Kronologi dan Aliran Dana untuk 3 Hakim PN Jakpus Tersangka Kasus Minyak Goreng
Kejaksaan Agung menetapkan tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai tersangka dalam perkara suap terkait putusan lepas (ontslag) perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor crude palm oil (CPO). Tiga hakim tersebut adalah Djuyamto (DJU), Agam Syarif Baharudin (ASB), dan Ali Muhtarom (AM).
Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung, Abdul Qohar, mengungkap asal dana yang diterima ketiga hakim. Menurut Abdul Qohar para hakim meminta untuk disiapkan uang Rp 20 miliar untuk perkara yang tengah mereka tangani.
“Untuk mengurus perkara korupsi korporasi minyak goreng dengan permintaan agar perkara tersebut diputus ontslag,” kata Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejagung seperti dikutip Senin (14/4).
Abdul Qohar mengatakan dari pemeriksaan tujuh saksi pada Minggu (13/4), didapatkan fakta bahwa adanya kesepakatan antara tersangka AR (Ariyanto) selaku advokat tersangka korporasi dalam kasus ini dengan tersangka WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, untuk mengurus korupsi korporasi minyak goreng.
Setelah itu, kesepakatan pembayaran itu disampaikan oleh Wahyu kepada tersangka Muhammad Arif yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat. Mendengar permintaan tersebut, Muhammad Arif menyetujui untuk meminta uang senilai Rp 20 miliar tersebut dikalikan tiga sehingga total senilai Rp 60 miliar.
Tersangka Ariyanto kemudian mendapatkan informasi tersebut dari Wahyu dan menyanggupi dan menyerahkan uang Rp 60 miliar dalam mata uang dolar AS melalui Wahyu. Oleh Wahyu, uang tersebut selanjutnya diberikan kepada Muhammad Arif.
Atas jasanya sebagai perantara, Wahyu diberi uang senilai 50.000 dolar AS oleh Muhammad Arif. “Jadi, Wahyu Gunawan pun dapat bagian setelah adanya penyerahan uang tersebut,” kata Qohar.
Selanjutnya, Qohar menjelaskan, Muhammad Arif yang pada saat itu menjabat sebagai Wakil Kepala PN Jakarta Pusat, menunjuk majelis hakim yang terdiri dari tersangka Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom.
“Tersangka DJU sebagai ketua majelis, tersangka AM sebagai hakim ad hoc, dan ASB sebagai anggota majelis,” katanya.
Aliran Dana untuk Tiga Hakim
Setelah terbit surat penetapan sidang, tersangka Muhammad Arif memanggil Djuyamto selaku ketua majelis dan Agam Syarif selaku hakim ad hoc untuk memberikan uang dolar senilai Rp 4,5 miliar.
“Uang tersebut diberikan sebagai uang untuk baca berkas perkara dan Muhammad Arif Nuryanta menyampaikan kepada dua orang tersebut agar perkara diatensi,” ujarnya.
Uang tersebut kemudian oleh Djuyamto dibagi-bagikan kepada Agam dan Ali. Beberapa waktu kemudian, Muhammad Arif kembali memberikan uang mata uang dolar AS yang apabila dirupiahkan senilai Rp 18 miliar kepada Djuyamto selaku ketua majelis.
Oleh Djuyamto, uang dolar AS tersebut dibagi kepada majelis hakim yang jika dirupiahkan untuk Agam sebesar Rp 4,5 miliar, untuk Djuyamto sebesar Rp 6 miliar, dan untuk Ali sebesar Rp 5 miliar.
“Ketika hakim mengetahui tujuan dari penerimaan uang agar perkara diputus ontslag, dan hal ini menjadi nyata ketika tanggal 19 Maret 2025 perkara korporasi minyak goreng telah diputus ontslag oleh majelis hakim,” kata Qohar.
Ketiga tersangka tersebut dikenakan Pasal 12 huruf c juncto Pasal 12 huruf b jo. Pasal 6 ayat (2) jo. Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Dengan ditetapkannya tiga tersangka baru, maka total tersangka dalam kasus dugaan suap ini sebanyak tujuh orang. Sebelumnya, Kejagung menetapkan empat tersangka, yakni WG (Wahyu Gunawan) selaku panitera muda perdata Pengadilan Negeri Jakarta Utara, MS selaku advokat, AR selaku advokat, dan MAN (Muhammad Arif Nuryanta) selaku Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Adapun tersangka MAN terlibat saat menjadi Wakil Ketua PN Jakarta Pusat.
