Menristek Paparkan Rahasia Sukses Bisnis Ikea dan Uniqlo

Rizky Alika
22 Juni 2020, 21:27
Menteri Riset dan Teknologi yang juga Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro (kedua kiri) bersama Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius (kanan) mendengarkan penjelasan pegawai saat meninjau fasilitas "Research and D
ANTARA FOTO/Risky Andrianto
Menteri Riset dan Teknologi yang juga Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Bambang Brodjonegoro (bersama Presiden Direktur PT Kalbe Farma Tbk Vidjongtius (kanan) saat meninjau fasilitas "Research and Development (R&D) PT Kalbio Global Medika, di Cikarang, Jawa Barat, Jumat (31/1/2020).

Penelitian dan pengembangan (research and development/RnD) yang maju merupakan kunci sukses dari berjayanya perusahaan dunia. Menteri Riset Teknologi dan Kepala Badan Riset Inovasi Nasional (Menristek/BRIN) Bambang Brodjonegoro mencontohkan perusahaan furnitur Ikea asal Swedia dan perusahaan pakaian Uniqlo asal Jepang yang mendunia berkat penelitian dan pengembangan yang serius.

"Saya mempelajari dari Ikea dan Uniqlo itu ada investasi (R&D) yang luar biasa," kata Bambang dalam Katadata Forum Virtual Series bertajuk "Penanggulangan Covid-19 Berbasis Pengetahuan Dan Inovasi", Senin (22/6). Dalam diskusi ini hadir pula peneliti kawakan Dewi Fortuna Anwar, dan Menteri PAN/RB Tjahjo Kumolo.

(Baca: Menpan RB Bakal Atur Jam Kerja Fleksibel untuk PNS di Era Normal Baru)

Produk Ikea dapat tersebar ke seluruh dunia padahal Swedia tidak memiliki banyak pabrik furnitur. Begitu pula dengan Jepang yang minim pabrik garmen.

Meski begitu, dua perusahaan tersebut memperoleh profit yang besar karena divisi penelitian dan pengembangan bekerja untuk memastikan produk mereka sesuai dengan kebutuhan pelanggan. "Jadi bukan hanya berbakat dalam kreativitas seni, mereka serius dengan R&D," ujar dia.

Menurutnya, sektor swasta penting untuk melakukan penelitian dan pengembangan dari hilir hingga ke hulu. Selama ini, sektor swasta dinilai masih fokus pada penelitian dan pengembangan pada wilayah hilir.

Untuk mendorong industri dalam penelitian dan pengembangan, ia mengatakan perlunya dukungan dari pemerintah.  Dalam hal ini, insentif untuk pihak swasta diperlukan guna mendorong penelitian dan pengembangan dari hilir hingga ke hulu.

Hal tersebut juga telah dilakukan oleh Singapura dan Thailand yang memberikan insentif super tax deduction hingga 400% untuk kegiatan penelitinan dan pengembangan. "Jadi wajar swasta tidak tertarik karena buat apa investasi? Daripada investasi R&D tidak ada insentif, lebih baik membeli lisensi dari luar," ujar dia.

Saat ini, kata dia, sebagian besar pabrik manufaktur di Indonesia menggunakan teknologi dari luar sehingga belum bisa menjadi kebanggaan meskipun produk tersebut dibuat di Indonesia.

"Kebanggaan asli buatan Indonesia itu semu karena value added terbesar produksi bukan ketika membuat, tetapi ketika mengembangkan dan desain produk," katanya.

(Baca: Pertama di Luar Jabodetabek, IKEA Buka Gerai di Bandung pada 2020)

Sementara itu Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenpanRB) Tjahjo Kumolo menyoroti kendala dalam pertukaran data dan informasi antar instansi pemerintah yang menyebabkan pemerintah kesulitan dalam membuat satu data nasional. "Antara pemerintah pusat dan daerah belum ada satu kata," kata dia.

Koordinasi antara pemerintah perlu dipastikan dapat berjalan dengan baik. Selain itu, data yang digunakan juga perlu dipastikan tidak mengalami tumpang tindih.

Guna mengatasi permasalahan tersebut, Tjahjo menilai pemerintah perlu menyusun strategi teknis. Hal ini juga perlu didukung dengan sinergi dari pengembangan dan pengkajian berbasis ilmu dan rumpun sosial.

Peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Dewi Fortuna Anwar mengatakan, penelitian dari hulu hingga hilir masih terkendala pada regulasi. Ia menceritakan pengalaman LIPI dalam melakukan penelitian bioteknologi.

Saat itu, penelitian pada level teknis dapat berjalan lancar. "Namun begitu mengundang pakar di bidang hukum, semuanya ditolak," ujar dia.

Ia mengatakan, penolakan tersebut lantaran belum ada skema keuangan terkait penelitian yang dilakukan oleh ASN yang menggandeng industri dengan dana APBN. Selain itu, belum ada kejelasan terkait hak intelektual properti, pembagian keuntungan serta risiko.

Bahkan, para pimpinan LIPI khawatir dengan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi. "Bisa dituduh memperkaya pihak lain atau kalau ada risiko bisa dituduh merugikan negara," katanya.

(Baca: Menristek Paparkan 10 Tren Teknologi Selama Pandemi Covid-19)

Bambang tak menampik persoalan ini. Ia bahkan mengaku mengalami sendiri ketika dulu aktif sebagai akademisi dan peneliti di kampus. “Para peneliti akhirnya sibuk menjadi akuntan, bukan fokus pada penelitiannya,” katanya.

Untuk mendorong R&D,  pemerintah juga akan memberikan insentif pajak berupa pengurangan pajak penghasilan (PPh) hingga 300% dari biaya yang dikeluarkan untuk kegiatan penelitian dan pengembangan. Insentif pajak tersebbut telah tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) nomor 45 tahun 2019.

Namun, perlu aturan teknis untuk menjalankan insentif pajak tersebut. Dalam hal ini, insentif pajak untuk penelitian dan pengembangan akan diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan.

(Baca: Menpan RB Bakal Atur Jam Kerja Fleksibel untuk PNS di Era Normal Baru)

Reporter: Rizky Alika
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...