Satgas Ungkap Kronologi Penyebaran Kontaminasi Cesium-137 di Cikande Banten

Mela Syaharani
4 Desember 2025, 17:48
Media Briefing bersama Bareskrim Polri dan Satgas Penanganan Cs-137 Terkait Proses Penegakan Hukum Penanganan Cesium-137, di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (4/12).
Katadata/Mela Syaharani
Media Briefing bersama Bareskrim Polri dan Satgas Penanganan Cs-137 Terkait Proses Penegakan Hukum Penanganan Cesium-137, di Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta, Kamis (4/12).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Kerawanan Bahaya Radiasi Radionuklida Cs-137 dan Masyarakat Beresiko Terdampak mengungkapkan kronologi penyebaran kontaminasi Cesium-137 di Kawasan Industri Cikande, Banten

Kasubdit II Direktorat Tipidter Bareskrim Mabes Polri, Sardo Sibarani mengatakan temuan kontaminasi Cesium-137 diawali dengan berhentinya aktivitas atau operasi oleh PT Peter Metal Technology (PMT), sebuah pabrik peleburan logam stainless steel. Perusahaan ini mulai beroperasi pada September 2024 dan berhenti beraktivitas pada Juli 2025 atau sebulan sebelum kasus kontaminasi Cesium bermula.

Sardo menyebut pemerintah memang sudah curiga sejak awal terhadap PMT. Namun setelah didalami dan berdasarkan catatan pembukuan, didapati bahwa tutupnya perusahaan ini bukan berasal dari cemaran Cesium namun faktor kekurangan bahan baku.

“Awalnya kami mencurigai PMT mengimpor bahan baku, tetapi (faktanya) bahan baku PMT bukan bijih besi, melainkan barang-barang bekas yang ada di Indonesia dan diolah menjadi stainless steel,” kata Sardo dalam media briefing, Kamis (4/12).

Dia menjelaskan, perusahaan hanya mengandalkan pasokan barang bekas domestik. Namun, ternyata pasokan yang ada di Indonesia tidak bisa memenuhi target produksi mereka, sehingga perusahaan memutuskan untuk berhenti beroperasi.

Dari penghentian ini ditemukan fakta bahwa barang bekas yang diolah di pabrik ini tidak melalui proses dengan baik. Limbah yang dihasilkan perusahaan dibuang ke salah satu tempat rongsokan yang ada di Cikande. 

Hal ini menyebabkan tersebarnya barang limbah ke lapak (rongsok) dengan kekuatan radiasi mencapai 10.000 microsievert per jam.

“Dari situ kami dalami sehingga muncul dugaan limbah PT PMT sebagai sumber utama (kontaminasi),” ujarnya.

Sardo mengatakan bahan baku rongsok berupa scrap metal atau besi tua ini didapatkan PMT melalui cara legal dan ilegal. Dia mengakui praktik ilegal ini bisa terjadi memang karena pemerintah masih kurang dalam mengawasi hal-hal yang berkaitan dengan Cesium.

Lebih lanjut dia menyebut bahan baku rongsok ini memang berupa alat medis untuk ronsen dan barang lainnya yang tidak dikelola dengan baik. Barang bekas ini seharusnya diberikan kepada BRIN untuk disimpan oleh negara.

“Karena barang ini mungkin masuk secara ilegal dan tidak didaftarkan ke pemerintah sehingga ketika rusak langsung dibuang ke tempat pengepul besi tua. Pengepulnya tidak tahu bahwa ada kandungan radioaktif sehingga dijual lagi ke pabrik peleburan, saat itulah terjadi kontaminasi,” ucapnya.

Bukti kontaminasi ini ditemukan Bapeten pada 29 Agustus 2025, dengan hasil paparan radiasi di tungku bakar dalam PT PMT sebesar 700 microsievert per jam.

Dengan hasil penyelidikan ini, Satgas memang menetapkan pabrik tersebut sebagai sumber kontaminasi dan menetapkan  Direktur PT PMT Lin Jingzhang sebagai tersangka.

“Tindakan pidana yang kami tangani di pabrik tersebut karena mereka tidak mengelola limbah sesuai aturan yang dikeluarkan pemerintah. Mereka juga teledor ketika menerima bahan baku dari masyarakat tidak mengecek, dan langsung dilebur (diproses),” katanya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...