Bebas Bersyarat Usai 7 Tahun di Bui, Begini Perjalanan Kasus Setya Novanto
Setya Novanto, mantan Ketua DPR RI sekaligus bekas Ketua Umum Partai Golkar, akhirnya menghirup udara bebas setelah bebas bersyarat dari Lapas Sukamiskin pada Sabtu, 16 Agustus 2025. Pembebasan itu berlangsung sehari sebelum peringatan HUT ke-80 Republik Indonesia.
Politikus yang biasa dipanggil Setnov itu mendapatkan remisi 28 bulan 15 hari. Ia bebas bersyarat usai Mahkamah Agung (MA) mengabulkan peninjauan kembali yang diajukannya pada 4 Juni lalu.
Direktur Jenderal Pemasyarakatan, Mashudi, mengungkapkan Setnov telah melunasi denda atas kerugian negara dalam kasus pengadaan KTP elektronik.
Menurut Mashudi, semua narapidana berhak mendapatkan remisi maupun bebas bersyarat, asal memenuhi syarat. “Tanpa ada pilih kasih pada kasus apa pun. Semua warga binaan mendapatkan,” ujarnya.
Kronologi Kasus Setnov
Kasus yang menjerat Setnov bermula pada Juli 2017. Saat itu, ia ditetapkan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP); proyek senilai Rp5,9 triliun. Dari proyek itu, negara ditaksir merugi hingga Rp2,3 triliun.
Akan tetapi, pada 29 September 2017, Setnov sempat lolos setelah menang praperadilan yang membatalkan status tersangkanya.
KPK tak berhenti. Pada November 2017, lembaga antirasuah kembali mentapkan Setnov sebagai tersangka. Namun, saat hendak ditangkap, ia menghilang hingga kemudian dikabarkan mengalami kecelakaan mobil yang menimbulkan kontroversi.
Peristiwa itu bahkan menyeret pengacaranya, Fredrich Yunadi, yang belakangan terbukti ikut menghalangi penyidikan. "Kepalanya (kepala Setnov) bengkak dan benjol seperti bakpao," kata Yunadi memberi keterangan kepada wartawan 2017 silam.
Sidang perdana Setnov digelar pada 13 Desember 2017 di Pengadilan Tipikor Jakarta. Pada Maret 2018, jaksa menuntut 16 tahun penjara, denda Rp1 miliar, serta pencabutan hak politik.
Akhirnya, pada 24 April 2018, majelis hakim menjatuhkan vonis 15 tahun penjara, denda Rp500 juta, pembayaran uang pengganti sebesar US$ 7,3 juta (dikurangi Rp5 miliar yang sudah dikembalikan), serta pencabutan hak politik selama 5 tahun.
Ia kemudian menjalani hukuman di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.
Majelis hakim saat itu menyatakan perbuatan Setnov dalam kasus korupsi e-KTP memenuhi unsur menguntungkan atau memperkaya diri sendiri dan orang lain atau korporasi.
Berulah di Lapas
Perjalanan hukum dan masa tahanan Setnov tak lepas dari sorotan. Pada September 2018, Ombudsman mendapati sel yang ditempati Setnov lebih mewah dibanding narapidana lain, dilengkapi toilet duduk dan ruang yang lebih luas.
Selain itu, pada pertengahan 2019, dua pegawai Lapas Sukamiskin dijatuhi hukuman disiplin setelah Setnov kedapatan singgah di sebuah toko bangunan di Padalarang saat izin berobat.
Kasus ini terungkap lewat foto yang memperlihatkan Setnov mengenakan kemeja lengan pendek, topi hitam, dan masker, sedang berbincang dengan seorang wanita di sebuah toko di Kota Baru Parahyangan.
Akibatnya, petugas pengawal berinisial SS mendapat sanksi penundaan gaji. Sedangkan komandannya, YAP, dikenai penundaan kenaikan pangkat.
Bebas Bersyarat
Tujuh tahun berselang, pada 4 Juni 2025, MA mengabulkan peninjauan kembali (PK) yang diajukan Setnov. Hukuman Setnov kemudian dicukur menjadi 12 tahun 6 bulan penjara. Selain itu, ia juga memperoleh remisi total 28 bulan 15 hari.
Pada 15 Agustus 2025, Kementerian Hukum dan HAM menerbitkan keputusan pembebasan bersyarat untuk Setnov. Alasannya: ia dinilai berkelakuan baik, aktif berkebun, hingga memprakarsai klinik hukum di lapas. Sehari kemudian, 16 Agustus 2025, ia resmi bebas bersyarat.
Meski bebas, statusnya kini adalah klien pemasyarakatan. Ia wajib menjalani bimbingan dan pengawasan Balai Pemasyarakatan hingga April 2029, serta diwajibkan melapor secara berkala.
