Resmi Menutup Pabrik di Purwakarta, Ini Rekam Jejak Kerugian Bata
Produsen alas kaki PT Sepatu Bata Tbk (BATA) resmi menutup operasional pabrik yang berada di Purwakarta, Jawa Barat, pada 30 April 2024. Mengutip keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI)yang disampaikan manajemen BATA, penutupan pabrik tersebut dilakukan karena kerugian produksi yang tak dapat dihindari.
Corporate Secretary Sepatu Bata, Hatta Tutuko, mengatakan manajemen telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan produksi pabrik yang telah beroperasi selama nyaris 30 tahun tersebut. Namun, selama empat tahun berjalan di tengah kerugian, bisnis tetap tidak bisa pulih. "Kerugian dan tantangan industri akibat pandemi, ditambah perubahan perilaku konsumen yang sangat cepat, tidak dapat membendung kerugian," kata dia, Sabtu (4/5/2024).
Hatta mengatakan operasional pabrik di Purwakarta terpaksa dihentikan karena permintaan pelanggan terhadap jenis produk yang dibuat di pabrik tersebut terus menurun. Bahkan, ia menjelaskan, kapasitas produksi pabrik jauh melebihi kebutuhan di dalam negeri.
Rekam Jejak Kerugian Bata
Produsen kasut asal Ceko tersebut tercatat mulai mencatatkan kerugian pada 2020. Berdasarkan penelusuran, Bata mencatatkan rugi bersih sebesar Rp 177,76 miliar pada 2020. Pada 2021, catatan rugi bersih Bata menyusut sebesar 71,18% menjadi Rp 51,207 miliar.
Kerugian tersebut disebabkan angka penjualan yang tidak mencapai target. Pada 2021, penjualan Bata tercatat merosot 4,57% menjadi Rp 438,48 miliar. Besarnya beban penjualan dan pemasaran menjadi tekanan tambahan yang besar bagi Bata dengan nilai sebesar Rp 194,019 miliar.
Pada 2022, catatan kerugian Bata justru semakin membengkak, meskipun terdapat sedikit perbaikan pada tahun sebelumnya. Saat itu, Bata membukukan kerugian sebesar Rp 105,91 miliar atau meroket sebesar 106,85% dalam setahun.
Padahal, di tahun tersebut Bata mencatatkan peningkatan penjualan sebesar 46,74% dengan nilai Rp 643,45 miliar, dibandingkan penjualan pada tahun sebelumnya yang hanya meraup Rp 438,48 miliar. Persoalannya, peningkatan penjualan juga ikut meningkatkan beban pokok penjualan yang tercatat sebesar Rp 383,43 miliar. Nilai beban pokok penjualan sepanjang 2022 tersebut, meningkat 57,99% dari nilai di tahun sebelumnya sebesar Rp 242,71 miliar.
Kerugian usaha yang dialami Bata ikut meningkat sebesar 4,1% dari Rp 58,21 miliar pada 2021, menjadi Rp 60,63 miliar pada 2022. Selain itu, total ekuitas perusahaan turun menjadi Rp 319,76 miliar, liabilitas melonjak menjadi Rp 404,30 miliar yang membuat keadaan semakin sulit bagi Bata.
Kinerja Bata semakin terpuruk pada 2023. Bata mencatatkan peningkatan kerugian sepanjang Januari-September 2023 dengan nilai Rp 80,65 miliar, atau meningkat 46,74% dibandingkan dengan periode sama tahun sebelumnya, yang tercatat sebesar Rp 20,43 miliar.
Kondisi ini berbanding terbalik dengan penjualan bersih yang dibukukan menurun 0,42% menjadi Rp 488,87 miliar pada periode tersebut. Apabila dibandingkan dengan periode yang sama di tahun sebelumnya, Bata mencatatkan penjualan bersih sebesar Rp 490,57 miliar.
Menghadapi kerugian ini, manajemen Bata sempat memutuskan untuk menjual Graha Bata, gedung kantor pusat BATA yang terletak di Jakarta Selatan, yang diumumkan dalam pengumuman resmi di Bursa Efek Indonesia pada Kamis (7/3/2024). Gedung tersebut terdiri dari enam lantai dengan luas total bangunan mencapai 4.239,43 m2, berdiri di atas tanah seluas 1.993 m2 yang dikenal sebagai Graha Bata, berlokasi di Jalan T.B. Simatupang Nomor 28.
Menurut manajemen Bata saat itu, penjualan tersebut bertujuan untuk memperkuat keuangan perusahaan dengan melunasi sebagian pinjaman berbunga dan mengurangi biaya terkait pengelolaan properti. Selain itu, manajemen mempertimbangkan faktor efisiensi karena luas gedung yang melebihi kapasitas yang diperlukan untuk jumlah pegawai Bata yang tersisa saat ini.