Bawaslu Temukan Tindak Pidana di Pemilu Kuala Lumpur, KPU Pecat 7 PPLN
Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Rahmat Bagja menyebutkan adanya temuan dugaan tindak pidana dalam proses pemilihan umum atau pemilu 2024 di Kuala Lumpur Malaysia. Dugaan itu melibatkan salah satu dari tujuh anggota Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang kini telah dipecat oleh Komisi Pemilihan Umum.
"Ada masuk pelanggaran pidana kepada salah satu PPLN, kemudian yang bersangkutan menghilang,” ujar Bagja di Gedung Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) seperti dikutip Selasa (27/2).
Menurut Bagja dugaan pidana itu kini juga telah diketahui oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Kuala Lumpur Malaysia. Walaupun demikian, Bagja menekankan mantan PPLN Kuala Lumpur tersebut tidak melanggar pidana pemilu, melainkan pidana umum yang lain.
"Jangan sampai kemudian katanya tidak ada kerugian negara, padahal ada kerugian. Sudah terbayarkan katanya," ujar Bagja.
Ia kemudian menjelaskan bahwa mantan PPLN tersebut telah mengundurkan diri. Akan tetapi, yang bersangkutan belum mendapatkan hukuman. Menurut Bagja mantan anggota PPLN tersebut harus mendapat hukuman agar tidak mengulang kejadian sama di waktu mendatang.
Menurut Bagja bila anggota PPLN yang melanggar itu dibiarkan hanya mengundurkan diri maka berpotensi akan mendaftar kembali menjadi PPLN pada tahun berikutnya. “Kalau mengundurkan diri, yang bersangkutan bisa daftar lagi jadi PPLN, KPU di sini, atau jadi Bawaslu di sini. Bahaya juga," kata Bagja.
Selain itu, Bagja mengatakan bahwa proses pemilu di Kuala Lumpur termasuk melanggar administrasi karena tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 81 ayat (3) Peraturan KPU (PKPU) Nomor 25 Tahun 2023 tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara dalam Pemilihan Umum. Pasal tersebut mengatur bahwa pemungutan suara ulang di tempat pemungutan suara (TPS) dilaksanakan paling lama 10 hari setelah hari pemungutan suara atau 24 Februari 2024.
Sementara itu, Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa pihaknya telah menonaktifkan atau memberhentikan sementara tujuh anggota PPLN Kuala Lumpur, Malaysia. Hasyim menjelaskan penonaktifan itu terkait dengan masalah dalam pendataan pemilih yang mengakibatkan pemungutan suara metode pos dan kotak suara keliling (KSK) harus diulang.
"Kami sudah menonaktifkan atau memberhentikan sementara tujuh anggota PPLN karena ada masalah dalam tata kelola pemilu di Kuala Lumpur," ujar Hasyim di Kantor KPU.
Dia menjelaskan pelaksanaan pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur akan diambil alih oleh KPU RI. Nantinya juga ada beberapa anggota yang akan ditugaskan ke Kuala Lumpur.
"Kemudian didukung oleh tim sekretariat jenderal. Insya Allah kami akan berkoordinasi dengan kantor perwakilan di Kuala Lumpur," kata Hasyim.
Menurut dia, langkah KPU menggelar pemungutan suara ulang di Kuala Lumpur adalah untuk melakukan pemutakhiran data pemilih. Sebab, dalam proses pendataan daftar pemilih pada 2023, dari total 490 ribu pemilih yang seharusnya dilakukan pencocokan dan penelitian (coklit), kurang lebih hanya 12 persen pemilih yang dilakukan coklit.
Hasyim menuturkan kendala dalam proses coklit itu lantaran alamat dari para pemilih. Dia menyebut hanya sekitar 62 ribu yang alamatnya dapat dikenali.
"Kita teliti ya. Belum kita bisa pastikan, tapi kira-kira begini, 497 ribu itu DP4, data penduduk potensial pemilih. "Dan kemudian dicek yang alamatnya dikenali, itu sekitar 62 ribu dan yang lain itu alamatnya tidak dikenali," ujar Hasyim.
Hasyim menjelaskan untuk selanjutnya KPU akan lebih teliti dalam melakukan pemutakhiran ulang data pemilih. Ia tak mungkiri pemutakhiran ulang data pemilih di Kuala Lumpur akan mengalami penurunan drastis.
Pemilu di Kuala Lumpur Malaysia sebelumnya mendapat sorotan lantaran ditemukannya surat suara tercoblos sebelum pemilihan dilaksanakan. Selain itu juga banyak keluhan dari pemilih yang tidak dapat menggunakan hak suara lantaran tidak terdata di DPT.