Rupiah Masih Terombang-ambing Perang Dagang Amerika-Tiongkok
Sudah beberapa pekan kurs rupiah bergerak di kisaran 13.700 per dolar Amerika Serikat, cukup tertekan dibandingkan posisi awal 2018 yang masih bertengger di level 13.400-an. Rupanya, menurut Bank Indonesia (BI), pelemahan ini terutama dipicu oleh ketidakpastian global.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter BI, Doddy Zulverdi, mengatakan sejumlah faktor eksternal tersebut mulai dari perang dagang Amerika-Tiongkok hingga masalah geopolitik di Timur Tengah. “Di satu sisi, trade war terkesan agak mereda tapi sebenarnya masih banyak proses yang dijalani. Belakangan muncul geopolitik,” kata Doddy Zulverdi di Gedung Mahkamah Agung, Jakarta, Rabu (18/4/2018).
(Baca juga: BI Jaga Stabilitas Rupiah, Cadangan Devisa Tergerus Lagi US$ 2 Miliar).
Walau masih terombang-ambing, Doddy meyakinkan nilai tukar rupiah relatif stabil karena ditopang kondisi domestik yang baik. Permintaan valuta asing domestik korporasi dalam bentuk dividen serta peningkatan utang dan impor menjadi bukti bahwa nilai tukar rupiah masih terjaga. Hal ini yang membuat bank sentral cukup percaya diri melihat perkembangan ke depan.
Namun, saat ini Doddy belum bisa memastikan pada tingkat berapa nilai fundamental rupiah berada. Dia hanya menegaskan bahwa potensi penguatan masih ada didorong oleh realisasi global bond index. (Baca pula: Kerek Peringkat Utang RI, Moody's Nilai Ketahanan Ekonomi Menguat).
Sementara itu, Deputi Gubernur BI Dody Budi Waluyo menyatakan nilai tukar rupiah masih terpengaruh ekspektasi kenaiakn suku bunga acuan Amerika Serikat, Fed Fund Rate, yang rencananya naik tiga kali pada tahun ini. Tapi ia yakin pelemahan rupiah yang masih berlanjut akan tertahan.
Harapannya, mata uang Indonesia menguat seiring dengan penerimaan pasar terhadap kenaikan suku bunga Amerika. Dody menilai level rupiah pada Rp 13.700-13.750 merupakan suatu prestasi karena rupiah masih stabil.
Mengacu pada data Bloomberg, nilai tukar rupiah berada pada level 13.777 per dolar Amerika pada perdagangan di pasar spot, Rabu (18/4/2018). Artinya, hanya melemah tipis 0,08 persen dari penutupan hari sebelumnya. Pergerakan nilai tukar rupiah terpantau pada kisaran Rp 13.767-13.778 sepanjang hari ini.
Sementara itu, ekonom Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Bhima Yudhistira mengatakan bank sentral belum melakukan intervensi terlalu jauh lantaran masih terdapat berbagai faktor pelemahan rupiah sepanjang tahun ini. Jika BI menggunakan lebih banyak cadangan devisa untuk intervensi, dikhawatirkan cadangan devisa banyak tergerus.
“Sebenarnya bisa saja kembali ke Rp 13.400 (sesuai asumsi pemerintah). Tapi berapa cadangan devisa yang terkuras? Kelihatannya BI agak hati-hati, tidak mau dalam sebulan menggelontorkan US$ 2 miliar terus,” katanya kepada Katadata.co.id, Selasa (17/4). (Baca pula: Dana Asing Hengkang, Utang Luar Negeri Pemerintah Turun Rp 33 Triliun).
Secara eskternal, Bhima menilai terdapat beberapa pemicu yang dapat melemahkan rupiah. Suku bunga The Fed diperkirakan naik sebanyak tiga atau empat kali pada tahun ini. Kemudian, ketegangan geopolitik yang berlanjut, seperti perang dagang antara Amerika dan Cina serta serangan rudal Negeri Paman Sam ke Suriah.
Kemudian, pembagian dividen dan pelunasan sebagian utang swasta juga membutuhkan pasokan dolar yang lebih banyak pada triwulan kedua. “Kalau permintaan dolar banyak, pasti melemahkan rupiah,” ujarnya.
Sebagai informasi, penurunan cadangan devisa masih berlanjut. BI mencatat cadangan devisa per akhir Maret 2018 sebesar US$ 126 miliar atau turun US$ 2,06 miliar dalam sebulan. Dengan demikian, secara total, cadangan devisa turun US$ 5,98 miliar sejak awal Februari 2018.