sejalan dengan transformasi digital yang terjadi secara global. Operator wisata dan perjalanan semakin melakukan penyesuaian dengan arus digitalisasi pada industri jasa.
Beberapa tahun terakhir, kita menyaksikan betapa telepon seluler sangat diandalkan untuk berbagai hal. Tentu, mencakup pula aktivitas online travel booking. Hal ini terindikasi dari 62,9 persen populasi dunia memiliki ponsel pintar dan rata-rata menggunakannya 3,5 - 5 jam sehari.
Seiring dengan hal tersebut, travel booking via perangkat mobile, seperti ponsel, meningkat. Data Trekk Soft berjudul “Travel Trends Report 2019” menyebutkan, porsi mobile booking naik dari 51,5 persen (2017) menjadi 56,7 persen (2018), selebihnya memesan melalui perangkat desktop.
Pada sisi lain, berdasarkan data Statista, diproyeksikan pendapatan dari aktivitas pemesanan via online travel sekitar US$ 4,29 juta sepanjang 2019. Secara global pasar Indonesia jauh lebih kecil dibandingkan dengan Amerika Serikat (AS). Negeri Paman Sam menghasilkan sekitar US$ 99,06 juta pada 2019.
Pendapatan diharapkan terus tumbuh sekitar tujuh persen hingga empat tahun mendatang. Alhasil pada 2023, volumenya diperkirakan mencapai US$ 5,63 juta. Adapun, pengguna aplikasi perjalanan di Tanah Air pada tahun ini sekitar 17,3 juta. Pemesanan paling dominan adalah hotel mencapai US$ 2,2 juta.
Pertumbuhan aplikasi perjalanan di Indonesia yang semakin bermunculan juga ditandai dengan kemunculan Airy. Airy merupakan salah satu operator hotel virtual di Indonesia. Sejumlah pemilik penginapan menyatakan, kerja sama dengan Airy sangat membantu khususnya dari segi pemasaran. Aplikasi ponsel memudahkan konsumen se-Indonesia menjangkau hotel budget yang dikelola Airy.
“Pemasaran bagus tetapi ternyata tempatnya (saat dikunjungi) biasa saja, ya bagaimana juga. Orang akan membayar sesuai dengan kepuasan mereka,” ucap Steven selaku salah satu pemilik properti yang bekerja sama dengan Airy, di Bandung, belum lama ini.
Guna meningkatkan kepuasan konsumen, Steven memberanikan diri menginjeksi modal lebih. Dana miliaran rupiah dikucurkan untuk merenovasi berbagai fasilitas yang ada di hotelnya. Dia menginginkan, seiring perbaikan fasilitas dan kenyamanan maka harga sewa juga bisa dikerek.
Sementara itu, pemilik properti Airy di Jakarta bernama Stefanie mengutarakan, pihaknya sempat mencari peluang kerja sama pemasaran dan manajemen hotel kepada beberapa operator. Fokus utama adalah untuk mempromosikan penginapannya secara daring guna menarik konsumen lebih banyak.
“Awalnya, kami mencari penginapan yang bisa dipasarkan secara online. Dan kami dengar Airy bisa memasarkan secara daring untuk kost-kostan. Terlebih Airy mengelola secara menyeluruh dan kami bisa meminta pelatihan untuk karyawan,” katanya.
Seorang pemilik penginapan di Medan, Alexander, mengaku senang bekerja sama dengan Airy. Dua perbaikan mencolok yang terasa ialah terkait kondisi fisik bangunan hotel serta transparansi pengelolaannya.
“Dulunya tempat ini kost bulanan dan saya pikir hanya sebagai pendapatan pasif jadi tidak diurus. Lalu kerjasama dengan Airy sejak akhir 2018. Fisik bangunan waktu bangunan kost ada 28 kamar, lalu menjadi hotel budget dipadatkan jadi 18 kamar,” tutur Alexander.
Peningkatan standar dan kualitas layanan dan bangunan pasca bermitra dengan Airy, membuat tingkat keterisian (okupansi) kamar membaik. Beberapa pemilik properti mengatakan, kendatipun merasa harga sewa per kamar belum optimal tetapi diakui bahwa okupansi terjaga baik. Dengan kata lain, kamar yang ada penuh tidak hanya saat musim liburan.
“Okupansi sangat jauh lebih baik sekarang tentu karena ada fasilitas dan standar yang kami perbaiki. Sekarang, di sini, trennya pada saat hari biasa atau hari kerja okupansi sekitar 70 persen dan full saat akhir pekan,” ucap Alexander.
Dari sisi konsumen, kehadiran Airy memudahkan proses pemesanan hotel. “Aku lebih milih online karena udah ada banyak informasinya. Jadi pas sampe sini tinggal beres. Sudah selesai semuanya.” tutur Rosiatulmunah dan Safira yang memesan kamar airy di Hotel Poncowinatan, Jogja.
Hal senada disampaikan oleh Nano Wahyu yang memesan kamar di Airy Jakarta yang sudah terbiasa memesan kamar airy melalui aplikasi. “Iya lewat aplikasi, dari handphone saya sendiri yang pesan. Mudah sih, ngga ribet lah. Pembayaran kan bisa via mana aja, biasanya saya transfer bank”.
Peran Airy Dalam Menyerap Tenaga Kerja Lokal di Sektor Pariwisata
Kehadiran Airy yang semakin bertambah juga berdampak pada terserapnya tenaga kerja di industri perhotelan dan pariwisata. Namun penyerapan tenaga kerja juga harus diiringi dengan peningkatan kapasitas yang terampil. Maka dari itu, pembinaan usaha pariwisata bagi masyarakat lokal dan fasilitasi pengembangan serta peningkatan jenjang keterampilan tenaga kerja lokal menjadi bagian dari arah program pembangunan industri pariwisata nasional.
Peningkatan keterampilan sumber daya manusia (SDM) lokal penting untuk keberlanjutan investasi jangka panjang. Apalagi, performa SDM Indonesia dalam indeks daya saing pariwisata masih berada di posisi 64 dunia dan peringkat 4 terakhir di ASEAN (The Travel & Tourism Competitiveness Report, 2017).
Laporan Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) menyebutkan, seperti halnya sektor perekonomian lain, lapangan kerja merupakan dimensi penting untuk menandai pentingnya pariwisata dari sudut pandang produktif, sosial, dan strategis. Pariwisata merupakan sektor yang secara signifikan mampu membuka kesempatan kerja.
Hal itu tertera dalam kajian ILO berjudul “Mengukur Lapangan Kerja dalam Industri Kepariwisataan (Studi Kasus Indonesia)”. Studi ini memaparkan, tingkat pembangunan pariwisata di daerah/provinsi seluruh Indonesia yang sering digambarkan menurut skala dan jumlah investasi; jumlah usaha formal termasuk pembangunan tempat (resor, hotel, dan akomodasi lain); jumlah restoran dan kafe; jumlah tempat hiburan dan pusat rekreasi; jumlah taman bermain, serta berbagai usaha formal lain.
Namun, selain usaha formal, sektor pariwisata turut menggeliatkan kemunculan usaha informal berskala mikro, kecil dan menengah (UMKM). Kehadiran mereka mungkin belum signifikan menyumbang pendapatan bagi pemerintah tetapi sangat berarti khususnya bagi wisatawan beranggaran rendah alias budget traveler. Tak hanya itu, UMKM juga menyerap tenaga kerja sehingga membantu menekan populasi pengangguran. Berdasarkan data Survei Tenaga Kerja Nasional (Sakernas) yang dikutip dalam Buletin APBN Pusat Kajian Badan Keahlian DPR RI, industri pariwisata menyumbang 10,36 juta orang atau setara 9,03% total tenaga kerja nasional di 2017.
Permintaan pariwisata di Tanah Air bervariasi, ada pasar high-end dan low-end. Pariwisata kelas atas berdampak terhadap kebutuhan tenaga kerja berpendidikan atau terlatih. Untuk pasar kelas bawah mencakup wilayah yang lebih luas serta melibatkan sektor informal dalam perekonomian lokal. Segmen low-end turut menciptakan pekerjaan bagi mereka yang kurang berpendidikan atau kurang bahkan tidak terlatih.
ILO mengelaborasi bahwa pariwisata merupakan sektor padat karya yang melibatkan orang terlatih dan berpengalaman maupun sebaliknya. Dunia kerja dalam pariwisata dapat dilihat dari dua perspektif berbeda, sisi positif misalnya, bekerja di sektor ini menyenangkan karena bekerja di tempat-tempat menyenangkan dan berpeluang bertemu orang-orang bahagia dan santai, contohnya pemandu wisata. Tapi sisi lainnya, pariwisata mungkin dipandang sebagai bidang yang tidak pasti bagi mereka yang benar-benar membutuhkan kerja penuh waktu untuk menunjang penghidupan layak.
Statistik yang dipakai dalam Neraca Satelit Pariwisata Indonesia menunjukkan, pekerja di industri yang terkait dengan pariwisata kebanyakan lulusan sekolah menengah atau lebih rendah. Hanya 14,39% yang lulusan pendidikan tinggi. Tenaga kerja dengan latar belakang pendidikan tinggi bukan tidak mendapatkan tempat di sektor pariwisata. Mereka tak banyak terserap justru karena pengusaha tidak bisa memberikan bayaran sesuai ekspektasi calon karyawannya.
Pada tahun 2018, Airy melalui Airy Community dalam kampanye #BersamaAkomodasiLokal telah mengadakan pelatihan di berbagai daerah seperti Jabodetabek, Malang, Semarang, Surabaya dan Yogyakarta dengan total peserta mencapai 594 orang dan terus bertambah. Pada tahun 2019, Airy Community kembali digelar untuk membantu pengembangan kapasitas dan kualitas SDM mitra-mitra Airy dengan melakukan pelatihan terutama di bidang front office dan housekeeping dengan target hingga 4.000 orang di 13 kota di Indonesia.
Kehadiran Airy memiliki dampak ekonomi terutama pada industri pariwisata dan ketenagakerjaan. Keberadaan Airy diakui bermanfaat, tidak hanya oleh konsumen, tentunya juga oleh pemilik properti hotel serta para pekerjanya. Pegawai salah satu hotel yang dikelola Airy di Bandung, Alan Robiansah, mengutarakan manfaat yang dirasakannya selama bekerja terutama kesempatan untuk memperbaiki keahlian.
Contohnya, kemampuan Alan dalam melayani dan menghadapi komplain tamu lebih terasah selama bekerja untuk Airy Rooms. “Handling komplain terutama dengan memohon maaf terlebih dulu lalu merespons apa yang dikeluhkan,” tuturnya. Kemampuan pegawai dalam menghadapi keluhan tamu pun dibarengi dengan berusaha memberikan solusi yang tepat.
Sri Winda, karyawan salah satu hotel yang dikelola Airy Rooms di Medan, mengimbuhkan bahwa dirinya lama-lama semakin terbiasa untuk tenang menghadapi berbagai sikap tamu. “Pokoknya, (sebisa mungkin) jelaskan duduk masalahnya, memohon maaf juga, dan nada suara sesopan mungkin,” ucapnya.
Sementara bagi Esti, pegawai hotel yang dikelola Airy Rooms di Jakarta, mengatakan bahwa manfaat yang sangat terasa adalah bertambahnya keterampilan. “Saya belajar step by step, dari tidak tahu sampai tahu. Awalnya saya canggung karena tidak punya background perhotelan. Karena semangat saya tinggi dan support bos, katanya tidak ada yang tidak bisa kalau kita berusaha.”
Tuntutan untuk bekerja secara multitask memperkaya keterampilan Esti di bidang perhotelan, misalnya tidak hanya menguasai housekeeping tetapi juga paham mekanisme front office. Selain Esti, banyak pegawai di mitra Airy tidak memiliki latar belakang pendidikan dan pekerjaan di bidang perhotelan. Maka, pelatihan ini pun terasa sangat penting.
Pada sisi pemilik properti, manfaat datang dari skema manajemen penuh oleh Airy (full management operations) atas hotel mereka. Pengelolaan yang profesional berdampak terhadap prospek omzet yang masuk kantong para owner. Contohnya dialami Alexander, property owner di Medan yang mampu menjaga porsi profit.
“Saya akan tambah jumlah property. Sudah berkontrak dengan Airy untuk kelola lima properti lagi. Semua berskema Airy flagship jadi full management oleh Airy,” katanya.
Hal senada juga disampaikan oleh Andika, pemilik hotel Airy di Jogja yang sebelum bermitra dengan Airy mengalami permasalahan manajemen karena tidak sanggup untuk memantau bisnis hotel-nya secara langsung. “Saya merasa hotel ini dulunya ada yang tidak beres, jadinya saya mencari yang full management sampai ke pembukuan.”
Dari sisi ketenagakerjaan, pemerintah mendukung adanya kontribusi kegiatan usaha yang melakukan pelatihan untuk peningkatan kapasitas masyarakat lokal. Hal tersebut disampaikan oleh Muchtar Aziz, selaku Kepala Sub Direktorat Pengembangan dan Harmonisasi Standar Kompetensi, Direktorat Jenderal Binalattas, Kementerian Ketenagakerjaan RI.
“Kementerian tenaga kerja selama ini sudah membangun kerjasama bersama berbagai macam stakeholder, termasuk dengan industri. Tentu Kementerian tenaga kerja sangat terbuka untuk dilakukan kerja sama, apakah itu kerjasama dalam bentuk kerjasama pelatihan oleh Airy dengan balai-balai latihan yang kita miliki,” kata Muchtar.
Bagi pemerintah, kehadiran budget hotel otomatis akan membuka pasar kerja dan membuka lapangan kerja. Lebih lanjut, Muchtar Aziz mengatakan “Dengan adanya Airy, maka lapangan kerja di bidang perhotelan semakin banyak sehingga peluang kerja semakin besar”. Oleh karena itu, yang diperlukan sekarang adalah bagaimana menyiapkan aspek ketenagakerjaannya untuk nanti bisa bekerja di budget hotel seperti Airy.
“Apa yg harus dilakukan dalam proses ini tentu melalui program-program ketenagakerjaan melalui skilling, atau pun up skilling, atau bahkan re-skilling.” lanjutnya.
Di sisi lain, kehadiran budget hotel yang menggunakan teknologi tentunya bagi lembaga pelatihan menjadi tantangan sendiri. Budget hotel yang berbasis optimasi penggunaan teknologi digital akan mengarah pada adanya efisiensi tenaga kerja.
“Oleh karena itu, diperlukan tenaga kerja yang bisa multitasking, misalnya Airy butuh seorang housekeeping, maka bukan hanya housekeeping yang diperlukan bisa jadi dia akan menjadi seorang office boy atau seorang resepsionis” ucap Aziz.
Di era digital, kemajuan perhotelan dan pariwisata membutuhkan kontribusi dari pelaku usaha terutama dengan kehadiran start-up lokal yang keberadaannya semakin signifikan. Kemunculan Airy dengan jumlah properti yang semakin bertambah dengan memberdayakan akomodasi lokal dan peningkatan kapasitas pegawai hotel merupakan salah satu upaya untuk memberdayakan ekonomi daerah.
Dengan demikian, kehadiran Airy jelas akan membuka pasar kerja baru, lebih lanjut, ini akan menjadi tantangan tersendiri bagi lembaga-lembaga pelatihan untuk menyiapkan tenaga kerja. Maka, demi menjaga keberlanjutan kualitas SDM dan penyerapan tenaga kerja, dibutuhkan kolaborasi antara pemerintah dengan dunia usaha.