Pangkas Biaya Dana, BTN Kejar Laba Bersih Rp 3 Triliun pada 2020
PT Bank Tabungan Negara atau BTN menargetkan laba bersih pada tahun depan mencapai Rp 3 triliun, naik sekitar 15% dibanding target tahun ini sebesar Rp 2,6 triliun.
Direktur Finance, Planning, & Treasury Nixon L. P. Napitupulu menjelaskan, salah satu langkah perusahaan untuk meningkatkan bottom line adalah dengan memangkas biaya dana. Hal ini bakal dilakukan dengan mengurangi sumber pendaan yang memiliki biaya tinggi, seperti penerbitan surat utang dan porsi deposito nasabah institusi.
"BTN akan re-balancing, dengan cara menaikan deposito retail dan menurunkan deposito institusi," kata Nixon di Jakarta, Rabu (27/11).
Selain menurunkan biaya dana, BTN akan memangkas rasio kredit bermasalah atau NPL gross menjadi kisaran 3% hingga 3,1%.
(Baca: BTN Dapat Tambahan Kuota KPR Subsidi Sebesar Rp 2 Triliun)
Hingga kuartal III 2019, BTN mencatatkan laba bersih hanya sebesar Rp 801 miliar. Perolehan tersebut anjlok 42,58% dibandingkan periode sama tahun lalu Rp 1,4 triliun seperti terlihat dalam databoks di bawah ini.
Penurunan laba disebabkan oleh kenaikan cadangan kerugian penurunan nilai atau CKPN dari 1,79 triliun menjadi Rp 2,18 triliun akibat kenaikan NPL.
Pada periode tersebut, NPL gross BTN tercatat sebesar 3,54%. naik dibandingkan periode yang sama tahun lalu 3,17%. Sedangkan NPL nett naik dari 1,99% menjadi 3,54%. Sementara rasio CKPN menjadi 52,67% terhadap NPL, naik dari posisi sama tahun lalu 38,58%.
(Baca: Antisipasi Likuiditas Ketat, Bank Mandiri Buka Opsi Terbitkan Obligasi)
Sebelumnya, BTN telah menyiapkan sejumlah langkah untuk menurunkan NPL. Salah satunya, dengan mengejar debitur-debitur yang menunggak pembayaran cicilan kreditnya dan membawanya ke ranah hukum.
Debitur-debitur yang tidak melaksanakan kewajibannya tersebut mayoritas berasal dari segmen kredit pemilikan rumah (KPR) nonsubsidi. Mereka rata-rata mendapatkan promo bunga ketika membeli rumah dan tak siap dengan penyesuaian ketika promo berakhir.
Manajemen BTN berharap melalui pengejaran hingga ancaman proses hukum, banyak debitur yang akhirnya bersikap kooperatif. Di sisi lain, pelelangan aset dilakukan untuk kredit yang sudah betul-betul macet.