Belajar dari Kasus Jessica, Hotman Ungkap Bahaya Pengabaian Alat Bukti
Pengacara kondang Hotman Paris Hutapea mengkritik lemahnya keadilan hukum dalam sistem peradilan Indonesia. Hal itu menurut dia tercermin dari perjalanan kasus kopi sianida di balik pembunuhan Wayan Mirna Salihin oleh Jessica Wongso Dalam perkara yang bergulir pada 2016 itu Jessica divonis 20 tahun penjara.
Hotman mengatakan perkara yang menjerat Jessica menjadi janggal lantaran putusan hakim dibuat tidak dengan dua alat bukti. Padahal menurut dia sesuai dengan KUHP pasal 183 disebutkan bahwa hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah. Ia menyebut merujuk ketentuan itu hakim seharusnya tidak bisa membuat vonis apabila alat bukti kurang.
“Keyakinan hakim tidak boleh lebih dahulu, harus dua alat bukti yang sah. Dalam kasus Jessica keyakinan hakim mendahului dua alat bukti dan berdasarkan bukti yang tidak langsung yang bisa multitafsir,” ujar Hotman dalam akun media sosial instagram miliknya seperti dikutip Rabu (11/10).
Hotman mengatakan sikap kritisnya soal putusan kopi sianida tidak hanya sebatas keberpihakan pada Jessica. Ia melihat kasus serupa bisa saja terjadi pada masyarakat lain.
Pengacara yang sering tampil di acara televisi itu menilai keluarga dengan ekonomi ke bawah rentan dirugikan lantaran tidak punya sumber daya untuk melakukan pembelaan bila hakim menjatuhkan vonis tanpa diikuti dengan dua alat bukti. Hal berbeda menurut dia terjadi pada masyarakat yang berasal dari ekonomi ke atas lantaran bisa memaksimalkan upaya hukum di pengadilan.
Kasus kopi sianida yang menyeret Jessica sebagai pesakitan di rumah tahanan menjadi sorotan setelah kisahnya tayang di salah satu platform film berbayar dengan judul Ice Cold. Kasus itu telah menjalani uji lima kali dalam berbagai tingkatan pengadilan mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung. Putusan itu bahkan telah dua kali dilakukan upaya hukum luar biasa berupa PK.
Hotman meminta kepatuhan akan pasal 183 KUHP ini menjadi perhatian serius dari penyelenggara negara terutama Presiden Joko Widodo. Ia mengingatkan saat ini sudah banyak kasus yang divonis tanpa dengan diikuti dua alat bukti yang sah.
“Bapak-bapak sebagai pemimpin harus segera memberi perhatian. Segera bentuk tim mempelajari tindakan hukum apa yang bisa dilakukan pemerintah indonesia,” ujar Hotman.
Menurut Hotman, berdasarkan pengalaman dan pengamatannya ada banyak orang kaya divonis bebas karena tidak memenuhi alat bukti. Akan tetapi kalau rakyat miskin yang terkena kasus persidangan langsung pada vonis tanpa dua alat bukti.
“Kalau bukan sekarang kapan lagi ini kan suara rakyatmu. Ingat selamatkan terdakwa yang tidak mampu berjuang KUHP pasal 183,” ujar Hotman.
Film dokumenter kasus Kopi Sianida dengan judul Ice Cold di platform Netflix menjadi trending di penayangan Indonesia. Adapun Otto Hasibuan yang menjadi kuasa hukum Jessica saat kasus bergulir mengatakan saat ini Jessica dalam kondisi sehat dan menjalani berbagai aktivitas selama berada di rumah tahanan Kelas II A Pondok Bambu,
Kejagung Sebut Kasus Jessica - Mirna Tutup Buku
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Ketut Sumedana menegaskan kasus pembunuhan Mirna oleh Jessica telah selesai atau tutup buku. Menurut Ketut kasus itu sudah final dengan segala pembuktian dan pengujian yang dilakukan, sehingga tidak ada alasan dinyatakan ada kekeliruan atau kesalahan dalam keputusan hakim.
“Saya nyatakan bahwa kasus itu telah selesai, karena telah diuji lima kali dalam berbagai tingkatan pengadilan mulai dari pengadilan negeri, pengadilan tinggi, Mahkamah Agung, bahkan telah dua kali dilakukan upaya hukum luar biasa berupa PK (peninjauan kembali),” kata Ketut seperti dikutip Rabu (11/10).
Ketut beranggapan munculnya film Ice Cold telah mempengaruhi opini publik terhadap kasus yang terjadi di awal 2016. Padahal menurut dia, jaksa penuntut umum sudah mampu meyakinkan hakim dalam proses pembuktian dalam berbagai tingkatan. Selama proses ia mengatakan tidak satupun ada anggota Majelis Hakim yang menyatakan Dissenting Opinion atau berbeda pendapat.
“Menurut saya, pembuktian tersebut telah sempurna menunjukkan saudara Jessica adalah pelakunya, sebagai orang yang dipersalahkan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai hukum tetap,” ujar Ketut.
Ketut meminta masyarakat untuk menjunjung tinggi kerja dan proses yang telah dilaksanakan yang sudah hampir tujuh tahun lamanya. Ia menyebut dengan memahami asas hukum Res Judicata pro veritate habetur atau asas Res Judicata yang artinya semua putusan hakim harus dianggap benar.
Ketut berharap tidak menjadikan kasus Jessica Wongso sebagai polemik, karena tidak ada alasan siapapun untuk menyatakan ada kekeliruan maupun kesalahan dalam mengambil keputusan oleh majelis hakim. Apalagi bila anggapan itu hanya berdasarkan opini yang dibangun dalam film dokumenter. Selain itu Ketut mengingatkan bahwa proses peradilan dalam perkara kopi sianida saat itu terbuka untuk umum bahkan disiarkan di berbagai media.