Profil Marsinah Jadi Pahlawan Nasional: Perjuangkan Buruh Berujung Pembunuhan
Presiden Prabowo Subianto menetapkan Marsinah sebagai Pahlawan Nasional di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (10/11). Kepala Negara memberikan gelar tersebut kepada buruh anggota Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) yang meninggal setelah menuntut haknya di PT Catur Putra Surya di Sidoarjo, Jawa Timur pada 1993 karena dinilai berjasa dalam perjuangan sosial dan kemanusiaan.
Wakil Menteri Sosial (Wamensos) Agus Jabo Priyono mengusulkan agar Marsinah menjadi pahlawan nasional. Agus Jabo Priyono yang menjabat sebagai Ketua Umum Partai Rakyat Adil Makmur (Prima), mengatakan Prabowo menyetujui usulan itu karena Marsinah dinilai memiliki jasa besar memperjuangkan hak-hak buruh.
Presiden SPSI Andi Gani Nena Wea mengetahui pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Marsinah sejak pekan lalu. Menurutnya, pemberian gelar tersebut menjadi pemenuhan salah satu janji Presiden Prabowo pada Hari Buruh tahun ini.
"Ini merupakan pemenuhan janji presiden, luar biasa memang," kata Andi Gani di kantornya, Jumat (7/10).
Berdasarkan laman resmi Universitas Negeri Surabaya, Marsinah lahir di Nglundo, Jawa Timur pada 10 April 1969. Marsinah tercatat mulai menjadi angkatan kerja pada 1989 di Pabrik plastik SKW di Kawasan Industri Rungkut sampai perusahaan pengemasan barang sebelum bekerja di PT CPS.
Sosok Marsinah mulai menjadi pembicaraan setelah jasadnya ditemukan pada 8 Mei 1993 dengan kondisi yang mengenaskan. Adapun, Marsinah mulai dinyatakan hilang pada 5 Mei 1993 setelah mengunjungi rekannya yang turut melakukan mogok kerja saat itu.
Sehari sebelum hilang, Marsinah melakukan unjuk rasa dan mogok kerja bersama buruh lain yang bekerja di PT CPS pada 3-4 Mei 1993. Masinah mengajukan 12 tuntutan kepada produsen jam tangan yang memasok kebutuhan aparat penegak hukum saat itu.
Kasus pembunuhan Marsinah baru menjadi sorotan media massa nasional setelah mahasiswa, buruh, dan lembaga swadaya mengangkat kasus tersebut 30 hari setelah jasad Marsinah ditemukan. Kasus Marsinah pun menjadi simbol perjuangan dalam pemenuhan hak-hak kondisi kerja buruh sampai saat ini.
Serikat Pekerja Nasional mencatat beberapa poin dari 12 tuntutan yang diajukan Marsinah termasuk pelanggaran perusahaan melakukan mutasi, intimidasi, dan memutus hubungan kerja setelah karyawan melakukan mogok kerja. Selain itu, Marsinah menuntut PT CPS untuk menaikkan upah buruh sebesar 20% menjadi Rp 2.250 per hari dan memberikan tunjangan senilai Rp 550 per hari.
Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menyatakan PT CPS tidak mengindahkan semua tuntutan Marsinah setelah kasus tersebut mencuat ke level nasional. Karena itu, YLBHI menyoroti bagaimana kuatnya campur tangan kekuasaan pada lembaga peradilan dalam kasus Marsinah.
YLBHI menemukan ada dugaan ada penguasa lokal yang terlibat dalam kasus pembunuhan Marsinah. YLBHI mencatat PT CPS memproduksi jam tangan khusus dengan harga khusus bagi kepolisian dan korps marinir saat itu.
