Risiko dan Protokol Keamanan Penanganan Jenazah Pasien Corona
Warga di beberapa daerah dilaporkan menolak adanya pemakaman jenazah pasien corona atau Covid-19 di wilayahnya. Hal ini seiring kekhawatiran akan risiko penularan corona dari jenazah. Sebab, bakteri dan virus masih akan hidup dalam tubuh jenazah selama beberapa lama. Lantas, seperti apa risikonya dan bagaimana cara penanganan yang dianjurkan?
Salah satu yang jadi kekhawatiran adalah penyebaran virus atau bakteri dari jenazah di pemakaman bila nantinya terjadi bencana alam. Soal ini, Organisasi Kesehatan Internasional (WHO) dalam tulisan bertajuk “Risks Posed By Dead Bodies After Disaster”, menjelaskan tidak ada bukti bahwa jenazah berisiko menyebarkan penyakit setelah terjadinya bencana alam.
(Baca: Mengenal Psikosomatik yang Mengiringi Pandemi Corona)
Di sisi lain, WHO menjelaskan, pekerja yang secara rutin menangani jenazah berisiko terkena tuberculosis; virus yang menyebar melalui darah alias bloodborne viruses seperti hepatitis B, C, dan HIV; serta infeksi gastrointestinal yang bisa dengan mudah menular lewat feses, seperti kolera, e-coli, hepatitis A, rotavirus diarrhoea, salmonellosis, shigellosis, dan demam typhoid atau paratyphoid.
Maka itu, “Informasi mengenai risiko ini harus disediakan untuk petugas kondisi darurat dan masyarakat umum, untuk memastikan jenazah disemayamkan dengan benar, adanya peringatan yang sesuai dalam penanganan jenazah, serta menghindari kepanikan dan salah pengertian,” demikian tertulis.
(Baca: Mengenal Raja Thailand yang Isolasi Diri di Jerman Bersama Para Selir)
WHO memberikan beberapa saran dalam penanganan jenazah secara umum, termasuk dalam soal jarak pemakaman dengan pemukiman. Pertama, pemakaman harus setidaknya 30 meter dari sumber air yang dimanfaatkan masyarakat untuk minum. Kedua, dasar liang lahat setidaknya 1,5 meter di atas permukaan air tanah, dengan zona tidak jenuh air (unsaturated zone) 0,7 meter. Ketiga, air permukaan dari pemakaman tidak boleh masuk area yang ditinggali masyarakat.
Sedangkan bagi petugas yang menangani jenazah, diminta untuk mengikuti peringatan universal ketika menangani darah dan cairan tubuh, serta vaksinasi hepatitis B. Kemudian, menggunakan sarung tangan sekali pakai dan langsung dibuang, menggunakan kantung jenazah, dan mencuci tangan dengan sabun setelah menangani jenazah dan sebelum makan.
WHO juga menyarankan pembersihan dengan disinfektan terhadap kendaraan dan peralatan yang digunakan dalam penanganan jenazah. “Tidak perlu melakukan disinfeksi terhadap jenazah sebelum pemakaman, kecuali untuk kasus kolera,” demikian tertulis.
Protokol Penanganan Jenazah Pasien Corona. Penguburan Massal Jadi Solusi?
Di tengah lonjakan korban meninggal akibat virus corona di beberapa negara, kremasi jadi opsi yang banyak dipakai untuk penanganan jenazah, selain penguburan. Mengutip siaran pers kementerian Agama, pengurusan jenazah penyakit menular memang biasanya diakhiri dengan penguburan atau kremasi, tergantung kondisi.
Lantas, bagaimana dengan opsi penguburan massal? WHO sendiri tidak merekomendasikan pemakaman massal dalam prosedur kesehatan publik yang dibuatnya. Alasannya antara lain prosedur tersebut akan menabrak norma sosial yang penting di masyarakat. Penjelasan ini tertulis dalam “Risks Posed By Dead Bodies After Disaster”.
Adapun pemerintah telah merilis protokol pengurusan dan perawatan jenazah pasien Covid-19. Protokol ini untuk menjaga keamanan para petugas yang menangani, keluarga, dan warga. Berikut protokol yang dimaksud, dikutip dari Surat Edaran dan siaran pers Kementerian Agama:
Pengurusan Jenazah
1. Pengurusan jenazah pasien Covid-19 dilakukan oleh petugas kesehatan pihak rumah sakit yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Ini termasuk kegiatan memandikan jenazah.
2. Jenazah pasien Covid-19 ditutup dengan kain kafan/bahan dari plastik (tidak dapat tembus air). Dapat juga jenazah ditutup dengan bahan kayu atau bahan lain yang tidak mudah tercemar.
3. Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi, kecuali dalam keadaan mendesak, seperti autopsi dan hanya dapat dilakukan oleh petugas.
4. Jenazah disemayamkan tidak lebih dari empat jam.
Penguburan/kremasi Jenazah
1. Lokasi penguburan harus berjarak setidaknya 50 meter dari sumber air tanah yang digunakan untuk minum, dan berjarak setidaknya 500 meter dari pemukiman terdekat.
2. Jenazah harus dikubur pada kedalaman 1,5 meter, lalu ditutup dengan tanah setinggi 1 meter.
3. Setelah semua prosedur jenazah dilaksanakan dengan baik, maka pihak keluarga dapat turut dalam penguburan jenazah.
Sedangkan untuk kremasi jenazah, lokasi kremasi setidaknya harus berjarak 500 meter dari permukiman terdekat. Kremasi sebaiknya tidak dilakukan pada beberapa jenazah sekaligus untuk mengurangi polusi asap.
Salat Jenazah dan Prosesi Keagamaan Lainnya
Prosesi keagamaan untuk penguburan/kremasi diminta untuk mematuhi protokol dari Satgas Covid-19 ataupun arahan kepolisian. Ini termasuk melibatkan jumlah orang yang sangat terbatas dengan tetap menerapkan jarak aman. Berikut protokol untuk salat jenazah:
1. Salat jenazah dilakukan di rumah sakit rujukan. Jika tidak, salat jenazah bisa dilakukan di masjid yang sudah dilakukan proses pemeriksaan sanitasi secara menyeluruh dan melakukan disinfektasi setelah salat jenazah.
2. Salat jenazah dilakukan segera dengan mempertimbangkan waktu yang telah ditentukan yaitu tidak lebih dari 4 jam.
3. Salat jenazah dapat dilaksanakan sekalipun oleh 1 orang.
Protokol Perawatan Jenazah Bagi Petugas
1. Petugas perlu melindungi diri dengan memastikan keamanan dan kebersihan diri sebelum memandikan/menyemayamkan jenazah. Beberapa langkah yang bisa dilakukan:
-Mengenakan pakaian pelindung, sarung tangan, dan masker. Semua komponen pakaian pelindung harus disimpan di tempat yang terpisah dari pakaian biasa.
-Tidak makan, minum, merokok, maupun menyentuh wajah saat berada di ruang penyimpanan jenazah, autopsi, dan area untuk melihat jenazah.
-Menghindari kontak langsung dengan darah atau cairan tubuh jenazah.
-Selalu mencuci tangan dengan sabun atau sanitizer berbahan alkohol.Jika memiliki luka, menutupnya dengan plester atau perban tahan air.
-Sebisa mungkin, mengurangi risiko terluka akibat benda tajam.
2. Bila petugas terkena darah atau cairan tubuh jenazah, berikut langkah yang perlu dilakukan:
-Jika petugas mengalami luka tertusuk yang cukup dalam, segera bersihkan luka dengan air mengalir.
-Jika luka tusuk tergolong kecil, cukup biarkan darah keluar dengan sendirinya.
-Semua insiden yang terjadi saat menangani jenazah harus dilaporkan kepada pengawas.
3. Perawatan jenazah ketika terjadi wabah penyakit menular umumnya juga melibatkan desinfeksi. Namun, desinfeksi saja tidak cukup untuk menghalau penyakit infeksi. Petugas medis tetap harus menggunakan pakaian dan alat pelindung, sering mencuci tangan, serta mandi dengan sabun khusus setelah menangani jenazah.
4. Setelah seluruh prosedur perawatan jenazah selesai, semua bahan, zat kimia, ataupun benda lainnya yang tergolong limbah klinis harus dibuang di tempat yang aman, dan disinfeksi kembali dilakukan kepada petugas medis dan semua barang yang digunakan.