ANALISIS DATA

Kiprah Milenial di Pucuk Pemerintahan


Penulis: Andrea Lidwina

18/02/2020, 10.00 WIB

Foto: ANTARA FOTO/Wahyu Putro A

Saya juga minta mereka untuk menjadi jembatan saya dengan anak-anak muda, santri, diaspora yang tersebar di berbagai tempat.” (Presiden Jokowi, 21 November 2019)

Keterlibatan anak-anak muda atau sering disebut “milenial“ dalam pengambilan keputusan di berbagai perusahaan dan lembaga semakin besar. Tak hanya itu, kaum milenial kini juga mengisi posisi di pemerintahan, bahkan hingga di ring 1 istana.

Pada Oktober dan November tahun lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengangkat sekurangnya sepuluh milenial ke dalam lingkaran terdekatnya. Tiga milenial menjadi menteri dan wakil menteri, sedangkan tujuh lainnya menjadi staf khusus.

Mereka adalah anak-anak muda dengan rentang usia antara 23-36 tahun. Dalam pandangan Jokowi, anak-anak mudalah yang dapat memahami perkembangan zaman. Keinginan memasukkan milenial untuk mengisi kabinet di periodenya yang kedua pun telah disampaikan berulang kali.

Generasi milenial, begitu katanya, dinilai dinamis, fleksibel, serta dapat mengikuti perubahan zaman dengan cepat. “Energik dan itu ada di anak-anak muda,” kata presiden dalam wawancara di KompasTV, 2 Juli 2019. Saat memperkenalkan tujuh orang staf khusus pada 21 November 2019, Jokowi mengatakan, mereka diharapkan dapat menjembataninya dengan anak-anak muda, santri, dan diaspora yang tersebar di berbagai tempat.

Dalam berbagai kesempatan, Jokowi –yang berusia 58 tahun-- sering menampilkan dirinya sebagai sosok yang ”muda”. Berkunjung ke tempat-tempat nongkrong anak muda, minum di kedai kopi, tampil menggunakan jaket denim, serta mengendarai sepeda motor modifikasi. Apalagi dua anak lelakinya berbisnis ”Startup”, bidang yang digandrungi anak-anak muda.

Dengan menempatkan anak-anak muda di lingkarannya, apakah presiden ingin membawa aspirasi generasi milenial di pemerintahannya? Apakah dengan demikian, mereka menjadi wakil anak-anak muda Indonesia yang jumlahnya mencapai 24 persen dari total populasi? Seperti yang disampaikan Jokowi, para staf khusus milenial tersebut menjadi penghubung dirinya dengan kalangan anak muda Indonesia.

Anak Muda Indonesia

Dalam tulisan ini kami menggunakan rentang usia anak muda yang dipatok dalam UU Kepemudaan Nomor 40 tahun 2009. Dalam UU tersebut, pemuda Indonesia adalah mereka yang berusia 16-30 tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah mereka mencapai 63,8 juta jiwa, atau sekitar 24,2 persen dari total populasi pada 2018 dan mayoritas tinggal di Pulau Jawa.

Mereka berasal dari latar belakang ekonomi yang beragam. Sekitar tiga per empatnya berasal dari kelompok ekonomi bawah dan menengah. Sementara 22 persen lainnya berasal dari kelompok pengeluaran rumah tangga teratas. Menurut BPS, garis kemiskinan Indonesia sekitar Rp 425 ribu per kapita pada Maret 2019.

Status ekonomi tersebut juga mempengaruhi tingkat pendidikan mereka. Hampir 69 persen anak muda dari keluarga dengan ekonomi teratas mampu menyelesaikan pendidikan hingga level SMA dan perguruan tinggi. Sementara anak muda di kelas ekonomi terbawah kebanyakan hanya mampu lulus pendidikan setingkat SMP.

Alhasil mereka yang memiliki keterbatasan ekonomi dan pendidikan, lebih cepat masuk ke pasar tenaga kerja. Kebanyakan dari mereka bekerja di sektor informal, menjadi supir atau pekerja  kasar. Jumlahnya pun cukup besar, yakni sebesar 35 persen. Sementara yang bergerak di bidang jasa sebanyak 6,5 persen, dan hanya 0,5 persen yang bekerja di level manajerial.

Dalam bekerja, mereka tidak terlalu loyal di satu perusahaan. Namun akan bertahan jika diberi kepercayaan untuk berkreativitas, fleksibilitas jam kerja, serta tim kerja yang mendukung. Mereka juga memiliki kemampuan multitasking dan punya minat untuk berwirausaha.

Aspirasi Anak Muda

Namun melihat anak muda tidak hanya dari sisi demografi. Mereka juga memiliki aspirasi untuk menunjukkan kemudaannya yang berbeda dengan generasi tua. Seperti kata James Siegel dalam Solo in the New Order (1986) yang mencirikan remaja pada masa Orde Baru dengan selera pada musik pop dan gaya berpakaian.

Hal ini juga terungkap dari riset yang dilakukan IDN Research Institute. Dalam laporan berjudul “Indonesia Millenial Report 2019”, aktivitas anak muda Indonesia saat ini sangat dipengaruhi dunia digital. Dari kuliner, traveling, hingga mencari kerja dilakukan secara daring.

Tak hanya soal selera dan gaya hidup, aspirasi yang juga kentara di kalangan anak muda adalah di bidang politik. Permasalahan politik memang tidak menjadi fokus perhatian para milenial. Hal ini tidak lepas dari minat terhadap pemberitaan seputar gaya hidup, film, teknologi yang dekat dengan kehidupan mereka. Sementara isu politik dianggap berat, rumit, dan membosankan. Namun mereka memiliki pandangan politik sendiri, terutama menyangkut kehidupan keberagaman Indonesia, demokrasi, keamanan, serta pemberantasan korupsi.

Mereka juga mengapresiasi kinerja pemerintah—terutama di aspek telekomunikasi dan internet, pendidikan, transportasi publik, serta pembangunan infrastruktur. Tetapi dalam persoalan ekonomi dan ketenagakerjaan, mereka berpandangan pemerintah masih memiliki banyak pekerjaan rumah. Terutama dalam menyediakan lapangan kerja yang layak, persoalan yang lebih dekat dengan kehidupan mereka.