Cara Warga Singapura Tetap Harmonis di Tengah Keberagaman 10 Agama

Tia Dwitiani Komalasari
11 Juni 2024, 07:00
Sekelompok jurnalis mengaambil gambar aktivitas ibadah umat Taoisme di Kuil Yu Huang Gong atau Kuil Kaisar Langit Surgawi yang ada di Jalan Telok Ayer, Singapura, Jumat (7/6).
Dokumentasi Singapore International Foundation
Sekelompok jurnalis mengaambil gambar aktivitas ibadah umat Taoisme di Kuil Yu Huang Gong atau Kuil Kaisar Langit Surgawi yang ada di Jalan Telok Ayer, Singapura, Jumat (7/6).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Sekitar pukul sembilan pagi, tujuh orang umat Taoisme tengah sembahyang sambil memegang dupa di Kuil Yu Huang Gong atau Kuil Kaisar Langit Surgawi yang ada di Jalan Telok Ayer, Singapura, Jumat (7/6). Kuil tersebut memiliki bangunan terbuka, sehingga semua orang yang melewati jalan itu bisa melihat aktivitas para penganut Taoisme berdoa.

Tepat di sebelah bangunan tersebut, kita bisa menemukan Kuil Thian Hock Keng yang merupakan tempat beribadah umat Buddha. Kuil Hokkien tertua di Singapura itu terdiri dari dua bangunan, yaitu kuil untuk Dewi Maco, dan kuil Buddha yang dibangun untuk Guan Yin. 

Sekitar 80 meter kemudian, terdapat Masjid Al Abrar yang berdiri kokoh di tengah kawasan pecinan atau chinatown. Tempat beribadah umat muslim tersebut merupakan salah satu masjid tertua di Singapura. 

Tiga tempat ibadah yang berdiri berdampingan di Jalan Telok Ayer sepanjang 300 meter ini merupakan representasi bagaimana warga Singapura berupaya menjalin harmoni di tengah keragaman agama. Singapura memang merupakan negara sekuler, namun jutaan warga dari berbagai etnis, budaya, dan agama hidup berdampingan di sana dengan harmonis.

Berdasarkan data Census of Population Singapore pada 2020, terdapat 10 agama utama yang ada di Singapura. Sepuluh agama tersebut adalah Buddha dengan jumlah penganut 31,1%; Kristen 18,9%; Islam 15,6%; Taoisme 8,8%; Hindu 5%; Sikhs 0,35%; juga agama lainnya seperti Bahá'í, Jainisme, Yahudi, dan Zoroaster.

Tak Hanya itu, sensus tersebut juga mencatat terdapat 20% warga Singapura yang tidak beragama.

Jurnalis Katadata diajak lebih jauh untuk mengenal keberagaman agama di Singapura melalui program Multilateral Journalist Visit Programme yang diselenggarakan oleh Singapore International Foundation. Program tersebut mengundang 13 jurnalis dari berbagai negara di Asia Tenggara untuk mengunjungi dan melihat lebih dalam tentang kehidupan warga Singapura. 

Konflik Agama Menghambat Kemajuan Negara

Sejarawan di Harmony in Diversity Gallery, Imran Ahmed, mengatakan faktanya tidak ada agama yang benar-benar dominan di Singapura. Agama Buddha yang memiliki jumlah umat terbesar pun hanya memiliki persentase kurang dari sepertiga populasi negara tersebut.

Imran Ahmed memberikan penjelasan mengenai keragaman tempat ibadah di Singapura
Sejarawan, Imran Ahmed, memberikan penjelasan pada jurnalis mengenai keragaman tempat ibadah di Singapura (Dokumentasi Singapore International Foundation)

 Oleh karena itu, Imran mengatakan, menjaga keragaman sangat penting bagi Singapura yang hanya memiliki 5,9 juta penduduk. Konflik dan perselisihan antar umat beragama akan berdampak sangat buruk bagi kehidupan komunitas di Singapura. 

Perselisihan umat beragama bahkan dapat menghambat kemajuan negara tersebut di berbagai sektor.

“Jika kita tidak bisa belajar untuk hidup bersama, maka negara ini akan hancur dengan sangat cepat,” ujarnya.

Dalam kesempatan itu, Imran pun memperlihatkan video mengenai ratusan konflik agama yang terjadi di seluruh dunia. Konflik tersebut menyebabkan kehancuran di muka bumi, bahkan banyak nyawa melayang.

Imran mengatakan, Singapura harus belajar sejarah dari Yugoslavia, sebuah negara kecil di Eropa. Mereka sebelumnya hidup rukun selama 500 tahun dengan tiga agama utama seperti halnya di Singapura. Namun pergantian kepemimpinan dengan kebijakan yang berbeda membuat negara tersebut mengalami perang saudara dan kini terpecah menjadi tujuh bagian.

Rukun Bukan Berarti Tanpa Argumentasi

Menurut Imran, seperti halnya kehidupan berumah tangga, perselisihan antar umat beragama dalam kehidupan sehari-hari merupakan hal yang kerap muncul. Namun yang terpenting adalah bagaimana rasa hormat dan empati bisa menyelesaikan perselisihan tersebut.

“Tidak ada pernikahan tanpa argumentasi. Yang menjadi kuncinya adalah bagaimana kita mengelolanya? Bagaimana kita mengatasinya? Begitu juga dalam hubungan antar agama,” ujarnya.

Dia mengatakan, setiap warga Singapura berhak memegang teguh keyakinan dan menjalankan ritual agamanya. Namun mereka juga memegang prinsip hormat dan toleransi terhadap ritual agama lain.

Pengunjung melihat kitab suci dari berbagai agama di Harmony in Diversity Gallery Singapura
Jurnalis asal Filipina, Angelo Sanchez, melihat kitab suci dari berbagai agama di Harmony in Diversity Gallery Singapura (Dokumentasi Singapore International Foundation)

 Misalnya saja Imran yang beragama Islam, kerap mengundang tetangganya untuk berbuka puasa bersama. Padahal, hanya ada belasan warga muslim di kawasan tempat tinggalnya.

Begitu juga saat tetangganya merayakan tahun baru Cina, Imran kerap mengunjungi mereka. Umat muslim di Singapura juga kerap mengucapkan Selamat Natal pada umat Kristen yang merayakannya.

“Mengucapkan selamat natal tidak mengurangi nilai keyakinan kita,” ujar Imran.

Dia mengatakan, pemerintah Singapura juga meminta bantuan dari  para pemuka 10 agama utama di negara tersebut untuk menciptakan kerukunan. Mereka kerap berkomunikasi untuk menunjukkan kebaikan semua agama. 

Komunikasi antar pemuka agama tersebut sangat penting terutama di era media sosial yang kerap menampilkan isu SARA dengan cepat. Hal itu termasuk dengan isu agama yang ada di luar negeri.

“Kita harus mampu menyelesaikannya sebagai komunitas. Jangan membawa perselisihan ini ke Singapura,” ujarnya.

Warga Singapura Nilai Positif Keberagaman Agama

Sementara itu berdasarkan kajian Pew Research Center, warga Singapura dari semua agama umumnya bertoleransi dan menerima penganut agama berbeda. Mayoritas warga Singapura dari semua agama, termasuk mereka yang tidak beragama, mengatakan Islam, Kristen, Hindu, agama tradisional Tiongkok, dan agama Pribumi selaras dengan budaya dan nilai-nilai Singapura.

Masih berdasarkan riset yang sama, kebanyakan warga Singapura juga menggambarkan agama lain sebagai agama yang damai. Mereka mengatakan akan menerima penganut agama tersebut sebagai tetangga.

Satu hal yang tak kalah penting, riset tersebut juga menunjukkan  bahwa kebanyakan warga Singapura memandang keberagaman di negaranya sebagai hal yang baik bagi negaranya. Secara keseluruhan, 56% mengatakan bahwa memiliki masyarakat yang berbeda agama, kelompok etnis, dan budaya menjadikan Singapura tempat yang lebih baik untuk ditinggali.

Hanya 4% yang mengatakan bahwa keberagaman membuat negara mereka menjadi tempat yang lebih buruk untuk ditinggali, sementara 37% mengatakan hal tersebut hanya memberikan sedikit perbedaan.

Warga Singapura yang sangat religius sangat mendukung keberagaman nasional.

Harmony In Diversity Gallery

Salah satu keseriusan Singapura dalam membentuk kerukunan beragama adalah dengan didirikannya Harmony in Diversity Gallery oleh Kementerian Dalam Negeri bekerja sama dengan mitra masyarakat dan organisasi seperti Inter-Religious Organization (IRO). Galeri ini bertujuan untuk mempromosikan apresiasi terhadap keragaman agama yang kaya di Singapura. 

Tempat  ini menyoroti pentingnya mencari titik temu untuk membangun rasa saling menghormati dan menghargai keyakinan orang lain, serta perlunya melindungi dan memperluas ruang bersama kita.

Galeri tersebut dibagi menjadi empat bagian. Bagian pertama menyoroti keberagaman agama di Singapura yang dapat menjadi sumber kekuatan atau gesekan. Pada bagian ini, kita juga bisa mendapatkan gambaran banyaknya konflik agama di dunia bisa menyebabkan kehancuran juga menghilangkan banyak nyawa.

Sementara bagian kedua mengeksplorasi jalinan kesatuan yang terjalin dalam kekayaan agama Singapura. Pengunjung belajar bagaimana komunitas agama Singapura berkontribusi terhadap pembangunan negara tersebut.

Pada bagian ini, ditampilkan juga tayangan multimedia mengenai Kerusuhan Maria Hertogh. Pengunjung diajak untuk menyoroti penyebab dan pelajaran dari kerusuhan tersebut.

Bagian ketiga galeri tersebut menyoroti Ruang bersama di Singapura – tempat di mana orang-orang dari berbagai ras dan agama berinteraksi dan menciptakan pengalaman bersama. Salah satu hal yang menarik di galeri ini adalah adanya simulasi dari gesekan umat beragama.

Pengunjung diajak untuk membedah studi kasus gesekan umat beragama, lalu bisa memilih apa saja pilihan yang dapat dilakukan, serta  dampak yang terjadi ada setiap pilihan tersebut. Dengan simulasi tersebut, pengunjung bisa mendapatkan bayangan bagaimana konflik agama yang dihadapi dengan toleransi tinggi, menjadi solusi yang terbaik dalam menjaga keharmonisan antar umat beragama.

Harmony in Diversity Gallery
Jurnalis asal Malaysia, Cherrie Wong, menempelkan kertas yang berisi idenya untuk menjaga keharmonisan antar umat beragama di Harmony in Diversity Gallery (Dokumentasi Singapore International Foundation)

Di galeri terakhir, pengunjung diajak untuk merefleksikan peran yang dapat kita mainkan dalam membantu menjaga keharmonisan Singapura.  Pengunjung dapat membuat komitmen pribadi untuk melestarikan kerukunan umat beragama dan membagikannya sehingga bisa menginspirasi orang lain.















Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...