IDI Sambut Rencana Menkes untuk Mediasi dengan Terawan
Ikatan Dokter Indonesia (IDI) menyambut baik keinginan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, untuk menjembatani proses mediasi dengan mantan Menteri Kesehatan dr. Terawan Agus Putranto.
Mediasi dilakukan untuk menengahi persoalan rekomendasi pemecatan terhadap Terawan dari keanggotaan IDI. Keputusan yang membuat Terawan tidak dapat memperpanjang izin praktiknya sebagai dokter di Indonesia.
Menurut Ketua Bidang Hukum Pembelaan dan Pembinaan Anggota (BHP2A) IDI, dr. Beni Satria, IDI selalu membuka kesempatan untuk berdialog dengan Terawan. Bahkan sebelum Majelis Kehormatan Etik Kedokteran (MKEK) IDI mengeluarkan rekomendasi pemecatan secara permanen.
"Kita fokusnya kepada ruang yang sudah kita berikan, tetapi kali ini ruang diberikan oleh Menkes, kita sambut baik kalau yang bersangkutan menyambut baik juga," ujar Beni dalam konferensi pers secara virtual, Jumat (1/4).
Secara organisasional, proses mediasi sudah coba dibangun IDI sejak awal laporan dugaan pelanggaran etik pada 2013. Akan tetapi tak kunjung terwujud karena Terawan absen.
IDI pun sejatinya ingin meredakan kegaduhan yang terjadi sepekan ini setelah rekomendasi MKEK, agar masyarakat dapat turut memahami inti permasalahannya.
"Kita di internal sudah berupaya, dari surat, WA kemudian by phone, kemudian pemberhentian sementara, dan ruang (mediasi) lagi tetapi ini tidak disambut secara baik," jelas Beni.
Hal itu juga yang membuat IDI terbuka terhadap mediasi dari Menkes jika nanti sudah mendapatkan undangan resmi. Namun, IDI tak bisa melakukan mediasi secara sepihak.
"Mediasi keinginan kedua pihak, IDI berkeinginan, TAP (Terawan Agus Putranto) berkeinginan," ucapnya.
Beni pun mengakui, persoalan etika yang dilakukan Terawan membuat banyak dokter gelisah. Mereka khawatir dengan dokter yang melakukan tindakan medis tanpa dasar bukti ilmiah.
"Jangan praktik kedokteran hanya berdasarkan testimoni. Jangan sampai kita tidak bisa membedakan antara praktik dokter dengan praktik dukun," tambahnya lagi.
IDI pun tidak akan mempersoalkan praktik Terawan jika memang sudah memiliki kajian keilmuan. Untuk itu, Beni meminta agar Terawan dapat menyampaikan metodenya dalam sebuah jurnal ilmiah, sehingga dapat menjadi diskursus bagi ilmu kedokteran.
"Silakan yang bersangkutan menjelaskan di dalam forum ilmiah, dalam jurnal ilmiah yang terverifikasi," kata Beni.
Terkait metode cuci otak ini, melalui konferensi pers pada 2018, Terawan menjelaskan metode terapinya telah teruji secara ilmiah, karena menjadi disertasi saat ia meraih gelar doktor dari Universitas Hasanuddin.
"Kalau itu diuji secara ilmiah sudah dilakukan melalui disertasi, dan disertasi sebuah universitas terpandang, menurut saya harus dihargai," kata Terawan di RSPAD, Rabu, 4 April 2018.
Menurut hipotesisnya, memasukkan heparin dalam pembuluh otak dapat meningkatkan aliran darah hingga 20% dalam jangka waktu 73 hari.
Sebelumnya Menkes berjanji akan turun tangan untuk membantu penyelesaian konflik antara IDI dengan Terawan.
"Kementerian Kesehatan akan memulai dan membantu proses mediasi antara IDI dan anggota-anggotanya," kata Budi dalam konferensi pers daring, Senin (28/3).
Budi memahami setiap organisasi profesi mengatur Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) dan keanggotaan masing-masing. Ia juga memahami adanya Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran yang memberikan amanah kepada IDI sebagai organiasi untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada anggotanya.
Namun, mediasi akan dilakukan agar komunikasi antara IDI dan anggotanya dapat berjalan dengan baik. Dengan demikian, situasi penanganan pandemi akan menjadi kondusif.
Mantan Direktur Utama Bank Mandiri itu berharap, seluruh pihak bisa kembali menyalurkan waktu dan tenaga untuk memprioritaskan pembangunan kesehatan masyarakat. Apalagi, Indonesia mempunyai populasi besar sebanyak 270 juta penduduk.