Seperempat dari Total Sawah Terdampak Bencana, Aceh Batal Panen Raya
Lebih dari seperempat total lahan sawah di Provinsi Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat rusak akibat bencana banjir dan longsor November lalu. Sebagian petani di kawasan tersebut diperkirakan tidak akan menikmati Panen Raya pada April-Mei 2026.
Pemerintah Provinsi DI Aceh mendata lahan sawah yang rusak akibat bencana mencapai 139.444 hektare. Angka tersebut hampir 70% dari luas lahan sawah baku 2024 seluas 202.811 hektare.
Ketua Pengusaha Penggilingan Padi dan Beras Aceh Darmawan mengatakan bencana tersebut melanda 18 kabupaten/kota dari total 23 kabupaten kota di Aceh. Darmawan meyakini petani di Serambi Mekkah tidak akan menikmati Panen Raya tahun depan.
"Kami hanya berharap bisa menikmati panen gadu pada Juli-September 2026," kata Darmawan kepada Katadata.co.id, Senin (8/12).
Berdasarkan penelusuran Katadata, kerusakan sawah terkecil terjadi di Sumatra Barat, yakni seluas 6.749 hektare atau 3,58% dari luas lahan sawah baku. Dengan demikian, mayoritas atau 75% dari sawah rusak akibat bencana berada di DI Aceh.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana atau BNPB menaksir biaya pemulihan dampak bencana di tiga provinsi mencapai Rp 51,82 triliun. Separuh atau Rp 25,41 triliun akan dibutuhkan untuk memulihkan Aceh akibat bencana banjir dan longsor.
Sementara itu, Guru Besar Institut Pertanian Bogor Andreas Dwi Harsono mengatakan bencana di Sumatera akan menghilangkan satu musim tanam bagi daerah yang kehilangan sawah dengan luas besar. Smenetara itu, dampak produksi selama Panen Raya dinilai akan minimal untuk Sumatera Utara dan Sumatera Barat.
Andreas mengingatkan pemerintah harus mempertimbangkan cuaca pada Panen Gadu tahun depan dalam melakukan perbaikan sawah. Andreas menilai perbaikan di sawah terdampak harus mempertimbangkan kapasitas pengairan lantaran cuaca pada Panen Gadu 2026 adalah El Nina.
"Jadi pemerintah perlu mengantisipasi dengan melakukan perbaikan jaringan irigasi yang dilengkapi dengan pompa dan sumur. Hal tersebut akan sangat membantu petani di daerah terdampak," katanya.
Andreas pun mengingatkan agar pemerintah tidak melupakan perbaikan akses darat dalam perbaikan sawah. Sebab, jalur distribusi menuju sawah terdampak ikut rusak akibat bencana tersebut. "Jaringan distribusi petani juga perlu jadi bahan perhatian pemerintah," ujarnya.
Di samping itu, Andreas menyampaikan pemerintah perlu memberikan bantuan langsung kepada petani dengan sawah terdampak. Sebab, sekitar separuh dari pendapatan petani padi umumnya berasal dari produksi padi.
Selain itu, Andreas menduga tidak semua petani di daerah terdampak memiliki asuransi. Sebab, Andreas mendata hanya 1 dari 15 petani yang memiliki asuransi gagal panen pada tahun lalu.
"Pemerintah harus memberikan bantuan langsung kepada petani terdampak sampai mereka bisa menanam kembali untuk persiapan musim Gadu. Pemberian bantuan langsung tersebut harus dilakukan sembari perbaikan infrastruktur pendukung sawah dilakukan," katanya.
Di sisi lain, Anggota Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia Bayu Krisnamurthi menekankan percepatan perbaikan aksesibilitas pada kawasan sawah terdampak. Namun Bayu menilai perbaikan jaringan irigasi menjadi salah satu yang utama agar petani bisa kembali beraktivitas.
"Pemerintah harus memastikan sawah di daerah terdampak bencana bisa diolah kembali dan irigasi kembali berfungsi. Hal tersebut penting agar perdagangan beras bisa segera berjalan lagi," katanya.
