Bakat Alami Zohri dan Juara Atletik Dunia Diluar Dugaan
Tak ada yang menaruh harapan tinggi ketika Lalu Muhammad Zohri (18) mengikuti lomba lari 100 meter dalam ajang Kejuaraan Dunia U-20 International Associations of Athletic Federation (IAAF) di Tampere, Finlandia, Rabu (11/7). Tak ada pula sorotan media nasional atas keikutsertaan Zohri di ajang bergengsi itu.
Pemuda kelas dua SMA asal Nusa Tenggara Barat itu memang tak diperhitungkan sebagai juara dunia. Dari hasil babak penyisihan, Zohri hanya di posisi kedua. Dia pun menempati lintasan paling pinggir, di nomor delapan.
Sementara pelari unggulan, yang memenangkan juara pertama saat penyisihan, menempati posisi di lintasan tengah.
Semuanya berbalik arah ketika Zohri menyentuh garis finish pertama kali dengan waktu tercepat 10,18 detik. Zohri meninggalkan dua pelari unggulan asal Amerika Serikat, Anthony Schwartz dan Eric Harrison, dengan catatan waktu masing-masing 10,22 detik.
(Baca juga: Pelari Asal NTB Raih Medali Emas di Kejuaraan Atletik Dunia)
Kemenangan di luar prediksi siapa pun. Panitia yang turut menemaninya di kejuaraan itu bahkan tak mempersiapkan bendera merah putih untuk menyambut kemenangannya.
Saat wartawan memintanya berfoto, tak ada Sang Saka Merah Putih bersama Zohri. Tampak Zohri berdiri di tengah, diapit juara kedua dan ketiga, yakni Anthony Schwartz dan Eric Harrison, dengan bendera Amerika menaungi mereka bertiga.
“Kami memang tak mempersiapkan (bendera) itu. Prediksinya hanya sampai final saja,” kata pelatih Zohri, Eni Sumartoyo Martodihardjo dihubungi Katadata.co.id, Kamis (12/7).
Berbakat dan berlatih sejak kecil
Kemenangan Zohri sekaligus mencetak sejarah sebagai atlet pertama asal Indonesia yang merebut medali emas di nomor lari 100 meter Kejuaraan Dunia Atletik di bawah umur 20 tahun. Kemenangan ini hanya berselang tujuh bulan sejak Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PASI) menemukan Zohri.
PASI mengajak Zohri bergabung sebagai atlet nasional setelah melihat aksi pemuda itu di kejuaraan Pusat Pendidikan dan Latihan Pelajar (PPLP) pada Desember 2017 lalu.
Dalam kejuaraan tersebut, Zohri memenangkan dua nomor sekaligus yakni 100 dan 200 meter. “Ini membuat PB PASI memanggilnya untuk mengikuti pelatihan tingkat nasional,” kata Eni.
Sejak bergabung dengan PASI, Zohri tinggal di asrama dan bersekolah di Ragunan, Jakarta. Dia meninggalkan keluarganya yang hidup di bawah garis kemiskinan di Dusun Karang Pangsor, Desa Pemenang Barat, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, NTB.
Di dusun itu, Zohri tinggal bersama empat saudaranya. Kedua orang tuanya telah meninggal dunia.
Kakak kandung Zohri, Baiq Fazilah (29) bercerita adiknya sejak kecil kerap berlatih meski pun di tengah keterbatasannya. Bahkan, Zohri pernah berlatih tanpa alas kaki, karena tidak memiliki sepatu.
"Dia (Lalu Muhammad Zohri) anaknya pendiam dan tidak pernah menuntut ini itu. Bahkan, kalau berlatih tidak pernah pakai alas kaki (sepatu, red), karena tidak punya," kata Baiq dikutip dari Antaranews.
Baiq mengatakan bakat lari adiknya tersebut terlihat sejak Zohri duduk di bangku SMP. Guru olahraganya pun sudah memantau bakat adiknya.
"Untuk berlatih sendiri, adik saya suka latihan lari di pantai Pelabuhan Bangsal, Pemenang," katanya.
Latihan yang tak putus ini membuahkan hasil. Zohri kerap menjadi juara di tingkat lokal sebelum bergabung dengan PASI.
Sebelum mengikuti IAAF, Zohri juga mengikuti beberapa perlombaan, salah satunya kejuaraan junior Asia dan menjadi juara. Dari lomba ini, Zohri mendapat tiket lomba kejuaraan dunia untuk usia di bawah 20 tahun di Finlandia.
"Mungkin semangatnya (yang membawa juara)," ujar Eni.
Eni menyatakan Zohri memiliki kelebihan dari segi postur tubuh dan bakat berlari yang kencang. Selain Zohri, terdapat tiga atlet muda jarak pendek asal NTB dengan kesamaan struktur genetika yang menunjang postur mereka dalam berlari.
Kelebihan ini yang mengakibatkan mereka dapat bersaing dengan pelari luar negeri, terutama non-Asia. "NTB memang seperti itu, punya gen yang bagus (untuk atletik)," kata Eni.
Selain itu, kegiatan berlari merupakan kebiasaan sehari-hari masyarakat NTB. Saat puasa di bulan Ramadan kegiatan berlari pun tak berhenti. "Setiap (bulan) puasa mereka selalu lomba lari setelah salat Tarawih," katanya.
Kesuksesan Zohri tidak membuat PASI mengendurkan latihan. Eni sudah mempersiapkan program penggemblengan agar Zohri siap menghadapi Asian Games 2018.
Eni yakin, Zohri akan meraih prestasi dan kemenangan lain. Selain memiliki berbagai kelebihan, pemuda itu selalu mengikuti instruksi pelatih dengan baik dan menjalani latihan dengan disiplin.
"Mudah menerima arahan, rajin bertanya, dan disiplinnya bagus," kata dia.