Antisipasi Dampak Erupsi Gunung Anak Krakatau, BMKG Pasang Sensor
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memasang sensor water level dan sensor curah untuk mengantisipasi dini dampak erupsi Gunung Anak Krakatau terhadap tinggi gelombang laut. Pemasangan sensor ini juga dilakukan untuk memantau potensi tsunami senyap yang mungkin terjadi akibat longsoran Gunung Anak Krakatau.
Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono, mengatakan alat sensor tersebut dipasang di Pulau Sebesi di Selat Sunda dan bisa live ke server Automatic Weather Station (AWS) Rekayasa di BMKG. Pascatsunami Selat Sunda yang terjadi 22 Desember 2018, BMKG merintis sistem peringatan dini akibat longsoran lereng Gunung Anak Krakatau yang dinamakan Indonesia Seismic Information System (InaSEIS). Sistem ini beroperasi di Selat Sunda berbasis pemantauan intensitas gempa skala lokal.
"Hingga saat ini di dunia belum ada sistem peringatan dini tsunami akibat longsoran lereng vulkanik. Namun, BMKG merancang permodelan mandiri," kata Daryono sebagaimana dikutip Antara, Rabu (2/1). BMKG berharap sistem yang dirintis ini dapat bermanfaat dan memberikan peringatan dini jika terjadi tsunami di Selat Sunda.
Menurut Daryono, hingga saat ini gempa bumi maupun tsunami belum bisa diprediksi. Jadi, jika banyak beredar terkait prediksi gempa dan tsunami, sebaiknya masyarakat mengabaikan saja berita tersebut.
BMKG dan Badan Geologi terus memantau perkembangan Gunung Anak Krakatau. Masyarakat juga bisa mendapatkan informasi dan memantau perkembangan beritanya dari aplikasi InfoBMKG dan aplikasi Magma Indonesia.
(Baca: BMKG Diminta Pasang Pengukur Ketinggian Air Laut Antisipasi Tsunami)
Hoaks Letusan Anak Krakatau
Belum lama ini beredar rekaman audio pendek sekitar 1 menit 34 detik. Isi rekaman tersebut memberitahukan bahwa menurut BMKG akan terjadi letusan Gunung Anak Krakatau yang menghasilkan gempa dengan skala 8 SR di wilayah Lampung dalam waktu dekat.
Daryono mengatakan, BMKG tidak pernah memberikan pernyataan tersebut. Masyarakat diimbau untuk tidak menyebarluaskan jika mendapat broadcast terkait audio tersebut. Sebaiknya rekaman tersebut langsung dihapus agar tidak membuat masyarakat resah.
Ketinggian Gunung Anak Krakatau saat ini hanya tersisa 30% atau sekitar 110 meter dari permukaan laut (mdpl) setelah mengalami beberapa kali erupsi sejak 22 Desember 2018. Sebagian material tubuhnya dipastikan telah luruh ke laut di sekitarnya sehingga diduga menjadi pemicu terjadi tsunami Selat Sunda di kawasan pesisir di Lampung dan Banten.
(Baca: Volume Anak Krakatau Tersisa 30% Pasca Erupsi, Potensi Tsunami Minim)