Hasil Kajian: BLT Jadi Bansos Paling Pas bagi Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas menjadi kelompok yang sangat rentan terkena dampak pandemi Covid-19. Salah satunya, adalah karena stigma dan diskriminasi yang melekat pada mereka sehingga membuat keadaan pandemi semakin pelik dijalani. Saat kebutuhan hidup terus meningkat, pendapatan kian menurun. Bantuan dari sejumlah pihak perlu diberikan untuk meringankan mereka.
Kondisi itulah yang menjadi hasil kajian bersama Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) bekerja sama dengan Kementerian Sosial (Kemensos). Kedua Lembaga tersebut membuat kajian komprehensif terkait dampak Covid-19 bagi para penyandang disabilitas karena dampak besar yang dirasakan mereka. Kajian itu dilakukan bersama sejumlah gerakan peduli disabilitas, antara lain Jaringan Organisasi Penyandang Disabilitas, Kompak, Peduli, dan Mahkota.
Sinta Satriana, penggerak Mahkota (Menuju Masyarakat Indonesia yang Kokoh Sejahtera), sebagai peneliti dari kajian tersebut memaparkan bahwa bantuan langsung tunai merupakan bantuan yang paling konkret menolong keadaan para penyandang disabilitas.
“Bantuan langsung tunai kemarin sebesar Rp 600 ribu berdampak signifikan terhadap penyandang disabilitas,” ungkap Sinta dalam Webinar Dampak Covid-19 terhadap Penyandang Disabilitas, Kamis (12/8).
Sinta menambahkan bantuan langsung tunai dinilai paling berdampak karena relevan dengan perbedaan kebutuhan yang dimiliki para penyandang disabilitas. “Kebutuhan makanan pun kadang berbeda. Selain itu, mereka butuh transportasi dan suplemen khusus,” lanjut Sinta.
Hal yang sama disampaikan oleh Emma, penggerak Kompak (Kolaborasi Masyarakat dan Pelayanan untuk Kesejahteraan). Secara khusus, ia menyoroti bantuan langsung tunai yang diberikan dari dana desa.
“Bantuan langsung tunai dari dana desa (BLT-DD) memungkinkan desa menjangkau penyandang disabilitas yang terekslusi dari program perlindungan sosial lainnya,” kata Emma.
Lebih lanjut, Emma memaparkan bahwa lebih dari 80% penyandang disabilitas di salah satu kabupaten studi termasuk kelompok masyarakat miskin. Catatannya melaporkan hanya 3 orang dari 43 penyandang disabilitas yang berasal dari keluarga menengah ke atas.
Kajian yang melibatkan 1.683 responden itu menghasilkan temuan bahwa kondisi hidup para penyandang disabilitas saat diterpa pandemi sangat memprihatinkan. Sebanyak 81% responden menyatakan penurunan pendapatan akibat kehadiran pandemi.
Sebelum adanya pandemi, keadaan para penyandang disabilitas sebenarnya sudah tidak baik. Kajian kolaborasi itu melaporkan 72% penyandang disabilitas bekerja pada sektor informal. Dengan begitu, mereka memiliki penghasilan yang rendah dan tidak teratur.
Kajian tersebut merekomendasikan bahwa bantuan langsung tunai terbukti lebih bermanfaat bagi penyandang disabilitas daripada bantuan barang.
Seperti diketahui, tahun lalu, pemerintah menyalurkan bantuan subsidi upah sebesar Rp 600 ribu selama empat bulan kepada 12,4 juta pekerja. Tahun ini, bantuan serupa akan kembali diberikan. Namun, nominalnya hanya Rp 1 juta, dibayar sekali, dan hanya diberikan kepada delapan juta pekerja.
(Akbar Malik Adi Nugraha)