Titiek Soeharto Jadi Wakil Ketua MPR, Airlangga Tepis Hasil Negosiasi
Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto menyatakan pergantian posisi Wakil Ketua MPR Mahyudin dengan Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto merupakan penyegaran di DPR/MPR. Dia membantah kabar yang beredar pergantian tersebut merupakan kesepakatan politik Airlangga kepada Titiek saat Musyawarah Nasional Luar Biasa Golkar pada Desember lalu.
"Ini pergantian biasa, tidak ada pembahasan itu," kata Airlangga di kantor Dewan Pimpinan Pusat Golkar, Jakarta, Selasa (20/3).
Mahyudin yang keberatan dengan pergantian jabatan ini mengungkapkan keputusan rotasi merupakan hasil dari negosiasi politik antara Airlangga dengan Titiek. Pada Munaslub lalu, Titiek sempat berencana maju sebagai kandidat Ketua Umum Partai Golkar bertanding dengan Airlangga.
Sementara Airlangga menginginkan dirinya terpilih secara aklamasi sebegai Ketua Umum dalam Munaslub. Alhasil, dia menawarkan jabatan Wakil Ketua MPR kepada Titiek agar dia mundur dari bursa calon Ketua Umum Golkar.
"Bahwa ada rumor bargaining politik, Mbak Titiek mau maju. Inginnya aklamasi supaya tidak maju, bargaining-nya begitu," kata Mahyudin kepada wartawan di kompleks parlemen, Senin (19/3).
(Baca juga: Dapat Kursi Pimpinan DPR dan MPR, PDIP Akan Tunjuk Politisi Senior)
Airlangga juga membantah dirinya mengiming-imingi posisi menteri untuk Mahyudin apabila Presiden Joko Widodo terpilih kembali. Airlangga menyebut, pihaknya belum pernah membahas hal tersebut dengan Mahyudin.
Selain itu, Airlangga mengklaim tak ada pelanggaran hukum dari proses rotasi jabatan Mahyudin. Menurutnya, rotasi jabatan merupakan hal yang lazim dilakukan.
Saat ini, lanjutnya, Golkar masih terus membahas proses rotasi jabatan Wakil Ketua MPR dari Mahyudin kepada Titiek Soeharto. Karenanya, dia meminta publik tak heboh dengan adanya proses rotasi terhadap Mahyudin.
"Semua dalam proses. Semua akan indah pada waktunya," kata Airlangga.
Mahyudin sebelumnya menyebut Airlangga menawarkan promosi jabatan menteri kepada dirinya sebagai kesepakatan bila bersedia lengser dari posisi Wakil Ketua MPR.
Dia pun mengatakan jika rotasi yang dilakukan Golkar terhadap jabatannya melanggar ketentuan Undang-undang MPR, DPR, dan DPD (MD3). Menurut Mahyudin, pimpinan MPR lainnya akan juga melanggar aturan jika menyetujui rotasi terhadapnya.
"Saya kira Pimpinan MPR akan taat asas, taat hukum, dan UU. Saya sangat percaya di MPR tidak melanggar UU," kata Mahyudin, seperti dikutip dari Antaranews.
(Baca juga: Jokowi Pastikan Tidak Akan Teken UU MD3)
Dia menjelaskan sesuai UU MD3 pergantian Pimpinan MPR harus memenuhi tiga unsur, yaitu meninggal dunia, mengundurkan diri, dan berhalangan tetap.
Menurut dia, tidak ada klausul lain yang membuat pimpinan MPR bisa diganti ketika dia sendiri tidak berencana mundur dari jabatan wakil ketua MPR. "Saya tidak ada agenda mengundurkan diri," kata Mahyudin.
Keputusan pergantian ini diambil dalam rapat Minggu malam 18 Maret kemarin dalam Rapat Pleno DPP Partai Golkar. Usulan pergantian ini berbarengan dengan penambahan posisi pimpinan Ketua DPR dan MPR sebagai dampak dari UU MD3.