Mayoritas Orang Jepang Tak Yakin Hidup Bahagia jika Berusia 100 Tahun
Sebuah penelitian terbaru menunjukkan, mayoritas masyarakat Jepang tidak punya keinginan untuk hidup selama satu abad, berbeda dengan sikap masyarakat lain terkait umur panjang.
Penelitian terkait penuaan ini dilakukan di enam negara yang hasilnya dirilis awal pekan ini. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa orang Jepang hanya fokus pada aspek negatif dari hidup hingga usia 100 tahun. Hanya 21% dari orang disurvei optimistis akan hidup bahagia ketika mencapai usia 100 tahun.
“Jika kita melihat pandangan masyarakat terhadap kehidupan hingga usia 100 tahun, menjadi jelas bahwa Jepang adalah satu-satunya negara yang tidak melihat aspek positif dari era harapan hidup 100 tahun,” ujar Takashi Tanaka yang merupakan penulis laporan tersebut dalam kesimpulannya.
Ia menjelaskan, masyarakat di negara lain fokus pada aspek positif Messi sebenarnya ada aspek negatif, seperti kecemasan dan kesulitan terkait dengan umur 100 tahun. Menurut laporan tersebut, aspek negatif yang cenderung menjadi fokus orang Jepang adalah tidak ingin menjadi beban bagi keluarga atau teman seiring bertambahnya usia dan kesulitan yang terkait dengan menjadi orang yang berumur seratus tahun.
Responden di negara-negara lain yang terlibat dalam penelitian ini, yakni Amerika Serikat, Tiongkok, Korea Selatan, Jerman dan Finlandia juga menyampaikan kekhawatiran serupa.
Hanya 27,4% warga Jepang yang menyatakan ingin hidup hingga usia 100 tahun, dibandingkan dengan 52,8% warga Jerman, 53,1% warga Korea Selatan, 58,4% warga Finlandia, 65,6% warga Tiongkok, dan 66,7% warga Amerika.
Studi ini dilakukan oleh Research Institute for Centenarians untuk memperingati Hari Kebahagiaan Internasional PBB pada hari Rabu(20/3). Penelitian dilakukan terhadap 2.800 orang Jepang berusia antara 20 dan 79 tahun terkait pemikiran mereka tentang penuaan, bersama dengan jumlah orang yang sama di negara lain.
Kanako Hosomura, seorang ibu rumah tangga berusia 41 tahun dari Yokohama, mengatakan bahwa dia akan “senang hidup sampai usia 100 tahun, tetapi hanya jika saya mampu secara fisik dan mental menjaga diri sendiri.
“Saya tidak ingin meminta orang lain melakukan sesuatu untuk saya, bahkan hal sederhana sekalipun, karena saya akan menjadi beban bagi mereka. Tetapi jika saya bisa berkeliling dan pikiran saya masih sehat, mengapa tidak hidup sampai usia 100?” katanya kepada This Week in Asia.
Hosomura mengatakan dia khawatir bahwa dia akan menjadi lebih pesimis tentang masa depannya seiring bertambahnya usia.
Makoto Suzuki, seorang ahli jantung berusia 90 tahun, mengatakan masyarakat Okinawa memiliki sikap yang berbeda terhadap umur panjang dibandingkan daerah lain di Jepang.
“Ada banyak alasan mengapa orang-orang di sini bisa hidup lebih lama, tapi alasan mendasarnya adalah ‘ikegai’,” katanya.
Ikegai mengacu pada gagasan tradisional tentang alasan seseorang untuk hidup. Bagi Suzuki, alasannya hidup adalah karyanya di kota Naha dan perannya pendiri Okinawa Research for Center for Longevity Sciences.
Selain alasan untuk hidup, banyak orang di Okinawa yang masih memiliki pola makan yang baik, kaya akan sayur-sayuran, buah-buahan dan makanan laut. Menurut Suziki, mereka juga masih menjaga kebersamaan yang kuat.
Menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang dihimpun World Population Review, Jepang termasuk sebagai salah satu negara dengan angka harapan hidup tertinggi di dunia.
Angka harapan hidup global pada 2023 mencapai 73,4 tahun. Sementara itu, angka harapan hidup Jepang mencapai 84,95 tahun.
.