Pemerintah Diminta Ubah Strategi Sosialiasi New Normal
Pemerintah dinilai perlu mengubah strategi sosialisasi penerapan tatanan normal baru atau new normal menghadapi pandemi virus corona. Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menyebut, sosialisasi penerapan tatanan normal baru sebaiknya disampaikan oleh pemerintah daerah.
"Poin saya, kalau mau ngomong new normal, itu jangan top-down, tapi bottom-up. Mulai dari wilayah-wilayah yang sudah membaik," kata Burhanuddin dalam diskusi virtual, Jumat (12/6).
Menurut dia, persentase masyarakat yang setuju dengan penerapan tatanan normal baru di setiap daerah berbeda-beda. Secara umum, lebih banyak masyarakat yang meminta Pembatasan Sosial Berskala Besar tetap dilanjutkan.
Survei Indikator mencatat, 50,6% masyarakat Indonesia masih ingin PSBB dilanjutkan agar penyebaran virus corona Covid-19 bisa diatasi. Hanya 43,1% masyarakat yang merasa PSBB perlu dihentikan agar ekonomi segera berjalan.
(Baca: Kemenhub Minta Bus Pasang Lampu Ultraviolet untuk Bunuh Virus Corona)
Bila dilihat secara wilayah, ada 76% masyarakat di Jakarta yang merasa PSBB harus tetap dilanjutkan. Hanya 24% masyarakat di Jakarta yang merasa PSBB sudah bisa dihentikan.
Di Jawa Tengah, 54,2% masyarakat merasa PSBB harus tetap dilanjutkan. Adapun sebanyak 40% masyarakat di Jawa Tengah yang merasa PSBB sudah bisa dihentikan.
Hal serupa terjadi di Jawa Timur. Sebanyak 57,3% masyarakat di provinsi tersebut menilai PSBB harus tetap dilanjutkan. Hanya 36,4% masyarakat di Jawa Timur yang menilai PSBB sudah bisa dihentikan.
Sementara itu, lebih banyak masyarakat di Banten yang menilai PSBB sudah dapat dihentikan dengan porsi mencapai 68%. Hanya 32% masyararakat Banten yang merasa PSBB harus dilanjutkan.
Di wilayah Sumatera, masyarakat yang merasa PSBB sudah bisa dihentikan sebanyak 50,5%. Sebanyak 47,2% masyarakat di Sumatera menilai PSBB harus dilanjutkan.
"Jangan dari Jakarta dan jangan dari pemerintah pusat. Biarkan gubernur," kata Burhanuddin.
(Baca: Kepuasan Publik pada Kinerja Pemerintah dalam Penanganan Corona Anjlok)
Selain itu, Burhanuddin meminta pemerintah mewaspadai tiga isu yang membuat masyarakat sulit menerima rencana penerapan tatanan normal baru. Ketiga isu tersebut terkait dengan wacana masuknya tenaga kerja asing saat pandemi corona, bantuan sosial, dan pelatihan daring melalui Kartu Prakerja.
Berdasarkan survei Indikator, 26,6% responden menolak TKA masuk ke Indonesia. Sebanyak 60,6% responden menilai TKA harus dilarang masuk sampai pandemi corona selesai. Hanya 4,2% responden yang menilai TKA boleh masuk ke Indonesia.
Terkait bansos, 60,3% responden menilai bansos tidak tepat sasaran. Hanya 29,7% responden yang menilai bansos tepat sasaran.
Adapun soal pelatihan daring melalui Kartu Prakerja, terdapat 48,9% responden yang tidak setuju dengan program tersebut. Hanya 29,8% responden yang menyetujui pelatihan daring melalui Kartu Prakerja.
"Ini isu-isu negatif yang mengurangi kredibilitas pemerintah ketika bicara new normal. Kalau tidak diperbaiki, isu new normal bisa tergeser oleh noise semacam itu," kata dia.