Cerita Kepala Sekolah Merasakan Kemudahan Platform Merdeka Mengajar
Semenjak diluncurkan pada awal 2022 lalu sebagai pendukung Implementasi Kurikulum Merdeka, aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru.
Pada mulanya, platform ini dirancang agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka. Namun, seiring waktu, fasilitas yang disediakan dalam aplikasi ini semakin berkembang.
Dalam PMM juga tersedia berbagai sumber ajar di mana bisa membantu peningkatan kompetensi guru secara keseluruhan. Sejak tahun lalu pemerintah mengembangkan PMM sebagai platform yang akan mengintegrasikan pengembangan karier guru.
Banyak guru di penjuru Indonesia yang mengakui bahwa PMM sangat membantu mereka dalam memperbaiki kualitas pembelajaran, namun tentu saja masih ada perbedaan pandangan di lapangan. Bagi beberapa pihak, keberadaan aplikasi ini menimbulkan tantangan yang berbeda bagi para guru.
Salah satunya Asnawir, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2, Tarakan, Kalimantan Utara. “Jujur saja, kami juga awalnya bingung seperti apa caranya menerapkan Kurikulum Merdeka,” ujarnya.
Tapi, ia menambahkan, ternyata di Platform Merdeka Mengajar ada fasilitas seperti video pembelajaran, pelatihan mandiri. Lalu adanya hal lain seperti fungsi perangkat, asesmen, video bukti karya, dan seterusnya.
“Dari semua itu akhirnya kami mendapatkan banyak inspirasi untuk menerapkan Kurikulum Merdeka,” tuturnya.
Seiring perjalanan waktu, Asnawir dikenal sebagai “Duta PMM” di Kalimantan Utara. Julukan ini datang dari kalangan guru yang menyaksikan langsung dedikasi Asnawir untuk memajukan pendidikan di daerahnya.
Semuanya bermula dari pandemi Covid 19. Kondisi itu turut mempengaruhi penurunan jumlah siswa yang mendaftar. Asnawir kemudian mencari cara untuk meningkatkan kembali minat anak-anak untuk mendaftar.
“Kami berani menerapkan beberapa materi-materi di PPM. Kami percaya orang akan tetap memilih sekolah swasta kalau itu berkualitas. Nah, dengan adanya PMM ini, kami mencoba untuk belajar bersama. Luar biasa, dari perkembangan PMM jumlah siswa kami sudah surplus, bahkan sudah indent. Jadi kami merasa bahwa terbantu dengan PMM ini,” katanya.
Sebelum adanya Platform Merdeka Mengajar, kesempatan pelatihan para guru di Indonesia juga tidak mudah. Tidak sedikit guru yang sudah mengajar puluhan tahun tapi belum mendapatkan pelatihan karena harus menunggu giliran dan ditunjuk oleh dinas dan satuan pendidikannya.
Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya, logistik, dan biaya untuk dapat menghadirkan pelatihan yang merata di seluruh Indonesia. Itu sebabnya, dengan setelah adanya PMM ini, Kemendikbudristek membayangkan bahwa semua guru di Indonesia memiliki kesempatan belajar yang sama dan dengan begitu pendidikan Indonesia akan jauh lebih maju.
Butuh Kesabaran
Asnawir sangat menyadari bahwa melakukan implementasi Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi kondisi di lapangan sangat berbeda dan beragam di setiap daerah di Indonesia.
Kemendikbudristek RI pun memahami hal itu dan kemudian menyediakan berbagai mekanisme untuk mengatasi persoalan yang beragam di masing-masing daerah. Di antaranya dengan adanya Komunitas Belajar dan penyediaan tiga opsi untuk melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Artinya, satuan pendidikan diberikan kebebasan untuk memilih cara penerapan Kurikulum Merdeka sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dengan opsi Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi.
Selain itu, pembentukan komunitas belajar dalam sekolah dan antar sekolah juga didorong supaya guru dapat saling berbagi praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka.
Asnawir dan sekolahnya melakukan keduanya dengan baik. Ia tak hanya menjalankan tanggung jawab sebagai kepala sekolah, tetapi juga dedikasi untuk memajukan pendidikan di Kalimantan Utara.
Saat itu, SMP Muhammadiyah 2 yang dipimpin Asnawir merupakan satu-satunya sekolah yang mendapatkan status “Mandiri Berbagi” dari Kemendikbudristek RI, yang berarti mendapat tanggung jawab untuk membimbing sekolah lain dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Terhitung semenjak Oktober 2022 hingga Oktober 2023 lalu, Asnawir sudah berkeliling mengunjungi lebih-kurang 490 sekolah. Jumlah sekolah itu terus bertambah karena tak sedikit sekolah lain yang memintanya datang memberikan bimbingan kepada para guru untuk memaksimalkan Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Asnawir memahami bahwa di lapangan terjadi perbedaan persepsi dalam menerapkan PMM, sehingga seringkali menimbulkan miskonsepsi tentang platform tersebut, bahkan tak jarang itu membuat banyak pihak merasa PMM hanya merepotkan guru.
“Banyak kawan-kawan menggunakan PMM hanya untuk mengejar centang hijau. Akhirnya kita ajarin kawan-kawan itu menggunakan PMM. Baik fungsi mengajar, belajar, dan bekerja, di PMM lengkap semua,” tuturnya.
Berbeda dengan miskonsepsi yang mengatakan PMM menambah beban, Asnawir justru mengalami sendiri hal sebaliknya. Platform digital ini justru membuatnya lebih fokus mengurus sekolah.
Selain itu, Asnawir menekankan kepada para guru tentang pentingnya Komunitas Belajar. Kemendikbudristek mendorong adanya komunitas bagi guru untuk saling belajar justru agar terjadi praktik saling berbagi dan berkembang bersama dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
“Kami buat mereka berkelompok dan kami ajari pola berkolaborasi di mana mereka kami suruh mendengarkan video-video itu sampai tuntas. Kalau sudah ditonton sampai selesai, mereka pun dapat berbagi pemahaman,” katanya.
Setelah mengunjungi ratusan sekolah, bahkan hingga dijuluki sebagai “Duta PMM”, Asnawir meyakini bahwa dampak baik Platform Merdeka Mengajar PMM hanya bisa dirasakan kalau kita punya keinginan untuk mendapatkan dan mempraktikkan ilmu baru. Bukan sekadar mencari centang hijau. “Lakukan dengan sabar,” tutupnya.