Wilayah-wilayah yang Terancam Bencana Selama Mudik Lebaran
Mudik Lebaran sudah menjadi tradisi di masyarakat Indonesia. Sejak semalam, gelombang orang mulai meninggalkan tempat perantauannya ke kampung halaman, atau mereka yang sekadar ingin berlibur di saat mudik Lebaran 2019. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengimbau agar para pemudik itu mewaspadai kemungkinan bencana di tempat yang dituju.
BNPB mencatat beberapa wilayah di Indonesia terancan bencana selama mudik Lebaran tahun ini. Di antaranya adalah 21 % wilayah berpotensi mengalami kemarau dan 79 % berpotensi hujan. “Hujan ini berpotensi menimbulkan tanah longsor dan banjir,” kata Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB Wisnu Widjadja di Jakarta, Jumat (31/05/2019)
Menurut Wisnu, wilayah Jawa pada umumnya diprediksi terjadi musim kemarau, kecuali di Jawa Barat bagian barat. Selain itu, wilayah Sumatera sebagian diprediksi masih hujan, terutama Sumatera bagian tengah. Lalu, wilayah Kalimantan, Sulawesi, dan Papua berpotensi terjadi hujan hingga longsor.
Untuk wilayah gunung berapi umumnya tidak ada yang berada dalam posisi awas. Meski demikian, masyarakat diimbau untuk tidak masuk ke radius yang sudah ditetapkan badan geologi, seperti Gunung Agung. “Itu dari radius empat kilometer, jangan masuk sana,” ujar Wisnu.
Karena itu, dia menyarankan masyarakat berhati-hati dengan mengenali dan mempelajari penanganan ketika bencana terjadi. Salah satu cara pengenalan itu menggunakan portal kajian risiko ancaman bencana di http://inarisk.bnpb.go.id/, di mana pengguna dapat mempelajari lebih jauh ancaman bencana di suatu tempat. Jika mengetahui suatu wilayah berpotensi muncul bencana alam seperti tsumani, masyarakat diimbau tidak panik dan langsung membatalkan rencana perjalanannya.
(Baca: Tips Mengenali Bencana dan Antisipasinya Saat Mudik Lebaran)
Menurut Wisnu, prediksi bencana tersebut belum tentu terjadi. Hanya, masyarakat harus tetap waspada. Misalnya, ketika berada di wilayah rawan tsunami, masyarakat sebaiknya menghindari kamar penginapan di lantai dasar. Sebab, rata-rata tinggi tsunami adalah sekitar tiga sampai lima meter. “Jadi lebih baik cari penginapan yang lebih dari lima meter. Masyarakat bisa mengambil kamar di lantai tiga ke atas,” ujarnya.
Selain itu, masyarakat perlu lebih mengenali bagaimana tsunami, gempa bumi, atau bencana alam lainnya terjadi. Tsunami, misalnya, dapat terjadi apabila ada gempa besar yang berasal dari tengah laut.
Yang perlu diwaspadai dari gempa tak hanya besaran dari goncangannya, juga dari durasinya. Jika masyarakat merasakan gempa yang cukup lama yakni 20 hingga 30 detik, gempa itu berpotensi menimbulkan tsunami.
(Baca: 29 Meninggal, Korban Bencana di Bengkulu Terus Bertambah)
“Selanjutnya, yang harus dilakukan adalah mencari tempat yang setinggi mungkin. Itu kiat yang sederhana,” ujarnya. Hanya, wisnu mengatakan bahwa masyarakat tidak perlu menunggu berapa lama durasi gempa. Ketika gempa terjadi, mereka harus langsung menyelamatkan diri dengan mencari tempat yang tinggi untuk berlindung.