Mabes Polri Hitung Kerugian Jemaah First Travel Capai Rp 848 Miliar
Badan Reserse Kriminal Mabes Polri menghitung jumlah kerugian korban penipuan paket umrah PT First Anugerah Karya Wisata (First Travel) mencapai Rp 848 miliar. Perhitungan ini berdasarkan harga paket promo dan biaya tambahan setor carter pesawat yang dikeluarkan jemaah.
Bareskrim menghitung jemaah yang batal berangkat sebanyak 58.682 orang, meskipun telah membayar paket promo senilai Rp 14,3 juta per orang dalam periode Desember 2016 hingga Mei 2017. "Kerugiannya untuk yang membayar paket umrah mencapai Rp 839,11 miliar," kata Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Brigjen Pol Herry Rudolf Nahak di Bareskrim, Selasa (22/8).
Herry menjelaskan sebanyak 72.682 orang yang mendaftar paket umrah First Travel dengan harga Rp 14,3 juta pada periode Desember 2016-Mei 2017. Namun First Travel hanya berhasil memberangkatkan 14 ribu orang.
Selain membayar paket umrah, tiap jemaah ditagih biaya setor carter pesawat senilai Rp 2,5 juta per orang. Jika dikalikan total jemaah yang tidak berangkat, nilai kerugian dari setor carter tersebut mencapai Rp 9,547 miliar. Sehingga, kata Herry, jumlah kerugian jemaah First Travel yang gagal berangkat umrah mencapai Rp 848 miliar.
(Baca: Korban First Travel Mengadu ke Crisis Center, Berharap Uang Kembali)
Selain kepada para jemaah, First Travel juga memiliki utang terhadap provider tiket penerbangan sebesar Rp 85 miliar, dan berutang kepada provider visa jemaah sebesar Rp 9,7 miliar. "First Travel juga belum membayar tiga hotel di Mekkah dan Madinah dengan total Rp 24 miliar," kata Herry.
Polisi kini menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi (PPATK) untuk menelusuri aliran dana dari 30-an rekening milik First Travel dan para tersangka. Adapun, rekening pemilik First Travel yakni Andika Surachman dan istrinya, Anniesa Desvitasari Hasibuan yang disita polisi hanya mendapatkan uang sebanyak Rp 1,3 juta.
Dalam kasus ini, polisi telah menetapkan tiga tersangka terkait dugaan penipuan dan penggelapan serta pencucian uang calon jemaah umrah. Ketiganya, yakni Direktur Utama First Travel, Andika Surachman; istri Andika, Anniesa Desvitasari Hasibuan; dan adik ipar Andika, Siti Nuraida Hasibuan.
(Baca: Tak Ganti Rugi Jemaah First Travel, Kemenag Bakal Atur Biaya Umrah)
Para tersangka diduga menerapkan skema ponzi dalam bisnis umrah. Mereka menawarkan paket umrah yang murah senilai Rp 14,3 juta, jauh di bawah biaya standar. Setiap jemaah yang berangkat mengandalkan biaya yang disetorkan anggota baru. Biro umrah ini melakukan bisnisnya dengan sistem gali lubang dan tutup lubang.
Selain menutup operasional biaya umrah dari jemaah yang diberangkatkan, pemilik First Travel menggunakan uang yang masuk rekening perusahaan untuk kehidupan glamor. Kedua pasangan Andika dan Anniesa gemar keliling dunia menggunakan uang jemaah.
Satuan Tugas Waspada Investasi Otoritas Jasa Keuangan menutup promo ibadah haji dan umrah First Travel sejak 18 Juli 2017, karena menawarkan harga dan praktik bisnis yang tidak masuk akal.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan melakukan pemeriksaan kepada First Travel atas permintaan polisi. Dia mengatakan, awalnya OJK tak bisa begitu saja melakukan pemeriksaan karena wewenang perjalanan umrah berada di pihak Kementerian Agama.
Permohonan PKPU dikabulkan
Sebagian jemaah First Travel mengajukan gugatan Perkara Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU). Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan tersebut, Selasa (22/8). "Mengabulkan permohonan dan menyatakan termohon dalam keadaan PKPU dalam jangka waktu 45 hari,” kata ketua majelis John Tony Hutauruk.
Hakim mempertimbangkan First Travel tak mampu melunasi utang. Majelis hakim pun menunjuk lima kurator dan seorang majelis hakim pengawas untuk mengurus persoalan utang.
(Baca: Cegah Kasus First Travel, DPR Desak Aturan Batas Minimum Biaya Umrah)
PKPU pertama kali diajukan tiga calon jemaah umrah First Travel mengajukan pada 25 Juli 2017. Mereka membayar paket umrah lunas dengan harga Rp 16-18 juta pada April 2017, namun tak kunjung berangkat. Ketiganya menderita kerugian Rp 54,4 juta.
Setelah pengajuan oleh tiga jemaah, sebanyak 43 pembeli paket umrah First Travel lainnya menyusul menggugat dengan total kerugian Rp 758 juta.
Para jemaah memilih menggugat melalui PKPU karena memakan waktu yang lebih singkat dibandingkan memperkarakan First Travel melalui jalur pengadilan pidana atau perdata.