Dua Produsen Potensi Produksi Baterai LFP di Dalam Negeri untuk EV

Andi M. Arief
8 Agustus 2024, 13:17
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam acara Katadata SAFE 2024, Kamis (8/8).
Katadata/Fauza
Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam acara Katadata SAFE 2024, Kamis (8/8).
Button AI Summarize

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mencatat investasi sekitar US$ 1 miliar masuk ke sektor baterai energi baru terbarukan atau EBT. Sebagian investasi tersebut berpotensi memproduksi baterai untuk kendaraan listrik berjenis Lithium Ferro Phospat atau LFP.

Investasi tersebut dampak akibat kerja sama pemerintah Indonesia dan Singapura dalam rantai pasok Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS). Oleh karena itu, baterai tersebut akan digunakan oleh PLTS untuk menyimpan kelebihan daya saat siang hari.

Sebagian pabrikan baterai berpotensi memproduksi baterai untuk kendaraan listrik atau EV. "Ada pabrikan baterai yang masuk dan dapat memproduksi baterai LFP, yakni Gotion High-Tech Co Ltd dan REPT Battero Energy Co Ltd," kata Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin di sela-sela Katadata SAFE 2024, Kamis (8/8).

Rachmat menyatakan belum dapat memastikan apakah kedua pabrikan baterai tersebut akan memproduksi baterai untuk EV. Namun, pemerintah menargetkan industri baterai EV di dalam negeri dapat memproduksi dua jenis, yakni LFP dan nickel manganese cobalt atau NMC.

Sebagian besar kendaraan listrik yang ada di Indonesia menggunakan baterai baterai LFP atau lithium ferophosphate yang tidak menggunakan nikel. Kendaraan listrik yang menggunakan baterai LFP misalnya BYD dan Wuling.

Padahal, Indonesia merupakan negara dengan cadangan nikel terbesar di dunia. Indonesia melakukan hilirisasi nikel yang digunakan untuk membuat baterai kendaraan listrik.

Sebelumnya, Rachmat mengatakan baterai nickel-manganese-cobalt atau NMC memiliki keunggulan karena lebih padat. Sehingga, baterai akan lebih ringan dan cepat saat ditambah daya atau charge.

"Dengan dimensi dan berat yg sama, dia lebih banyak minum listrik, dan stabil," ujarnya saat Workshop “Course to Zero (Emissions)” yang digelar International Council on Clean Transportation dan Katadata Green, di Jakarta, Rabu (28/2).

Indonesia telah menjadi produsen sel baterai EV pertama di Asia Tenggara setelah PT Hyundai LG Indonesia Green Power beroperasi bulan lalu. Pabrik tersebut kini memiliki kapasitas produksi 10 gigawatt hour setelah menelan investasi senilai US$ 1,1 miliar.

Saat ini, sudah ada 59 pabrikan motor listrik, 5 mobil listrik, dan 1 produsen truk listrik yang berinvestasi di Indonesia.

Reporter: Andi M. Arief
Editor: Yuliawati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...