LBH Jakarta Kritik Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Image title
13 April 2022, 19:00
Aktivis dari kelompok Persatuan Rakyat Untuk Pembebasan Perempuan melakukan unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/3/2022).
ANTARA FOTO/Novrian Arbi/aww.
Aktivis dari kelompok Persatuan Rakyat Untuk Pembebasan Perempuan melakukan unjuk rasa di depan Gedung Sate, Bandung, Jawa Barat, Selasa (8/3/2022).

Undang-Undang (UU) Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) baru saja disahkan pada Selasa (12/4) kemarin. Walaupun baru saja disahkan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memberikan sepuluh kritik terhadap UU TPKS.

Menurut pengacara publik LBH Jakarta Citra Referandum, UU TPKS kurang tegas mengatur jaminan tindak pidana tidak akan berulang kembali, sebagai asas undang-undang.

“Absennya asas ini berdampak pada kualitas beragam upaya pencegahan dan pemulihan bagi korban kekerasan seksual," ujar Citra dalam keterangan tertulis pada Rabu (13/4).

Selain itu absennya pengaturan mengenai tindak pidana pemaksaan aborsi. Berdasarkan laporan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), 17 LBH se-Indonesia, dan Komisi Nasional (Komnas) Perempuan, sedikitnya telah ada 16 korban yang melaporkan mengalami pemaksaan aborsi pada 2020. Untuk itu, ia menekankan pentingya regulasi yang mengatur supaya tidak mempidanakan korban pemaksaan aborsi akibat kedaruratan medis atau kehamilan akibat kekerasan seksual.

Ketiga, tidak adanya definisi mengenai beberapa tindak pidana, yaitu pemerkosaan, pemerkosaan terhadap anak, perbuatan cabul terhadap anak, dan pemaksaan pelacuran. Hal ini berpotensi menciptakan multitafsir dalam implementasinya.

“Berpotensi menimbulkan disparitas pemahaman atau multitafsir dalam level implementasi,” kata Citra.

Selanjutnya, UU TPKS menurutnya belum mengakomodir sepenuhnya hak korban terkait penanganan, perlindungan, dan pemulihan. Termasuk hak korban dalam penanganan kasus, yang meliputi kemudahan akses layanan pengaduan, menyampaikan keterangan dan pendapat secara bebas, memperoleh izin meninggalkan pekerjaan dengan tetap memperoleh upah penuh, terbebas dari pertanyaan yang menjerat, serta hak untuk tidak didiskriminasi.

Kemudian hak korban dalam perlindungan yang meliputi pemberdayaan hukum, layanan rumah aman, dan hak untuk mendapatkan informasi.

Sementara terkait dengan pemulihan, terdiri dari pemulihan sosial budaya dan politik.

Menurut Citra, UU TPKS belum memberikan jaminan secara rinci mengenai kebutuhan korban, seperti kebutuhan dasar yang layak, layanan keterampilan, modal usaha, kemudahan akses mendapat pekerjaan layak, dan kemudahan pemulihan kepemilikan harta benda. Meski sudah mengatur pemulihan secara fisik, psikologi, dan ekonomi, 

Halaman:
Reporter: Ashri Fadilla
Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...