Keunikan Tari Jaipong dari Sejarah, Makna, dan Jenisnya
Jawa Barat memiliki sejumlah kesenian tradisional, salah satunya Tari Jaipong atau Jaipongan. Kesenian ini merupakan kreasi dari Gugum Gumbira, seorang seniman asal Bandung.
Dalam buku Asal Usul dan Perkembangan Jaipongan Dewasa Ini di Jawa Barat dijelaskan, Jaipongan juga merupakan genre tari sekaligus sebutan untuk karya-karya dari Gugum Gumbira Tirasondjaja sejak tahun 1976 hingga sekarang. Tari Jaipong dimainkan dengan gerakan lincah dan tempo yang cepat.
Sejarah Tari Jaipong
Tari Jaipong berasal dari Jawa Barat. Tari Jaipong merupakan jenis tarian yang modern karena merupakan modifikasi atau pengembangan dari tari tradisional khas Sunda, yaitu Ketuk Tilu.
Melalui channel YouTube "Indonesia Kaya", Gugum Gumbira Tirasondjaja menjelaskan sejarah Tari Jaipong yang ia ciptakan.
Lingkungan rumah Gugum Gumbira terdiri dari banyak seniman, termasuk ayah dan ibu beliau. Hal tersebut menjadikan Gugum Gumbira terbiasa dengan kesenian-kesenian tradisional yang dilihat setiap hari.
Pada tahun 1965, Presiden Soekarno menyiarkan pengumuman berupa larangan untuk mengikuti kesenian asing. Saat itu, Gugum yang sedang berkuliah di Bandung menjadi galau karena ia hobi berdansa namun dilarang.
Menanggapi hal tersebut, Gugum dan teman-temannya kembali menekuni seni tradisional. Mulai tahun 1967 sampai 1974, Gugum mengadakan survei ke setiap daerah di Jawa Barat untuk memahami dan mengetahui kesenian apa saja yang ada di Jawa Barat.
Gugum pertama melakukan survei di Ciamis dan mempelajari tarian Ronggeng Gunung. Kesenian ini menggambarkan kondisi masyarakat terhadap keadaan pada masa itu yang diungkapkan dalam tarian.
Selanjutnya, Gugum berkunjung ke Tasikmalaya di mana ia melakukan observasi terhadap kesenian di sana, seperti silat, tari, dan tembang yang dipentaskan setiap malam. Dari Tasikmalaya, Gugum beranjak ke Garut dan kembali mengamati kesenian yang juga dipengaruhi budaya Islam.
Gugum terus melakukan survei hingga Subang, Sumedang, Parahyangan, lalu kembali ke Bandung. Setelah melakukan pengamatan ke berbagai daerah di Jawa Barat, Gugum menarik kesimpulan bahwa esensi kesenian yang ada di Jawa Barat dibagi menjadi tiga, yaitu Tari Tayub, silat, dan Ketuk Tilu.
Inspirasi Gugum dari ketiga hal tersebut kemudian menghasilkan Tari Ronggeng Ketuk Tilu. Pada tahun 1979, Tari Ronggeng Ketuk Tilu berhasil dipentaskan di Hong Kong. Sebelum menjadi tari pertunjukan, tari ini merupakan tarian pasangan kemudian berkembang menjadi tari pergaulan masyarakat.
Tari Ronggeng Ketuk Tilu mulai dikenal masyarakat dan ditampilkan dalam berbagai festival. Namun, Gugum sempat mengalami kesulitan karena nama Tari Ronggeng Ketuk Tilu tidak boleh digunakan. Tari Ketuk Tilu masih hidup sehingga tari kreasi Gugum harus diganti namanya.
Pencarian nama untuk kreasi tarian Gugum bermula saat ia menonton pertunjukan Topeng Banjet Dewi Asmara yang dibawakan oleh Ijem dan Alishahban. Dalam pementasan, terdapat ucapan Jaipong, yaitu kata untuk meniru bunyi pukulan gendang yang terdengar seperti “blaktingpong”.
Dari inspirasi tersebut lahir nama Jaipong yang dikenal hingga saat ini.
Makna Tari Jaipong
Menurut buku Gugum Gumbira; Dari ChaCha ke Jaipongan, gerakan-gerakan Tari Jaipong dikenal dengan istilah 3G, yaitu singkatan dari Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul menghentak), dan Goyang (gerakan ayunan pinggul tanpa hentakan).
Orang-orang umumnya mengenali bahwa Jaipongan adalah tari Sunda yang memiliki gerak dinamis, atraktif dan sensual dengan iringan irama musik yang bernada riang sehingga mampu mengundang orang untuk ikut bergoyang.
Menurut skripsi berjudul Pengkaryaan Maskulinitas Penari Jaipong Pria dalam Fotografi Portrait oleh Larasati Maghfira Putri, saat ini Tari Jaipong disebut identik dengan perempuan Sunda. Gerakannya dianggap menggambarkan karakteristik perempuan Sunda masa kini.
Misalnya, gerakan cinges, yaitu gerakan badan dan kaki yang menggambarkan sosok perempuan yang gesit untuk menghadapi setiap tantangan kehidupan dengan antusias. Lalu ada gerakan galeong, ciri khasnya berupa lirikan mata serta senyum genit yang menggambarkan karakter perempuan yang centil.
Gerakan tangan dan kaki yang terbuka lebar menggambarkan perempuan Sunda masa kini memiliki karakter yang jujur dan kuat. Sedangkan liukan tubuh yang lentur dari ujung kepala hingga kaki menggambarkan karakter perempuan Sunda yang lembut dan tidak kaku.
Jenis-Jenis Tari Jaipong
Larasati Maghfira Putri dalam skripsi berjudul Pengkaryaan Maskulinitas Penari Jaipong Pria dalam Fotografi Portrait menjelaskan bahwa Tari Jaipong dibagi menjadi tiga, yaitu tari putri, putra dan pasangan.
Tari Jaipong Putri
Ada empat jenis Tari Jaipong putri, yaitu:
- Keser Bojong: Tarian yang memiliki makna tentang kehidupan. Tarian ini juga mengungkapkan tentang pergeseran nilai-nilai kehidupan dalam mencapai suatu tujuan.
- Setrasari: Tarian yang berkaitan dengan kehidupan dan menggambarkan proses perubahan perilaku negatif menuju ke arah yang positif.
- Rawayan: Sebuah jembatan gantung yang terbuat dari kayu atau bambu yang bila diinjak akan bergoyang. Isi tarian jenis ini berkaitan erat dengan fenomena budaya, seperti simbolisme jembatan sebagai peralihan era dari tradisi ke era kreasi. Dalam gerakan tarian ini terdapat motif gerak beritme relatif lambat dengan jangkauan panjang dan pengaturan tenaganya yang relatif halus.
- Kawung Anten: Tarian yang erat kaitannya dengan pertahanan diri. Inti dari tarian ini adalah pengungkapan diri wanita dan remaja putri yang sedang berlatih perang untuk menjaga keamanan negara.
Tari Jaipong Putra
Berbeda dalam tari putri, tari putra lebih didominasi gerakan pencak silat dan kuda-kuda. Salah satu jenisnya adalah Penjug Bojong, yaitu tarian yang memperlihatkan seorang laki-laki dengan keterampilan menari. Tarian ini adalah jenis tarian tunggal putra, namun bisa juga ditampilkan secara kelompok.
Dalam Tari Jaipong putra, terdapat gerakan emprak yang berarti bentuk pertahanan diri seorang juara dalam posisi yang sedang terhimpit. Gerakan ini tidak ada di tari putri.
Tari Jaipong Pasangan
Tari Jaipong Pasangan menceritakan kisah percintaan bagaimana seorang ronggeng (penari wanita) dalam menghadang godaan seorang bajidor (penari pria). Contoh Tari Jaipong pasangan adalah Rendeng Bojong dan Toka-Toka yang saling melengkapi antara laki-laki dan perempuan.