Kronologi Perdana Menteri Palestina Mengundurkan Diri

Agustiyanti
27 Februari 2024, 06:59
Perdana Menteri Palestina, Mohammad Shtayyeh, palestina, gaza, perang, israel
ANTARA FOTO/REUTERS/Raneen Sawafta/AWW/sa.
Raneen Sawafta Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh menanam pohon selama upacara pembukaan pabrik pengolahan air limbah, di Tayasir di West Bank yang diduduki Israel, Rabu (24/3/2021).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Perdana Menteri Palestina Mohammad Shtayyeh mengumumkan pengunduran diri dari pemerintahan di tengah perang di Gaza yang tak kunjung usai.

“Keputusan untuk mengundurkan diri diambil mengingat eskalasi yang belum pernah terjadi sebelumnya di Tepi Barat dan Yerusalem serta perang, genosida dan kelaparan di Jalur Gaza,” kata Shtayyeh, yang mengajukan pengunduran dirinya kepada Presiden Otoritas Palestina (PA) Mahmoud Abbas pada Senin (26/2), seperti dikutip dari Aljazeera

Abbas menerima pengunduran diri Shtayyeh dan memintanya untuk tetap menjabat sebagai pengurus sampai pengganti permanen ditunjuk.

Pengunduran diri Shtayyeh muncul ketika tekanan AS terhadap Abbas semakin meningkat untuk menggoyahkan Otoritas Palestina. Mereka ingin merancang struktur politik yang dapat mengatur negara Palestina setelah perang.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dalam beberapa kesempatan menolak seruan AS terkait pembentukan Otoritas Palestina. Anggota parlemen Israel pada pekan lalu juga mendukung penolakan Netanyahu terhadap pengakuan atas negara Palestina.

Kementerian Luar Negeri Palestina mengecam pemungutan suara tersebut dan menuduh Israel menyandera hak-hak warga Palestina seiring pendudukan wilayah ileh mereka Palestina. “Kementerian menegaskan kembali bahwa keanggotaan penuh Negara Palestina di PBB dan pengakuannya oleh negara lain tidak memerlukan izin dari Netanyahu,” katanya dalam sebuah pernyataan.

Sejak penandatanganan Perjanjian Oslo pada awal tahun 1990an, hanya sedikit kemajuan yang dicapai dalam mencapai solusi dua negara.

Ketika Mahkamah Internasional mendengarkan pendapat dari sekitar 50 negara mengenai dampak hukum pendudukan Israel di Tepi Barat. Menteri Keuangan sayap kanan Israel Bezalel Smotrich mengumumkan rencana untuk membangun lebih dari 3.300 rumah baru sebagai tanggapan atas penembakan yang menewaskan seorang warga sipil Israel.

Smotrich mengatakan, keputusan tersebut akan memulai proses persetujuan untuk 300 rumah baru di pemukiman Kedar dan 2.350 di Maale Adumim, tempat serangan itu terjadi.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kecewa mendengar pengumuman Israel tentang pemukiman baru tersebut. “Sudah menjadi kebijakan lama AS di bawah pemerintahan Partai Republik dan Demokrat bahwa permukiman baru adalah kontra-produktif untuk mencapai perdamaian abadi,” katanya di Buenos Aires.

Hal tersebut, menurut dia, juga tidak sejalan dengan hukum internasional. "Pemerintahan kami tetap menentang perluasan permukiman dan menurut penilaian kami, hal ini hanya melemahkan, bukan memperkuat, keamanan Israel," kata dia. 

Kekerasan di Tepi Barat yang diduduki Israel telah meningkat secara signifikan setelah serangan Hamas pada 7 Oktober di Israel selatan yang menewaskan 1.139 orang. Pemboman balasan Israel di Gaza telah menewaskan lebih dari 29.000 warga sipil Palestina, menurut Kementerian Kesehatan Jalur Gaza.

Pejabat kesehatan Palestina juga mengatakan setidaknya 401 orang tewas akibat tembakan Israel di Tepi Barat yang diduduki pada periode yang sama.

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...