Menakar Arah Kebijakan Ekonomi Era Prabowo, Siapa Figur Jadi Menteri?
Dinamika politik usai pemilihan presiden 2024 dinilai tak akan mempengaruhi pemerintahan baru yang akan terbentuk termasuk dalam isu ekonomi. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik dari Universitas Islam Internasional Indonesia Philips J Vermonte menilai para pemangku kepentingan yang terlibat dalam pemerintahan baru menggantikan Joko Widodo - Ma’ruf Amin bakal mengikuti pola yang sudah berjalan selama ini.
Menurut Philips, berkaca pada pemerintahan yang sudah berlalu, para presiden biasanya tidak mau mengambil banyak risiko dalam pengambilan kebijakan ekonomi. Pilihan yang sama menurut Philips juga berpeluang dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo bila nanti ditetapkan sebagai presiden menggantikan Jokowi.
“Seberapapun politik mempengaruhi ekonomi kalau diperhatikan para presiden terdahulu termasuk Jokowi menyerahkan portofolio ekonomi pada pada ahlinya, pada para teknokrat, dan semoga ini dilanjutkan oleh Pak Prabowo,” ujar dalam sesi diskusi Indonesia Landscape di gelaran IDE Katadata 2024 di Kempinski Hotel Indonesia, Selasa (5/3).
Philips menjelaskan selama ini, meski politik Indonesia berjalan dinamis namun para politikus cenderung lebih rasional dalam mengelola kebijakan ekonomi. Ia mencontohkan pemerintahan Soeharto yang dinilai otoriter dan memiliki intervensi besar di bidang politik namun tetap menyerahkan pengambilan kebijakan ekonomi pada teknokrat.
Hal sama menurut Philips juga terjadi ketika pemerintahan Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono dan juga Jokowi. Bahkan ia mengatakan meski masa pemerintahan Megawati berlangsung singkat namun ia membawa para ekonomi handal seperti Boediono dan Sri Mulyani ke pemerintahan.
“Saya rasa presiden terdahulu sangat memahami tentang pentingnya menyerahkan portofolio ekonomi pada teknokrat,” ujar Philips lagi.
Prabowo Bukan Jokowi
Di sisi lain, Philips mengatakan terdapat harapan bahwa program pembangunan dan ekonomi yang telah dijalankan Jokowi akan dilanjutkan oleh pemerintahan Prabowo. Meski begitu, ia mengatakan perbedaan karakter Jokowi dan Prabowo bisa berpengaruh terhadap model ekonomi yang akan berjalan. “Pak Prabowo bukan Pak Jokowi,” ujar Philips.
Peneliti senior di Center for Strategic and International Studies (CSIS) ini menyebutkan Jokowi merupakan pemimpin yang terkenal sebagai presiden yang memiliki micro managing pada tiga isu pokok yaitu kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Fokus isu ini sudah menjadi perhatian Jokowi sejak menjadi Wali Kota Surakarta, Gubernur DKI Jakarta hingga menjadi presiden.
Sementara itu Prabowo memiliki prioritas berbeda dan bukan tipe presiden yang mengurusi hal detail seperti Jokowi. Prabowo dinilai akan lebih banyak memberi delegasi dalam mengurus hal-hal mikro seperti pendidikan, kesehatan dan infrastruktur. Oleh karena itu Philips berharap Prabowo bisa memberikan delegasi pada teknokrat yang tepat.
Di sisi lain, Philips menilai Prabowo justru memiliki keunggulan dari segi geopolitik, dan pilihan strategis Indonesia terhadap perkembangan dunia. Prabowo menurut Philips bisa menjadi kunci dalam menavigasi Indonesia menjadi negara yang kuat.
Kepiawaian Prabowo dari segi geopolitik ini menurut dia justru bisa menjadi keuntungan bagi ekonomi Indonesia. Terlebih ia menilai saat ini tidak ada negara yang benar-benar menjadi super power di dunia sehingga perlu kepiawaian negara-negara dalam melindungi kepentingan dalam negeri.
Indonesia sendiri menurut dia juga memiliki ancaman geopolitik terdekat dengan adanya intensitas keamanan di Laut China Selatan. Oleh karena itu, Philips berharap pemerintahan Prabowo bisa memilih orang yang benar-benar teknokratis yang lebih mengedepankan kebijaksanaan dalam pengambilan kebijakan penting nasional.
Meski begitu ia menilai para teknokrat ini bisa saja berasal dari partai politik. Namun, menurut dia yang harus menjadi pendekatan pemerintahan Prabowo adalah menempatkan orang yang tepat untuk mewujudkan visi bangsa dalam jangka pendek dan jangka panjang.