Peneliti BRIN Serukan Deklarasi, Sebut Proses Pemilu Alami Kemunduran

Muhamad Fajar Riyandanu
7 Februari 2024, 17:16
Peneliti dan akademisi BRIN menyuarakan deklarasi di Kantor BRIN, Jakarta, Rabu (7/2). Foto: M Fajar Riyandanu.
Katadata
Peneliti dan akademisi BRIN menyuarakan deklarasi di Kantor BRIN, Jakarta, Rabu (7/2). Foto: M Fajar Riyandanu.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Sejumlah akademisi dan peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) yang tergabung dalam Aliansi Akademisi Peduli Demokrasi mendeklarasikan seruan agar pelaksanaan Pemilu tahun ini bebas dan adil. Mereka menyebut penyelenggaran pemilu akhir-akhir ini makin menyimpang dan terus mengalami kemunduran.

Seruan deklarasi tersebut dibacakan oleh Peneliti Utama Politik BRIN, Siti Zuhro usai melangsungkan Diskusi Publik bertajuk Demokrasi di Ujung Tanduk di Gedung Widya Graha BRIN Jakarta pada Rabu (7/2). Diskusi tersebut juga dihadiri oleh Peneliti Pusat Riset Politik BRIN Firman Noor yang hadir secara daring.

Sejumlah figur akademisi lainnya juga turut hadir dalam pembacaan deklarasi tersebut. Diantaranya Profesor Riset Bidang Sejarah Sosial Politik BRIN Asvi Warman Adam, dan Profesor Pusat Riset Politik BRIN, Dewi Fortuna Anwar.

Sembari membacakan naskah deklarasi, Zuhro mengatakan pemilu tahun ini sangat dikhawatirkan tidak akan berjalan sesuai dengan prinsip pemilu yang demokratis dan berkeadilan. Ini terjadi terutama karena adanya intervensi kekuasaan yang menggoyahkan prinsip negara hukum.

Intervensi kekuasaan itu tercermin di antaranya dengan lahirnya keputusan Mahkamah Konstitusi yang mengubah syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

“Ketua MK kemudian diberhentikan karena terbukti telah melanggar etik. Hal ini memperlihatkan bahwa Keputusan MK sarat dengan nuansa intervensi kekuasaan yang mencederai demokrasi kita,” kata Zuhro.

Debat kelima Pilpres 2024
Debat kelima Pilpres 2024 (ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra.)

Mereka juga menganggap proses penyelenggaraan pemilu berpotensi berjalan secara bebas dan adil  karena adanya dugaan intervensi kekuasaan. Para akademisi mencontohkan adanya aparat birokrasi, TNI/POLRI, dan Penjabat Kepala Daerah diduga dimobilisasi untuk kepentingan pasangan calon tertentu.

“Sementara bantuan sosial yang dibiayai olen APBN, yang notabene dari uang rakyat, juga dipolitisasi bagi pemenangan pasangan calon tertentu,” ujar Zuhro.

Untuk menyelamatkan demokrasi dan pemilu yang bebas dan adil, Aliansi Akademisi Peduli Demokrasi menyerukan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus bersikap netral. Mereka meminta Jokowi menyadari kedudukannya sebagai pemimpin negara.

“Tidak memobilisasi dan konsisten dalam menjaga netralitas ASN birokrasi, TNI/POLRI, dan Penjabat Kepala Daerah dari segenap kepentingan untuk mendukung, baik langsung maupun tidak langsung, kepentingan pasangan calon tertentu,” kata Zuhro.

Selain itu, Aliansi Akademisi Peduli Demokrasi mendorong Jokowi dan para menteri tidak melakukan politisasi segala bentuk pelayanan kepada masyarakat yang berasal dari keuangan negara, termasuk bantuan sosial untuk kepentingan politik elektoral.?

“Para menteri dan pimpinan lembaga negara yang menjadi calon presiden dan menjadi bagian tim pemenangan harus mengundurkan diri dari jabatan agar tidak terjadi konflik kepentingan,” ujar Zuhro.

Reporter: Muhamad Fajar Riyandanu

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...