Bupati Subang Diduga Terima Suap Rp 1,4 Miliar untuk Biaya Pilkada
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Bupati Subang Imas Aryumningsih sebagai tersangka dugaan gratifikasi terkait pengurusan perizinan di lingkungan Pemerintah Kabupaten Subang, Jawa Barat. Penetapan Imas sebagai tersangka setelah yang bersangkutan terjaring dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK pada Selasa (13/2) malam hingga Rabu (14/2) dini hari.
"Setelah melakukan pemeriksaan 1x24 jam dilanjutkan gelar perkara, disimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau janji oleh Bupati Subang secara bersama-sama terkait pengurusan perizinan," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di kantornya, Jakarta, Rabu (14/2).
Basaria menuturkan, Imas diduga menerima uang suap bersama Kepala Bidang Perizinan DPMPTSP Kabupaten Subang Asep Santika dan pihak swasta bernama Data. Suap tersebut diberikan oleh pihak swasta bernama Miftahuddin.
"Pemberian uang atau hadiah dari pengusaha tersebut melalui orang-orang dekat Bupati sebagai pengumpul dana," kata Basaria.
(Baca juga: Diduga untuk Biaya Pilgub NTT, Bupati Ngada Terima Suap Rp 4,1 Miliar)
Menurut Basaria, suap senilai total Rp 1,4 miliar itu dilakukan untuk memuluskan izin prinsip pembuatan pabrik atau tempat usaha di Subang. Izin tersebut sebelumnya diajukan oleh PT ASP dan PT PBM.
KPK menduga awalnya commitment fee untuk memuluskan izin tersebut sebesar Rp 4,5 miliar. "Sedangkan dugaan commitment fee antara bupati kepada perantara sebesar Rp 1,5 miliar," kata Basaria.
Basaria menyebut sebagian uang yang diterima oleh Imas dimanfaatkan untuk kepentingannya berkampanye dalam Pilkada Subang 2018. Pasalnya, Imas saat ini mencalonkan diri kembali bertarung dalam kontestasi politik itu bersama Sutarno.
Keduanya diusung Partai Golkar dan Partai Kebangkitan Bangsa. Mereka akan melawan Dedi Junaedi-Budi Setiadi yang diusung PDIP serta Ruhimat-Agus Masykur Rosyadi yang diusung Nasdem, PPP, Demokrat, PKS, PAN, dan Gerindra.
"Selain uang, bupati juga menerima fasilitas terkait pencalonannya tersebut, antara lain berupa pemasangan baliho dan sewa kendaraan mobil Toyota Alphard untuk kebutuhan kampanye," kata Basaria.
Basaria menyatakan penangkapan terhadap Imas menambah deret OTT terhadap kepala daerah pada 2018. (Baca: Wali Kota Tegal Terima Suap Rp 5,1 Miliar untuk Ongkos Pilkada 2018)
Sebelum Imas, KPK juga melakukan OTT terhadap Bupati Jombang Nyono Suharli Wihandoko dan Bupati Ngada Marlianus Sae. Keduanya juga diduga memakai uang suap untuk mendanai kebutuhan kampanye petahana dalam Pilkada.
"Karenanya KPK terus mengingatkan kepada seluruh kepala daerah khususnya yang mengikuti kontestasi Pilkada agar menghentikan praktik kutipan atau pungli dalam perizinan untuk kepentingan membiayai kampanye," kata Basaria.
Usai pemeriksaan KPK, Imas membantah menerima suap untuk keperluan pilkada. "Tidak ada (untuk kampanye), uang suapnya-uang suap yang mana? Saya belum menerima sepeserpun, apalagi dari Darta (Data) maupun dari siapapun," kata Imas di Gedung KPK saat akan ditahan, Kamis (15/2) seperti dikutip dari Kompas.com.
Adapun, OTT yang dilakukan terhadap Imas bermula ketika pada Selasa (13/2) sekitar pukul 18.30 WIB tim KPK bergerak ke Rest Area Cileunyi, Bandung untuk mengamankan Data. Dari tangan Data, tim mengamankan uang senilai Rp 62,2 juta.
"Paralel tim lainnya mengamankan MTH (Miftahhudin) di Subang pukul 19.00 WIB," katanya.
Kemudian, tim lainnya bergerak ke rumah dinas Imas dan mengamankannya sekitar pukul 20.00. Imas diamankan bersama 2 orang ajudannya dan seorang sopir.
"Setelah itu tim berturut-turut mengamankan dua orang lainnya, yaitu ASP (Asep Santika) dan S (Kepala Seksi Pelayanan Perizinan DPMPTSP Kabupaten Subang Sutiana) di kediaman masing-masing sekitar pukul 01.30 dan 02.00 dini hari tadi," kata Basaria.
Dari tangan Asep, KPK mengamankan uang sebesar Rp 225 juta. Sementara, dari tangan Sutiana KPK mengamankan uang senilai Rp 50 juta.
"Total dari peristiwa tangkap tangan ini, tim mengamankan barang bukti berupa uang sebesar 337,32 juta beserta dokumen bukti penyerahan uang," kata Basaria.
Basaria mengatakan, praktik suap yang dilakukan Imas menggunakan kode 'itunya'. Kode tersebut digunakan untuk menunjuk uang yang akan diserahkan.
"Dalam komunikasi pihak-pihak terkait dalam kasus ini digunakan kode 'itunya'," kata Basaria.
Akibat perbuatannya, KPK menetapkan Imas, Asep, dan Data sebagai penerima suap. Ketiganya disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sementara Miftahuddin ditetapkan sebagai pemberi suap. Dia disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Untuk kepentingan penanganan perkara, KPK telah melakukan penyegelan di beberapa tempat dan aset para tersangka, seperti ruang kerja di rumah dinas Bupati Subang, rumah dan kendaraan milik Data, ruang kerja Asep, serta ruang kerja Miftahuddin.