Ide Luhut Beri Kewarganegaraan Ganda Dinilai Sulit Terjadi, Kenapa?
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi (Menkomarves) Luhut Binsar Pandjaitan mewacanakan adanya kewarganegaraan ganda. Syaratnya hanya satu, mereka harus kembali ke Tanah Air.
Wacana ini lantas menuai pro dan kontra dari pakar hubungan internasional. Ketua Pusat Studi Eropa dan Eurasia Universitas Airlangga, Radityo Dharmaputra menilai rencana ini agak sulit dilakukan karena Indonesia menerapkan prinsip kewarganegaraan tunggal dan kewarganegaraan ganda terbatas. Hal ini diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI.
“Soal aturannya, rasanya agak sulit, karena harus mengubah banyak hal. Terutama di UU 12 tahun 2006,” kata Radityo ujarnya dalam pesan singkat pada Katadata.co.id, Kamis (2/5).
Undang-undang ini menyebut, WNI yang punya kewarganegaraan ganda terbatas adalah anak hasil perkawinan campuran antara WNI dan Warga Negara Asing atau WNA. Namun di usia 18 tahun, atau paling lambat 21 tahun, anak yang memiliki kewarganegaraan ganda terbatas tersebut harus memilih apakah akan menjadi WNI atau WNA.
WNI yang kedapatan memliki paspor atau identitas tanda kewarganegaraan asing akan dicabut status kewarganegaraannya sebagai WNI. Artinya, setiap orang harus memilih apakah ingin menjadi WNI atau WNA.
Seseorang yang telah kehilangan status WNI dan mengucapkan janji setia kepada negara asing, tidak bisa begitu saja memperoleh kembali status WNI dengan membuang status kewarganegaraannya yang lama.
Berdasarkan Pasal 9 UU 12 tahun 2006, seseorang harus mengajukan permohonan kembali sebagai WNI pada saat sudah bertempat tinggal di Indonesia selama lima tahun tahun berturut-turut atau 10 tahun tidak berturut-turut.
Radityo mengatakan ide ini adalah wacana yang menarik karena bisa membawa diaspora Indonesia berkontribusi lebih banyak. Kendati demikian, ia menyarankan pemerintah membenahi sejumlah hal ketimbang memberi kewarganegaraan ganda. Beberapa di antaranya memperbaiki iklim riset hingga meningkatkan gaji peneliti atau dosen.
Dengan perbaikan ini, diaspora akan lebih tertarik kembali ke Indonesia. Apalagi menurut Radityo, mereka tidak akan pulang karena alasan pengabdian atau nasionalisme.
“Saya justru khawatir, Pak Luhut hanya melihat diaspora ini dalam ranah investasi belaka, bukan dalam artian menarik diaspora ke Indonesia,” katanya.
Dalam acara 'Microsoft Build: AI Day' di JCC, Jakarta, Selasa (30/4), Luhut menawarkan kewarganegaraan ganda untuk diaspora Indonesia bertalenta. Dia menyinggung soal banyaknya warga negara Indonesia atau WNI yang sudah menjadi warga negara Amerika Serikat.
"Kami juga mengundang diaspora Indonesia, kami juga segera memberikan mereka (diaspora Indonesia) kewarganegaraan ganda," katanya.
Tak hanya di AS, berdasarkan data Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM, hampir 4.000 orang Indonesia pindah menjadi warga negara Singapura antara tahun 2019 hingga 2022.
Dengan memperbolehkan kewarganegaraan ganda bagi diaspora, Luhut memprediksi Indonesia bakal punya sumber daya manusia unggul. Pada 2029, ia memperkirakan Indonesia bakal punya hampir 3.000 anak muda yang siap bekerja sebagai pengembang perangkat lunak atau software developer.