Pejabat KSP Akan Turun Tangan untuk Bebaskan Pilot Susi Air di Papua
Staf Khusus Bidang Politik dan Keamanan Kantor Staf Presiden sekaligus Ketua Lembaga Masyarakat Adat Tanah Papua Lenis Kogoya bertemu Presiden Joko Widodo hari ini. Usai pertemuan, Lenis mengatakan dirinya akan berkomunikasi dengan pihak Organisasi Papua Merdeka agar membebaskan pilot Susi Air.
Seperti diketahui, Pilot Susi Air Kapten Philip Mark Mehrtens masih disandera oleh kelompok Egianus Kogoya. Lenis melaporkan Kapten Phillip saat ini masih hidup dan dalam keadaan sehat.
Ia akan berkomunikasi langsung dengan Egianus untuk membebaskan Kapten Phillip. Menurutnya, komunikasi tersebut akan dilakukan dengan pendekatan kekeluargaan.
"Pendekatan keluarga itu kita berkomunikasi. Sekarang pendekatan positif dulu dengan hati," kata Lenis di Kompleks Istana Merdeka, Senin (27/3).
Lenis berpendapat dirinya dan Egianus memiliki visi yang sama terkait Papua, yakni kesejahteraan masyarakat. Perbedaanya, Egianus menilai kesejahteraan Papua diraih dengan lepas dari NKRI, sedangkan Lenis menilai kesejahteraan Papua diraih dengan merdeka dalam pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Oleh karena itu, Lenis berencana mengajak Egianus untuk meraih kesejahteraan tersebut dengan cara yang lebih positif. Lenis pun berencana menggunakan Lembaga Masyarakat Adat Papua untuk berdialog dengan Egianus.
"Ngapain kita berantem, bunuh-bunuh orang terus? Mereka harus bergabung untuk kerja keras memajukan papua sebagai wilayah yang sejahtera dan damai," kata Lenis.
Lenis lalu memberikan saran kepada Jokowi untuk menyelesaikan konflik yang tak kunjung henti di Papua. Caranya, menyalurkan anggaran pembangunan langsung ke pemerintah kabupaten.
Lenis mengatakan hal tersebut sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Secara rinci, salah satu pasal beleid tersebut mengatur bahwa satu persen dari plafon dana alokasi umum nasional ditujukan untuk peningkatan kesejahteraan orang asli Papua dan penguatan lembaga adat.
"Supaya lembaga adat itulah yang masuk keamanan wilayah adat masing-masing menjaga kerukunan dan kedamaian di Tanah Papua," kata Lenis.
Lenis menilai Kelompok Kriminal Bersenjata terbentuk karena pemerintah sebelumnya tidak menerapkan otonomi khusus secara benar. Lenis berpendapat otonomi khusus di Papua dapat dilakukan jika masyarakat adat dilibatkan dalam organisasi pemerintahan di daerah.
Ia menyarankan agar ada presentasi minimal keterlibatan orang asli Papua dalam sebuah pemerintahan daerah. Dengan demikian, kesempatan kerja orang Asli Papua lebih terjamin di sana.
"Kalau dipakai orang pendatang semua, itu bukan kelihatan otonomi khusus, itu yang salah penerapannya. Dengan enam provinsi, pemerintah di sana harus mengerti baik-baik isi dari otonomi khusus itu sendiri," kata Lenis.
Terakhir, Lenis mengajukan agar pemerintah mengakui Majelis Rakyat Papua setara dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota atau DPRK. Lenis menjelaskan DPRK tersebut diakui negara dan memberikan rekomendasi kepada masing-masing wilayah adat untuk mengisi majelis tersebut.
Dengan demikian, masyarakat adat di Papua dapat memiliki lembaga perwakilan dengan kearifan lokal. "Tadi Pak Presiden sudah kita sampaikan maka di papua tidak ada lagi pembantaian, tapi kedamaian harus diutamakan," kata Lenis.