Dorong Pemulihan Ekonomi Domestik, BI Tahan Bunga Acuan 4,25%
Bank Indonesia (BI) memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuan, BI 7 Days Repo Rate, di level 4,25% meskipun bank sentral Amerika Serikat (AS), The Federal Reserve (The Fed), telah kembali menaikkan bunga acuannya sebesar 0,25% ke level 1,5-1,75%.
BI memandang pelonggaran kebijakan moneter yang ditempuh sebelumnya memadai untuk terus mendorong momentum pemulihan ekonomi domestik. Ke depan, BI tetap fokus menjaga stabilitas perekonomian yang menjadi landasan utama bagi terciptanya pertumbuhan ekonomi yang lebih kuat dan berkelanjutan.
"Sejumlah risiko tetap perlu diwaspadai, baik yang bersumber dari eksternal seperti peningkatan ketidakpastian pasar keuangan global dan kecenderungan penerapan inward-oriented trade policy (kebijakan perdagangan yang berorientasi ke dalam) di sejumlah negara, maupun dari dalam negeri terkait kenaikan inflasi," kata Kepala Departemen Komunikasi Agusman di kantornya, Jakarta, Kamis (22/3).
(Baca juga: Ekonom Prediksi BI Bakal Tahan Sementara Bunga Acuan 4,25%)
BI memperkirakan pertumbuhan perekonomian Indonesia pada kuartal I 2018 tumbuh lebih baik dari kuartal yang sama tahun sebelumnya, didorong oleh investasi dan konsumsi pemerintah yang meningkat, konsumsi swasta yang stabil, dan kinerja ekspor yang tetap positif.
Konsumsi swasta diperkirakan akan meningkat seiring dengan adanya pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Sementara itu, konsumsi pemerintah akan didorong oleh peyaluran bantuan sosial dan dana desa. Secara keseluruhan tahun, BI perkirakan pertumbuhan ekonomi berkisar 5,1-5,5%.
Di sisi lain, inflasi diperkirakan tetap berada dalam kisaran target yakni 2,5-4,5% secara tahunan. Februari lalu inflasi tercatat 0,17% secara bulanan, turun dari Januari yang sebesar 0,62%. “Koordinasi kebijakan Pemerintah dan Bank Indonesia dalam mengendalikan inflasi akan terus diperkuat, terutama sebagai antisipasi risiko meningkatnya inflasi volatile food,” kata Agusman.
Adapun dari segi nilai tukar rupiah, BI mencatat, rata-rata harian rupiah melemah sebesar 1,65% menjadi Rp 13.603 per dolar AS pada Februari 2018. Namun, pelemahan sejalan dengan pergerakan mata uang kawasan, terutama karena meningkatnya ketidakpastian global. (Baca juga: IHSG Anjlok Nyaris 1% Menjelang Rilis Bunga Acuan BI)
“Pernyataan Fed Chairman yang lebih hawkish mendorong ekspektasi pasar akan kenaikan suku bunga Fed Fund Rate yang lebih cepat dan lebih tinggi. Hal tersebut mendorong pembalikan modal asing dan tekanan pelemahan nilai tukar pada berbagai mata uang dunia termasuk Indonesia,” kata dia.
Pelemahan rupiah masih berlangsung pada awal Maret 2018 seiring penerapan inward-oriented trade policy. Namun, BI memastikan akan tetap melakukan langkah-langkah stabilisasi nilai tukar sesuai dengan nilai fundamentalnya dengan tetap menjaga bekerjanya mekanisme pasar.
Sementara itu, kredit perbankan diakui belum tumbuh sesuai ekspektasi. Meski bunga acuan sudah turun agresif dan diikuti oleh penurunan bunga deposito dan kredit, namun penyaluran kredit belum optimal. Pertumbuhan kredit Januari 2018 tercatat sebesar 7,4% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan bulan sebelumnya sebesar 8,2%.
“Transmisi melalui jalur kredit masih belum optimal sejalan dengan permintaan kredit yang belum tinggi dan perilaku bank yang masih selektif dalam memberikan kredit baru,” kata Agusman.
Meski begitu, pembiayaan ekonomi melalui pasar modal, seperti penerbitan saham baru (IPO dan rights issue), obligasi korporasi, dan medium term notes (MTN) terus mengalami peningkatan. Pada Januari 2018, peningkatannya mencapai 99,8% secara tahunan. Hal ini dinilai sejalan dengan program pendalaman pasar keuangan.