Jabatan Anggota Tim Kuasa Hukum Prabowo dan Jokowi Dikritik
Tim kuasa hukum para pasangan calon di Pilpres 2019, baik Prabowo Subianto-Sandiaga Uno maupun Joko Widodo-Ma'ruf Amin dihujani kritik. Pasalnya, ada tiga anggota tim kuasa hukum dari kedua paslon yang kini masih menjadi bagian dari pemerintah pusat dan daerah.
Direktur Lingkar Madani Ray Rangkuti menilai status ketiganya yang menjadi advokat namun tetap menjadi bagian pemerintah pusat dan daerah, tidak etis. Menurut Ray, mereka tidak bisa melakukan hal tersebut lantaran bertentangan dengan Undang-undang Advokat.
"Yang tegas, jadi lawyer profesional atau tetap berada di pemerintahan daerah," kata Ray dalam sebuah diskusi di Jakarta, Kamis (13/6).
Dari tim kuasa hukum Prabowo-Sandiaga, sosok yang dikritik ialah Bambang Widjojanto dan Denny Indrayana. Selain berstatus sebagai advokat, Bambang masih menjabat sebagai anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) DKI Jakarta.
(Baca: Pengamat Yakin MK Bakal Netral dalam Sidang Gugatan Prabowo-Sandiaga)
Sedangkan Denny adalah dosen di salah satu perguruan tinggi negeri di Yogyakarta. Meski rektor perguruan tinggi tersebut menyatakan Denny telah nonaktif, namanya tetap tercatat sebagai dosen di sana. Selain itu, Denny disebut menjabat sebagai salah satu anggota tim seperti TGUPP di Kalimantan Tengah.
Ada pun dari Tim Kuasa Hukum Jokowi-Ma'ruf, nama yang disorot yakni Juri Ardiantoro. Selain menjadi advokat, mantan Ketua KPU itu saat ini menjadi Tenaga Ahli Utama Kedeputian V (Bidang Politik dan Pengelolaan Isu Polhukam) Kantor Staf Presiden.
Juri diangkat sebagai tenaga ahli di KSP pada Mei 2018 lalu. Pengangkatan Juri di KSP ketika itu bersamaan dengan Ali Mochtar Ngabalin, Hari Prasetyo, dan Novi Wahyuningsih.
Meski telah cuti, Ray menilai hal tersebut tak cukup. Sebab, dia menilai status jabatan di pemerintah pusat dan daerah tetap melekat kepada mereka. Ray pun menilai Bambang, Denny, dan Juri harus mundur dari jabatannya saat ini. "Ayo mundur. Tunjukkan bahwa etika itu penting," kata Ray.
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TePI), Jerry Sumampouw juga menyatakan hal senada. Menurut Jerry, Bambang, Denny, dan Juri bisa terjerat pidana jika bekerja sebagai advokat sekaligus pejabat di pemerintah pusat dan daerah.
Karenanya, ketiganya mesti menjelaskan bagaimana status mereka saat ini. "Jangan seolah menjadi sesuatu hal yang biasa sehingga standar etik itu hilang," ucapnya.