Ibu Kota Baru Dipastikan Jauh dari Tambang dan Bukan Bukit Soeharto
Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro memastikan ibu kota baru jauh dari tambang dan lahan gambut. Ini sekaligus menepis “petunjuk” dari Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono bahwa banyak tambang di daerah yang jadi ibu kota baru.
"Kami sudah cek semua. Risiko paling minimal, termasuk risiko dari kebakaran hutan," kata Bambang usai Konferensi Pers Nota Keuangan, Jumat (16/8).
(Baca: Di Hadapan DPR, Jokowi Minta Izin Pemindahan Ibu Kota ke Kalimantan)
Menurut dia, jenis tanah menjadi pertimbangan penting dalam menentukan lokasi ibu kota baru. Selain itu, ia memastikan wilayah hutan lindung, seperti Bukit Soeharto di Kalimantan Timur, tidak akan disentuh oleh pemerintah.
Adapun Presiden Joko Widodo sudah memastikan lokasi ibu kota baru di Kalimantan. Namun, ia belum mengumumkan lokasi pastinya. Beberapa lokasi di Kalimantan disebut-sebut potensial menjadi ibu kota baru. Selain Bukit Soeharto, ada juga Kabupaten Gunung Mas di Kalimantan Tengah, dan beberapa daerah lainnya.
(Baca: Air Keran Siap Minum hingga Listrik Energi Terbarukan di Ibu Kota Baru)
Pemerintah mulai menganggarkan dana di tahun depan untuk persiapan pemindahan ibu kota. Bappenas mengajukan anggaran belasan miliar untuk merancang master plan pembangunan ibu kota baru. Kementerian PUPR juga mengajukan anggaran untuk pengerasan tanah.
Meski begitu, Bambang memastikan pemindahan ibu kota tidak akan menjadi beban bagi anggaran negara. Sebab, pemerintah akan fokus pada investasi yang dapat diperoleh dari Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU).
(Baca: Menanti Jokowi Tunjuk Satu Titik di Kalimantan Sebagai Ibu Kota RI)
Sebelumnya, ia pernah membeberkan, total kebutuhan investasi untuk pembangunan ibu kota baru diperkirakan mencapai Rp 500 triliun. Dari jumlah tersebut, yang berasal dari anggaran negara sebesar Rp 93 triliun dalam lima tahun.
"Itu tidak akan mengambil sumber APBN murni, pajak, dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) biasa," ujarnya.
Untuk pembangunan tahap pertama, kebutuhan investasi akan mencapai Rp 485 triliun untuk pembangunan di lahan seluas 40 ribu hektare, dengan target pemindahan 1,5 juta penduduk.